Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87543 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatma Djuwita
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sumpena
"Desa siaga merupakan salah satu program yang digulirkan Depkes.Komponen kesiapan menjadi salah satu faktor penting terhadap terlaksananya program desa siaga. Penelitian ini bertujuan mengetahui kesiapan pengembangan desa siaga di Kabupaten Konawe Selatan,dengan menggunakan desain kualitatif untuk mengetahui informasi keberadaan komponen pengembangan desa siaga. Pengumpulan data dilakukan dengan metode diskusi kelompok terarah dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari Sembilan variabel yang harus dimiliki dalam pengembangan desa siaga,baru empat variabel yang sudah dimiliki. Kesimpulannya secara umum Kabupaten Konawe Selatan belum siap untuk pengembangan desa siaga. Dinkes Kabupaten diharapkan mampu meningkatkan pengadaan sarana prasarana Poskesdes yang sudah berjalan baik dan meningkatkan kemitraan dengan pemerintah kecamatan dan desa.

Village alert was one program that published by Health Departement. The readiness component be an important factor to implementate village alert programs. The objective of this study was to identify ?the readiness in village alert development at South Konawe district?, which used a qualitative method to get more information about availability of components of village alert development. Data collected with focus group discussion and in depth interview. The findings of this study showed that the village in South Konawe just have four variables from nine variables that must been available. The conclusion was South Konawe district have not been ready for village alert development. It is recommended for Health Departement to improve Poskesdes facilities that have been going on and to improve collaboration with village and sub district government.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T41274
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Rumput laut merupakan plasma nutfah yang berperan sebagai persediaan bibit dalam kegiatan budidaya. Saat ini rumput laut telah menjadi komoditas budidaya penting di berbagai provinsi di Indonesia. Penelitian tentang rumput laut di perairan pesisir Konawe Selatan dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 dengan tujuan untuk mengetahui kepadatan rumput laut di Teluk Kolono, Konawe Selatan, Sulawesi tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei di lima stasiun pengamatan dengan jarak antara stasiun 1000 m. Transek kuadrat ditarik 100 m dari pantai tegak lurus tubir, frame 1x1m diletakkan di setiap 10 meter sampai ke tubir. Kekayaan jenis, kepadatan dan dominasi dihitung dari data lapangan yang berupa biomassa rumput laut. Enam spesies rumput laut ditemukan di lokasi penelitian. Tiga spesies dari Class Chlorophytaceae dan tiga spesies dari Class Phaeophytaceae. Kepadatan total rumput laut dari seluruh stasiun diperoleh 239,55 g/m dan padina australia memiliki kepadatan tertinggi diantara spesies lainnya yakni 37,30 g/m dengan nilai dominasi 11,69. Rumput laut bernilai ekonomis yang ditemukan di lokasi pengamatan adalah Caulerpa dan Sargassum."
OLDI 40:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasya Amalia Oliviani Putri
"Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau dengan deposit nikel laterit terbesar di Indonesia, yang berkaitan erat dengan keberadaan East Sulawesi Ophiolite (ESO). Deposit nikel laterit merupakan hasil dari pelapukan batuan ultramafik yang ditemukan pada sekuen ofiolit, sehingga mengalami pengayaan unsur tertentu pada setiap profil laterit. Penelitian mengenai hubungan antara batuan induk terhadap karakteristik deposit nikel laterit yang dihasilkan masih jarang ditemukan sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui batuan induk serta kaitannya terhadap karakteristik deposit nikel laterit yang terdapat di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara tepatnya di lapangan DS. Penelitian diawali dengan klasifikasi batuan induk berdasarkan data geokimia XRF dengan menggunakan pembelajaran mesin tersupervisi yang kemudian dilanjutkan dengan analisis petrografi dan mikro XRF pada setiap tipe batuan dasar yang ditemukan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa daerah penelitian tersusun atas batuan ultramafik harzburgit tipe 1, 2 dan 3 yang dibedakan berdasarkan komposisi mineral utama. Dari hasil analisis data XRF setiap zona, didapatkan hasil bahwa persentase nikel tertinggi ditemukan pada profil saprolit lunak pada zona harzburgite tipe tiga yang didukung oleh kondisi kemiringan lereng.

Sulawesi is one of the islands with the largest nickel laterite deposits in Indonesia, which is closely related to the existence of East Sulawesi Ophiolite (ESO). Laterite nickel deposit is the result of weathering of ultramafic rocks found in ophiolite sequences, with certain element enrichment in each laterite profile. Research on the relationship between the source rock and the characteristics of the laterite nickel deposit is still rarely found, so it is very interesting for further research. This study aims to determine the source rock and its relation to the characteristics of laterite nickel deposits in Konawe Regency, Southeast Sulawesi, precisely in the DS field. The study began with the classification of the bedrock based on XRF geochemical data using supervised machine learning which was continued with petrographic and micro XRF analysis for each type of bedrock. Based on the research results, it is known that the research area is consisted of ultramafic harzburgite rocks types 1, 2 and 3 which are differentiated based on the composition of the major minerals. From the analysis of XRF data for each zone, the result shows that the highest percentage of nickel was found in the soft saprolite profile in the Harzburgite zone type three which was supported by morphological conditions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Djoko Puguh Wibowo
"Dalam perspektif pembangunan di Indonesia, pulau-pulau kecil yang sebagian besar tersebar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) kurang mendapat perhatian yang cukup berarti. Selama ini pembangunan dititikberatkan pada pulau besar yang cenderung bersifat ekstraktif dan mempunyai resiko lingkungan cukup besar. Disisi lain kawasan pulau kecil mempunyai potensi lingkungan besar, karena ekosistem dan lingkungan laut disekitar kawasan mempunyai keragaman dan produktivitas hayati yang tinggi.
Pulau Wawonii merupakan salah satu pulau di Kabupaten Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara dan secara geografis berhadapan dengan perairan Laut Banda. Berdasarkan kedudukannya Pulau tersebut mempunyai potensi perikanan yang cukup besar, demikian pula kawasan pantai di sekelilingnya mempunyai peluang untuk pengembangan budidaya dan jasa wisata. Hal ini mendorong Pemerintah Proipinsi Sulawesi Tenggara untuk mengembangkan kawasan tersebut sebagai kawasan perikanan terpadu.
Masalah penelitian dibatasi pada analisis kebijakan untuk mengembangkan Pulau Wawonii dengan fokus analisis tentang keterlibatan pelaku (stakeholders), skenario pengembangan, masalah pengembangan serta langkah kebijakan yang diperlukan guna mengatasi berbagai kendala dalam implementasi skenario pengembangan. Tujuan penelitian adalah untuk menyusun kebijakan pengembangan Pulau Wawonii, dengan fokus menetapkan skenario pengembangan, analisis keterlibatan pelaku, masalah yang dihadapi dalam pengembangan dan alternatif kebijakan pengembangan. Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan melalui pendekatan metode Diskriptif dengan jenis Studi Kasus dan metode kualitatif. Untuk analisis data digunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan menggunakan alat bantu Expert Choice Version 9.
Dalam penelitian ini skenario yang diajukan sebagai dasar pengembangan adalah rumusan skenario hasil studi Penyusunan Agromarine yang dilakukan Puslitbang Transmigrasi sebagai berikut : (1) Skenario I adalah menekankan kegiatan utama pada penangkapan yang didukung dengan kegiatan budidaya pantai dan kegiatan pertanian, (2) Skenario II menekankan pada kegiatan utama adalah budidaya pantai dan didukung dengan kegiatan penangkapan dan kegiatan pertanian, (3) Skenario III menekankan kegiatan wisata bahari sebagai kegiatan utama yang didukung dengan kegiatan penangkapan, budidaya pantai dan pertanian.
Hasil analisis dengan pendekatan AHP yang merupakan persepsi seluruh pihak yang berkepntingan menunjukkan, bahwa Skenario I dengan nilai bobot yaitu 0.592 merupakan prioritas utama sebagai dasar untuk pengembangan Pulau Wawonii. Skenario I ini mempunyai nilai bobot lebih tinggi dibandingkan dengan Skenario II (0.278) maupun Skenario III (0.131). Dengan menggunakan Skenario I sebagai dasar pengembangan maka akan mempunyai beberapa implikasi berikut : (a) mempunyai resiko lingkungan relatif kecil, (b) mempunyai multiplier efek yang relatif besar terhadap peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan, (c) menjamin keberlanjutan usaha, (d) mempercepat proses pertumbuhan kawasan, dibandingkan dengan ke dua skenario lainnya.
Berdasarkan hasil analisis proses ke depan (Forward Process) menunjukkan, bahwa dari ke empat pelaku yang terlibat, secara hirarkhi Pemerintah Daerah (Pemda) mempunyai nilai-nilai bobot paling tinggi 0.418, Swasta (0.250), Masyarakat (0.223) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mempunyai nilai bobot paling rendah (0.110). Dari hasil proses balik (Backward Process) menunjukkan bahwa masalah utama yang menjadi kendala pengembangan adalah koordinasi pengelolaan dengan nilai bobot yaitu 0.395. Selanjutnya masalah dalam pengembangan yang perlu mendapat perhatian, secara hirarkhi adalah keterbatasan modal (0.278), lingkungan dan masalah SDM mempunyai nilai yang sama (0.163). Dari hasil perhitungan terhadap masalah pengembangan juga menunjukkan bahwa instansi yang mempunyai peran dan bertanggung jawab mengatasi masalah koordinasi adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP).
Dari hasil perhitungan dan analisis terhadap kebijakan yang perlu ditempuh seluruh pelaku untuk mengatasi masalah, prioritas utama adalah meningkatkan koordinasi pengelolaan dengan nilai bobot yaitu 0.296. Kebijakan penting lainnya yang perlu dijalankan secara hirarkhi adalah pelatihan (0.212), pembangunan sarana dan prasarana (0.210), perijinan dan fiskal (0.154), penataan ruang (0.068), dan melakukan wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap seluruh kegiatan dengan nilai 0.060.
Berdasarkan analisis terhadap potensi dan analisis kebijakan maka pola pengembangan yang diusulkan adalah : (1) Skenario kebijakan pengembangan adalah Skenario I, (2) Pengembangan usaha dilakukan melalui pendekatan agribisnis dan kemitraan dengan pola Inti - Plasma dan swasta berperan sebagai Pembina, (3) pemanfaatan ruang dengan alokasi adalah : bagian barat sebagai kawasan industri dan pelabuhan, pantai timur sebagai kawasan budidaya pantai dan darat, bagian tengah dan utara sebagai kawasan konservasi.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Untuk mengembangkan Pulau Wawonii Skenario I merupakan skenario yang diharapkan oleh seluruh pelaku, dengan pertimbangan skenario ini mempunyai resiko lingkungan relatif kecil, mempunyai efek ganda relatif besar terhadap perluasan kesempatan kerja dan pendapatan. (2) Terdapat empat pelaku yang berperan dalam pengembangan Pulau Wawonii, sedangkan pelaku yang mempunyai peran penting adalah Pemerintah Daerah. (3) Dari hasil proses balik (backward process) menunjukkan bahwa masalah utama yang dihadapi adalah terkait dengan kelembagaan yaitu lemahnya koordinasi antar pelaku-pelaku. (4) Kebijakan penting yang diperlukan untuk mengatasi masalah secara prioritas adalah meningkatkan koordinasi pengelolaan antar pelaku.
Saran dari penelitian ini adalah: (1) Untuk menjalankan kegiatan pada Skenario I perlu dilakukan melalui pendekatan agribisinis dan pola kemitraan dengan model Inti-Plasma yang meliibatkan unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. (2) Perlu dilakukan penataan ruang untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan antar pelaku maupun guna mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. (3) Perlu dibentuk organisasi pengelola pengembangan dengan menetapkan BAPPEDA bertugas sebagai kordinator perencanaan dan DKP sebagai penanggung jawab pelaksana kegiatan pembangunan.

The Policy Study of Small Islands Development (Case Study on Development Polities of Wawonii Island at Kendari District the Province of Southeast SulawesiIn the process of development of Indonesia, small islands mostly located in eastern part of Indonesia are lack of attention. So far the development centered on big islands and tended to extractive sector with high environmental risk. The small islands are about to be neglected in the development process despite they are actually having high environmental potential due to their virgin ecosystem and biodiversities.
The Wawonii Island is one of the small islands in Kendari distric, the province of Southeast Sulawesi, located in facing with Banda Ocean. The island has very high potential fisheries, and so with the coastal areas around the island. Those potential could be developed as cultivation areas as well as tourism services. This condition actually had encouraged the local government to develop the areas as an integrated fisheries development.
This research and thesis is restricted just to analyses some policies concerning with the development of Wawonii Island, especially focused on the analyses of stakeholder involvement, development scenario, implementation problems, needed strategies and stages to solve the problems and obstacles. This research is aimed to compose the policy of development of Wawonii Island covering the alternative scenario of development, stakeholders involvement, the problems emerge, and the alternative strategy of development. The research would use descriptive and qualitative method with case study approach. To analyses the primary data, the instrument of Analytical Hierarchy Process (AHP will be used with other supplementary tools of Expert Choice Version 9.
This research proposed development scenario as a base of developing Wawonii Island through agro marine system. Those scenarios are ass follows: (1) Scenario I, is stressing the main development activities on catchments by the support of coastal cultivation and agriculture activities. (2) Scenario II, is stressing the main development activities on coastal land cultivation by the support of catchments agriculture activities. (3) Scenario III, is stressing the main development activities an oceanic tourism by the support of catchments, land coastal cultivation and agriculture activities.
The research result by using of AHP approach pointed out that the scenario I (with total value of 0.592) is the main priority and becoming alternative scenario that enable the Wawonii Island to develop. This scenario is having more score value than the others indicating respectively (scenario II 0.278, and scenario III 0.131). So the main priority of development scenario for Wawonii Island is the scenario I, that is the implementation of catchments by the support of coastal land cultivation and other agricultural activities.
By using the scenario I as a base of development, the consequences emerge are; a. high rate of environmental risk b. high rate of multiplier effect for work opportunities and income rising, c. ensure the sustainable business, d. fastening the growth areas, compared with the two other scenarios.
Base on the forward process analyses, it was known that from the four stakeholders of involvement, the local government have hierarchical highest value score of 0.418, while the other stakeholders indicate that private sector 0,250, societies 0,223, and the non-government sector (NGO) having the lowest score of 0.110.
Based on the backward process analyses, it was known that that main problem becoming obstacles for development process is the coordination relationship among stakeholders, with total value score of 0.395. It was caused by something that so far there was no government instance to take in place, especially in planning and implementing the Wawonii development activities.
The problems of development, then, need to be attended hierarchically is the limit of capital which having total value score of 0.278. While the environment and human resources having value score of 0.163. From the other analyses it was known that the government instances having important role and responsibilities to solve coordination obstacles are BAPPEDA / Badan Perencanaan Pembangunan Daerah - (Regional Planning Bureau) as well as Dinas Kelautan dan Perikanan / DKP(Marine and Fisheries Sector).
Based on the analyses of what policies should be taken by the stakeholder to solve the problems, it was known that that main priority is to increase the coordination process, having value score of 0.296. Therefore the roles of Bappeda need to be improved as planning bureau. So do the Marine and Fisheries Sector as an institution responsible for the executing of the project. The other policies should be taken hierarchically are training (0.212 score), infrastructure development (0.210), permit and fiscal (0.154), spatial plan (0.068), and environmental risk assessment (0.060).
Based on the analyses of potential and supporting policies, it was known that the model of development should be proposed is the model of scenario I. The development should be carried out through (1) agribusiness and partnership approach (like Care-Plasma relationship) in which the private as patron, (2) proper land use where the west coastal side is provided for shore and industrial areas, the east coastal side as land coastal cultivation, while the central and north side as conservation areas.
From the research result, it could be summarized that (1) The Wawonii island is more appropriate to develop as suggested in scenario I. This reason is due to the low rate of the environmental risk, the high multiplier effect of work opportunity as well as the income rise. (2) There are four stakeholders having important role with the local government as main stakeholder. (3) The main problems facing in development process is concerning with the institutional and bureaucratic level, that is the lack of coordination among the executing agencies of development. By those summaries, so the suggestion could be expressed here are: (1) Take the scenario I as development approach for Wawonii island, and the scenario should be carried out through agribusiness and partnership model (core-plasma relationship) by involving the government sector, private, and the societies. (2) Plan the spatial ground areas properly, to minimize conflict and vested interest among the agencies, also for minimizing the environmental degradation. (3) Build the integrated organization executing the development, with deciding the BAPPEDA as coordinator of planning, while Dinas Kelautan dan Perikanan as the institution responsible for the development activities."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 10897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Hedwig Dewi Susilowati
1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Purnomo
"ABSTRAK
Inverse Distance Weighting (IDW) adalah salah satu metode interpolasi untuk menaksir suatu nilai pada lokasi yang tidak tersampel berdasarkan data disekitarnya. Metode ini sering digunakan dalam kegiatan eksplorasi karena dalam proses perhitungannya lebih sederhana dan mudah difahami. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran bijih limonit secara lateral dan potensi sumberdaya nikel, dengan menggunakan metode IDW untuk menaksir kadar Ni dan ketebalan zona mineralisasi. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data hasil pengebeboran prospeksi sebanyak 60 titik bor. Parameter power yang digunakan dalam proses interpolasi adalah 1, 2, 3, 4 dan 5. Untuk memilih nilai power yang terbaik digunakan parameter Root Mean Square Error (RMSE) yang diperoleh dari prosedur cross validation. Berdasarkan nilai RMSE terkecil diperoleh bahwa metode IDW dengan power 1 adalah yang terbaik. Dengan asumsi nilai cut-off grade adalah 1,2% Ni dan densitas limonit 1,6 ton/m³, hasil estimasi sumberdaya pada zona limonit adalah 151,7 juta ton bijih dengan kadar rata-rata 1,45% Ni atau setara dengan 2,2 juta ton logam nikel. Peta sebaran bijih menunjukkan bahwa potensi tambahan sumberdaya masih terbuka kearah selatan dan barat laut dari daerah penelitian."
Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (P3M) STTA, 2018
600 JIA X:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pinandhita Ardhana Suryafajar
"Lapangan Daerah Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi panas bumi. Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu, metode analisis geokimia air dan metode penginderaan jauh. Tujuan penelitian adalah menentukan daerah yang berpotensi dalam dilakukannya eksplorasi panas bumi lebih lanjut. Terdapat persebaran manifestasi panas bumi berupa air panas dan air dingin yang terdiri dari dari satu mata air dingin dan dua belas mata air panas. Pada analisis dari ketiga belas manifestasi permukaan panas bumi berdasarkan analisis geokimia air didapatkan bahwa tipe air panas bumi menunjukan tipe air bikarbonat. Sumber air panas bumi bersumber dari satu reservoir yang sama serta kondisi air panas berada di fase immature waters dan air panas berasal dari air meteorik. Berdasarkan geoindikator didapatkan zona upflow berada di titik APL-3. Pada metode penginderaan jauh mengintegrasikan antara data primer meliputi LST, NDVI, dan FFD serta data sekunder meliputi data geologi dan manifestasi permukaan. Melalui analisis tersebut, didapatkan hasil bahwa terdapat dua area potensi panas bumi. Pertama, Area potensi A terletak pada Daerah Lainea dengan koordinat UTM 459539 – 459298 mE dan UTM 9516156 – 9515231 mN serta memiliki luas 256 hektar. Kedua, area potensi B terletak pada Daerah Kaendi dengan koordinat 455202 – 455542 mE dan 9517840 – 9517577 mN serta memiliki luas 26 hektar.

Lainea Region, South Konawe District, Southeast Sulawesi Province, is one of the many areas in Indonesia with geothermal potential. This research uses two methods—water geochemistry analysis and remote sensing method. This research aims to determine which area has the potential for further geothermal exploration. Firstly, there are distributions of geothermal manifestations in the form of hot and cold springs, consisting of one cold spring and twelve hot springs, respectively. Within the analysis of these thirteen manifestations of the geothermal surface according to the water geochemistry analysis, it was found that the geothermal water consists of bicarbonate water. The geothermal water source comes from the same reservoir, and the condition of the hot spring in the immature waters phase comes from the meteoric waters. Based on the geoindicator, there is an upflow zone at the APL-3 point. Secondly, through the remote sensing method—integrating the primary data such as LST, NDVI, and FFD with secondary data such as geological data and surface manifestations. This analysis obtains that there are two potential geothermal areas. First, Potential Area A, located in Lainea Region with the coordinate UTM 459539 – 459298 mE and UTM 9516156 – 9515231 mN, covers 256 hectares of the area. Second, Potential Area B is in Kaendi Region with the coordinates 455202 – 455542 mE dan 9517840 – 9517577 mN and covers 26 hectares."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>