Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54532 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Gas karbon dioksida (CO2) yang terdapat di dalam cadangam gas bumi sebagai
gas ikutan dapat menimbulkan masalah jika dibuang ke atmosfer, yaitu dapat
menimbulkan pemanasan global dalam bentuk efek rumah kaca. Namun, jika
dipandang sebagai cadangan CO2 dalam jumlah yang besar, seperti di Natuna dengan
kandungan C02-nya mencapai 3,03 TCM, merupakan sumber bahan baku karbon
alternatif di masa depan selain minyak bumi, gas bumi, dan batu bara.
Skripsi ini membahas alternatif pemanfaatan CO2 ikutan dari gas bumi dan
analisis tingkat kemataugan telcnologi (status), pemilihan teknologi baik konversi
langsung (direct conversion) CO2 maupun konversi tidak langsung (indirect
conversion) melalui gas sintesis, yang dapat diaplikasikan secara komersial.
Dari hasil pembahasan berdasarkan tingkat kesesuaian terhadap kriteria TECC,
OCCC, dan ODCC sorta intensitas penggunaan energi (Energy Intensity), menunjukan
bahwa proses yang diaplikasikan secara komersial, untuk pemanfaatan CO2 ikutan
dari gas bumi, mempunyai urutan prioritas: proses Fischer-Tropsch, metanol, urea,
aldehida, dan asam asetat."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azalia Fajri Septihani
"ABSTRAK
UU No. 4 Tahun 2009 sebagai pengganti UU No. 11 Tahun 1967 yang dirasa sudah tidak sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini, mengatur secara keseluruhan hal-hal yang terkait dengan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, termasuk di dalamnya ketentuan perpajakan. Penelitian ini dilakukan untuk memaparkan tinjauan mengenai implementasi kebijakan pajak penghasilan badan atas usaha pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, tujuan penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pajak penghasilan badan atas usaha pertambangan mineral dan batubara pasca berlakunya Undangundang No. 4 Tahun 2009 memberikan dampak positif bagi implementor dari segi kemudahan pelaksanaan, namun kebijakan ini menghambat tercapainya tujuan kebijakan pajak tersebut.

ABSTRACT
Mining Law No. 4/2009, which replaces Mining Law No. 11/1967 which considered no longer suitable with Indonesia?s current condition, regulates mining activities in Indonesia as a whole, including taxes. This research is aimed to provide an overview regarding the implementation of corporate income tax policy on mining industries in Indonesia. Qualitative approach used as the method of this research. This descriptive researc used in depth interview and literatur study as data collection technique. The results of this study indicate that, the corporate income tax policy on the mining industries had a postive impact for the implementor in terms of procedure, but the policy turns out to be one of the inhibiting factors for the purpose of its tax policy to be achieved.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S55295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ineke Mayliana
"Penelitian ini membahas mengenai beberapa permasalahan, seperti pembahasan tentang implikasi dari konsistensi pelaksanaan peraturan serta ketentuan yang berlaku disktor pertambangan terhadap perlindungan investor dalam hal pemberian izin. Kemudian persoalan tentang efisiensi dalam proses penyelesaian sengketa izin usaha wilayah pertambangan. Serta pihak yang berhak atas kuasa pertambangan di konawe Utara berdasarkan fakta hukum dan rasionlitas para majelis Hakim. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.
Hasil penelitian ini adalah bahwa masalah konsistensi peraturan terhadap pemberian izin pertambangan belum tercapai, sehingga harus ada sosialisasi peraturan di tingkat pemerintah daerah dan koordinasi yang kuat antara pihak yang terkait, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Kemudian, proses penyelesaian sengketa yang ditempuh tidak efisien bagi investor, sehingga dianjurkan adanya lembaga khusus untuk menyelesaikan permasalahan pertambangan agar lebih efektif dari segi waktu dan biayas. Berdasarkan fakta hukum dan rasionalitas para hakim, maka jelas pihak yang berhak atas kuasa pertambangan tersebut adalah PT. DIPM karena telah sesuai dengan prosedur yang ada.

This research discusses about several issues, such as a discussion of the implications of the consistent implementation of the rules and regulations of the mining sector in terms of investor protection licensing. Then the question of the efficiency of the dispute resolution process mining license area. As well as the party entitled to Mining in Northern Konawe based on legal facts and rationality of the Panel of Judges. This research is normative.
The results of this study is that the problem of consistency rules for granting mining licenses have not been achieved, so there should be laws and regulations at the local level and strong coordination between the parties involved, both at central and regional levels. Then, the dispute resolution process adopted inefficient for investors, so it is recommended a special agency to resolve the problem of mining to be more effective in terms of time and cost. Based on the legal facts and rationality of the judges, it is clear that the parties are entitled to power mining is PT.DIPM due in accordance with established procedures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Catherine Juwita
"Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan kewajiban peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri bagi setiap pemegang izin dan kontrak karya pada tahun 2014 nanti. Skripsi ini mengkaji tentang pengaturan kewajiban peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri pada produk akhir mineral tembaga menurut UU No. 4 Tahun 2009 dan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penelitian ini menunjukkan bahwa UU No. 4 Tahun 2009 tidak memberikan penjelasan tentang kewajiban peningkatan nilai tambah tersebut. Kewajiban ini dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Peraturan Menteri tersebut menjelaskan bahwa untuk mineral tembaga harus diolah di dalam negeri, dan hal ini mengakibatkan setiap kontraktor pertambangan tembaga, termasuk PT Freeport Indonesia, berkewajiban mendirikan smelter, terlepas dari apakah pendirian smelter tersebut menguntungkan atau merugikan kontraktor. Sedangkan, apabila mengacu pada Kontrak Karya PT Freeport Indonesia, PT Freeport Indonesia mendirikan smelter hanya apabila menguntungkan sesuai dengan klausul ?paling menguntungkan secara ekonomi?. Dalam hal terjadi perbedaan pengaturan, maka untuk kewajiban peningkatan nilai tambah, bagi PT Freeport Indonesia yang berlaku adalah UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan juga Kontrak Karya PT Freeport Indonesia karena keduanya mengatur hal yang sama, yaitu kewajiban peningkatan nilai tambah; sedangkan untuk pendirian smelter, bagi PT Freeport Indonesia yang berlaku adalah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia karena adanya asas grandfather clause dalam arah kebijakan dasar investasi bahwa peraturan yang terbit setelah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia ditandatangani tidak berlaku surut terhadap Kontrak Karya PT Freeport Indonesia.

The Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining mandated an obligation of increasing added value through processing and/or refining activities inside the country for each of the licensee and contract of work holders in the year of 2014. This mini thesis examines the interpretation of the obligation of increasing added value through processing and/or refining activities inside the country of copper mineral products according to The Law No. 4 of 2009 and The Contract of Work of PT Freeport Indonesia. By using normative methods, this study shows that The Law No. 4 of 2009 does not provide an explanation of the increasing added value obligation. This obligation is further elaborated in The Minister Regulation of Energy and Mineral Resources No. 7 of 2012 on Mineral Added Value through the Processing and Refining Activities. The Minister Regulation explained that for copper minerals must be processed inside the country, and this has resulted in any copper mining contractors, including PT Freeport Indonesia, is obliged to establish a smelter, regardless of whether the establishment of the smelter is profitable or harmful to the contractor. Meanwhile, according to The Contract of Work of PT Freeport Indonesia, PT Freeport Indonesia will establish a smelter if only it is profitable in accordance with the clause ?most economically profitable?. In case of there is a difference of regulation, then for the obligation of increasing added value, The Law No. 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining and The Contract of Work of PT Freeport Indonesia should be applied to PT Freeport, as both regulate the same thing which is the obligation of increasing added-value; while for the establishment of a smelter, for PT Freeport Indonesia the regulation that should be applied is The Contract of Work of PT Freeport Indonesia because of the principle of grandfather clause in the basic policy direction of investment that regulates issued after the Contract of Work of PT Freeport Indonesia had been signed does not apply retroactively to the Contract of Work of PT Freeport Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulida Ningtari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perubahan pengaturan mengenai sistem pertambangan yang kemudian menimbulkan berbagai kerancuan penafsiran. Pengusahaan Pertambangan khususnya dalam bidang pertambangan batubara di Indonesia dilakukan oleh kontraktor swasta dan Pemerintah Indonesia dengan sistem konsesi berdasarkan suatu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Untuk menjalankan amanat pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 badan legislatif mengundangkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam undang-undang tersebut diperkenalkan sistem pengusahaan pertambangan batubara dengan menggunakan Izin Usaha Pertambangan sebagai instrumennya. Fokus permasalahan dalam skripsi ini ialah kedudukan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang wajib untuk disesuaikan dengan sistem pertambangan sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009. Penelitian ini bersifat yuridis normatif, menggunakan alat pengumpulan data studi dokumen. Dalam pengolahan data digunakan metode kualitatif yang menghasilkan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan syarat sah suatu perjanjian pasal 1320 KUHPerdata dan asas-asas umum perjanjian, PKP2B merupakan suatu perjanjian yang dapat dinyatakan batal demi hukum, karena telah melanggar ketentuan pasal peraturan peralihan UU No. 4 Tahun 2009.

ABSTRACT
This thesis discusses the changes in regulation of the mining system which then give rise to biased interpretations. Mining exploitation, especially in the field of coal mining in Indonesia is done by a private contractor and the Government of Indonesia with the concession system based on an Coal Mining agreement (PKP2B). To carry out the mandate of Article 33 of the Constitution of 1945 the legislature enacted the Law Number 4 of 2009 regarding Mineral and Coal Mining. In the legislation introduced coal mining system by using the Mining Permit as an instrument. The problem of this thesis is the position of Coal Mining Agreement which is obligated to conform with the mining system as stipulated in Law Number 4 of 2009. This research is normative, use the data collection tool document study. In the data processing used qualitative methods which produce descriptive analytical study. The research results indicate that based on the terms of a valid treaty article 1320 of the Civil Code and the general principles of the agreement, PKP2B as an agreement can be declared null and void, because it has violated the provisions of transition on the Law Number 4 of 2009.
"
2014
S54482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astien Setianingrum
"Manajemen risiko merupakan proses mengelola risiko agar organisasi dapat mencapai tujuan. Dibutuhkan pondasi yang kuat tentang konsep manajemen risiko sebelum menerapkannya. Penelitian ini akan menganalisis manajemen risiko keselamatan pertambangan di PT HPU site PDU, DMI, KMO, dan MGA berdasarkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen. Wawancara mendalam dilakukan dengan triangulasi sumber yaitu, sumber data dari pengawas tingkat Project Manager, Superintendent, dan Foreman.
Hasil wawancara dilakukan analisis konten dan dibandingkan dengan dokumen PT HPU berdasarkan SMKP Minerba dilengkapi referensi lain tentang standar manjemen risiko (ISO 31000:2009, AS/NZS 4360:2004, dan ISO 45001:2018). Berdasarkan analisis konten, didapati bahwa interpretasi pengawas di PT HPU tentang manajemen risiko belum sepenuhnya sesuai dengan standar manajemen risiko karena prosedur perusahaan belum mengakomodir seluruh proses manajemen risiko. Oleh karena itu perlu adanya penyusunan prosedur tentang manajemen risiko yang terintegrasi dengan sistem manajemen keselamatan pertambangan perusahaan dan dipahami oleh setiap lini manajemen.

Risk management is a process of managing risk so the organization can achieve its goals. A strong fundamental is necessary for understanding the concept of risk management before it is implemented. This study will analyze mining safety risk management at PT HPU site PDU, DMI, KMO, and MGA based on the Mineral and Coal Mine Safety Management System (SMKP Minerba). The study was conducted by in-depth interviews and document review. In-depth interviews were conducted with data source triangulation, namely, the supervisors from three level: Project Manager, Superintendent, and Foreman.
The results of the interviews were analyzed by its content and compared to PT HPU documents based on Mineral and Coal Mining Safety Management System (SMKP Minerba) and also other risk management standards (ISO 31000: 2009, AS / NZS 4360: 2004, and ISO 45001: 2018) for additional reference. Based on content analysis, it was found that the supervisor's interpretation of PT HPU regarding risk management was not fully in accordance with risk management standards since the company's procedures had not accommodated the entire risk management process. Therefore, it is necessary to formulate procedures for risk management that are integrated with the company's mining safety management system and understood by each line of management.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Widyatmoko
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T28543
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar Yogasara
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum PT MMP atas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang sudah didapatkan melalui SK Menteri ESDM No. 3109 Tahun 2014 yang kemudian dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 211/G/2014/P.TUN.JKT tanggal 14 Juli 2014, jo. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT tanggal 14 Desember 2015, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 255 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016. Pembatalan tersebut disebabkan oleh tidak dipenuhi-nya Izin Pemanfaatan Pulau Kecil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh PT MMP dan juga terdapat kesalahan dari instansi yang berwenang yakni Kementerian ESDM dan Kementerian kelautan dan Perikanan yang tidak dapat memberikan Izin Pemanfaatan Pulau Kecil kepada PT MMP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, pemberian Izin Usaha Pertambangan PT MMP sejati-nya telah sesuai dengan Pasal 65 UU No. 4 Tahun 2009. Kedua, Putusan Pengadilan sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 211/G/2014/P.TUN.JKT tanggal 14 Juli 2014, jo. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT tanggal 14 Desember 2015, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 255 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016 yang mencabut Izin Usaha Pertambangan PT MMP telah sesuai dalam menerapkan hukum, akan tetapi Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan seharusnya bertanggung jawab atas pembatalan tersebut. Ketiga, Perlindungan terhadap PT MMP selaku pelaku usaha yang Izin Usaha Pertambangan-nya dicabut adalah perlindungan secara hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 165 UU No. 4 Tahun 2009.

The focus of this thesis regarding the protection of PT MMP over its Mining Business Licenses which get through from Ministry of Energy and Mineral Resources Decree No. 3109 of 2014 but then got annulled by the Administrative Court Jakarta Verdict No. 211/G/2014/P.TUN.JKT dated July 14, 2014, jo. High Administrative Court Jakarta Verdict No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT dated December 14, 2015, Jo. Cassation Verdict by the Supreme Court No. 255 K/TUN/2016 dated August 11, 2016. The annulment is caused by the Permission of Isle Utilization from Ministry of Marine Affairs and Fisheries is not fulfilled by PT MMP and also there is a mistake from the authorized institution such as Ministry of Energy and Mineral Resources and Ministry of Marine Affairs and Fisheries which cannot provide the Permission of Isle Utilization to PT MMP. This research is a legal research adopting normative juridical approach. The result of the research showed that: First, Mining Business Licenses of PT MMP is in accordance with the Article 65 to Law No. 4 of 2009. Second, the Verdict of The Court that has annulled the Mining Business Licenses of PT MMP is appropriate regarding to its implementation of law, but Ministry of Energy and Mineral Resources and Ministry of Marine Affairs and Fisheries should be responsible for the annulment. Third, the legal protection of PT MMP regarding to the revocation of its Mining Business Licenses is only criminal protection which has been regulated in Article 165 to Law No. 4 of 2009."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Ardiansyah
"Kemampuan sebuah perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya biasanya dinilai dari kemampuan kinerjanya dalam meningkatkan nilai profitabilitas dan solvabilitasnya. Profitabilitas dan solvabilitas merupakan suatu besaran yang penting dalam proses analisa keuangan yang didasarkan pada laporan-laporan hasil kegiatan dan laporan keuangan sebuah perusahaan. Profitabilitas adalah tolak ukur kemampuan dan kelayakan sebuah perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang mereka kelola. Sedangkan solvabilitas menunjukkan reliability sebuah perusahaan untuk jangka panjang.
Berdasarkan rasio-rasio profitabilitas yang dihitung dari tahun 1999 sld tahun 2003, secara garis besar kondisi keuangan PT. Garuda Indonesia yang paling baik adalah pada tahun 1999 dimana pencapaian ROE sebesar 18,94%, ROA sebesar 8,78% lalu ROTC, NPM (Net Profit Margin) dan OPM (Operating Profit Margin) masing-masing 56,84%, 6,3% dan 86,63%. Lalu kemudian diikuti pada tahun 2002 dimana rasio ROA, ROE, ROTC, NPM dan OPM masing-masing sebesar 8,37%; 5,94%; 5,24%; 5,14% dan 94,16%. Prestasi tahun 1999 dan 2002 ini mengakibatkan PT. Garuda Indonesia mendapatkan net income sebesar 548 milyar dan 572,6 milyar. Untuk tahun 2000 hasilnya keseluruhan cukup bagus meskipun masih dibawah pencapaian tahun 1999 dan 2002. Lalu pada tahun 2001 meskipun rasio OPM yang didapat mencapai 96,21% tapi ROA, ROE, ROTC dan NPM yang didapat sangat kecil, hanya sebesar 0,04%; 0,03%; 0,03% dan 4,03% saja. Ini terjadi karena net incomeyang didapat hanya 2,8 milyar dengan operating income hanya 60 milyar. Dan pencapaian terburuk terjadi pada tahun 2001 dimana rasio ROA, ROE, ROTC dan NPM yang didapat bernilal negatif yaitu -2,62%; -1,27%; -1,64% dan -1,18% karena saat itu PT. Garuda Indonesia merugi sebesar 130 milyar.
Hasil perhitungan rasio-rasio solvabilitas menunjukkan bahwa derajat solvabilitas PT. Garuda Indonesia secara umum semakin baik dari tahun 1999 sampai tahun 2003, yang terburuk pada tahun 2000. Rasio Total Debt To Total Capital, Debt To equity, Long-Term Debt To equity dan Long-Term Debt to Asset Rasio semakin mengecil yaitu dari sebesar 109,76%; 366,71%; 109,03% dan 40,51% di tahun 2000 menjadi hanya 73,16%; 88,33%; 42% dan 33,38% ditahun 2003. Hasil yang bagus ini akibat restrukturisasi hutang yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia sehingga komposisi hutang dalam permodalan dan asetnya semakin mengecil.
Berdasarkan hasil analisa Dupont didapat bahwa rasio Profit Margin-nya menjadi lebih besar daripada hasil perhitungan dengan rasio profitabilitas. Profit Margin pada tahun 1999, 2000, 2002 dan 2003 yang didapat adalah sebesar 43,5%; 9,792%; 12,311% dan 0,053%.Ini karena dalam perhitungan Dupont menggunakan faktor Asset Utilization sebagai variabel tambahan dan juga faktor Leverage Multiplier sebagai variabel tambahan dalam menghitung ROA berdasarkan ROE. Hasil perhitungan ROA juga lebih besar menjadi 34,38% ditahun 1999; 11,8% ditahun 2000; 10,162% ditahun 2002 dan 0,05% pada tahun 2003. Sedangkan untuk tahun 2001 hasil Profit Margin dan ROA nya semakin kecil karena memang pada saat itu kondisinya sudah negatif akibat net loss yang besar (130 milyar)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18193
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>