Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurdiansyah
"Paduan Aluminium banyak dipakai hampir seluruh aspek teknologi industri. Salah satu kerusakan yang sering terjadi dalam pemakaian paduan aluminium adalah korosi pitting dan korosi retak tegang. Kedua jenis korosi ini satu sama lain ada keterkaitan untuk bisa merusak permukaan material.
Oleh karena itu Aluminium paduan harus diseleksi untuk mengetahui efek metalurgi setelah berada pada linkungan korosif seperti air laut sebagai senyawa yang sering bersinggungan dengan beberapa jenis material terutama aluminium. Serta diberikan pembebanan secara statik pada permukaan material sesuai dengan standar ASTM G-39 tentang Preparation and Use Bent-Beam Stress-Corrosion Test Specime dengan waktu pengujian selama 504 Jam.
Metode yang dipilih adalah Two Point Loaded Speciement. Pengujian ini menggunakan holder sebagai penahan benda uji sehingga benda uji mendapat tegangan tetap. Pengamatan terjadinya korosi sumuran dapat dilakukan dengan melihat secara langsung dan juga dapat diamati dengan SEM. Uji tarik dipakai untuk mendapatkan Modulus Young benda uji agar diketahui tegangan aplikasi yang dipakai.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tegangan aplikasai dari 17,58 GPa sampai 22,92 Gpa menghasilkan diameter pitting 0,018 mm sampai 0,039 mm serta jumlah korosi pitting dari 2 sampai 9 buah.

Aluminium alloy are used almost all of domain technology industries. One failures usually to used aluminium alloy is corrosion pitting and stress corrosion crack. Two kind this corrosion have relation to can failures surface material.
Because Aluminium alloy must be selected to know effect matalurgy after on a corrosive environment for example marine liquid is compound to usually interaction with more a kind material (aluminium). And give to bending static at all of surface specimen. Type which is based on the ASTM G-39. Two point Loaded Speciment methode is selected with. This test used time for 504 Hours.
This test used Holder span which is support the specimen so that specimen received outside constant stress. Tensle stress is used to get Modulus Young value specimen so that to know applied stress.
Result of research can take conclusion are applied stress from 17,58 GPa ntil 22,92 GPa produce pitting diameter 0,018 mm until 0,039 mm and to produce 2 until 9 corrosion pitting.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21495
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bhakti Endratama
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Juliansah
"Stress corrosion cracking adalah korosi yang disebabkan oleh tegangan dan lingkungan korosif yang mendukung adanya suatu retak secara mikroskopik dan tidak dapat terdeteksi oleh mata. Korosi yang sering terjadi pada stress corrosion cracking adalah korosi polling. Dan retak yang dihasilkan adalah retak intergranular atau transgrarrular yang tertutup oleh produk korosi lain Korosi retak tegang pada almunium sering terjadi pada badcm pesawal terbang, yang telah dibentuk dan diperlakukan beniuk serla tegangan pada tekanan udara diluar atmosfer. Untuk percobaan korosi retak tegang dapal dilakukan dengan menggunakan metode benl beam melalui prosedur percobaan "AST/vf" G 39. Metode yang dipakai dalam pengujian ini adalah melode pembebanan dua titik, karena dalam metode ini lebih sederhana dan sering digunakan Untuk pengujian metnde ini digunakan penahan kayu (holder) sebagai penahan spesimen di kanan dan di kiri. Spesimen dipadang di holder dalam kondisi dilengkungkan dan diberi tegangan tetap. Dengan membentuk jarak holder sebesar 17 em, 19 em, 21 em dan 23 em sehingga didapot tegangan yang berbeda-beda. Kemudian spe3imen alwn diletakan di dalam lingkungan korosif, dalam percohaan ini linglrungan korosifyang digunakan NaCl 3,5% dalam metode sail 3pray dan celup, dan juga NaOH 0,5 gram per liter (gpJ) dan NaCI 10% dalam metode celup."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi
"Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan karena ringan, punya sifat mekanis yang cukup baik dan tahan terhadap serangan korosi. Akan tetapi pada lingkungan yang sangat korosif seperti pada lingkungan maritim ditambah dengan hadirnya tegangan, membuat sifat korosi dari logam tersebut menjadi sulit untuk diperkirakan. Selain itu besarnya tegangan juga diyakini perbengaruh terhadap timbulnya SCC. Oleh karena itu perilaku aluminium pada lingkungan yang korosif yang dikombinasikan dengan tegangan menjadi menarik untuk dipelajari. metode yang dipilih untuk engujian ini adalah two point loaded specimen karena metode ini sederhana dan efektif. Spesimen dipasang ke dalam holder yang memiliki panjang berbeda-beda sehingga akan mengalami penekukan dengan nilai tegangan yang bervariasi. Lingkungan yang dipergunakan pada percobaab ini adalah di dalam salt spray chamber dengan kandungan sodium klorida 3,5% untuk mensimulasikan lingkungan air laut. proses kerja dari pengujian dimulai dari meletakkan sampel yang telah terpasang pada holder di dalam salt spray chamber kemudian diamati perubahan yang terjadi dilihat dari korosi yang tampak. Kondisi di dalam salt spray chamber adalah tekanan 1 atm dan temperatur kamar. Pengujian kemudian dihentikan setelah berjalan selama 90 jam. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini didapatkan dengan metode perubahan berat sampel dan metalografi. Berdasarkan pengujian didapatkan bahwa semakin besar tegangan proses korosi akan semakin cepat berlangsung. Dari pengujian ini didapatkan bahwa aluminium dengan komposisi 99,41% Al; 0,09744%Si; 0,463% Fe; 0,0025% Cu; 0,010%Zn; 0,0138%Ti; dan 0,0006% In dapat menerima tegangan sebesar 0,267kg/mm tanpa menunjukkan adanya SCC."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaihan Syifa Salsabilla
"Paduan aluminium banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, terutama di bidang otomotif dan penerbangan karena keunggulannya. Aluminium bersifat ringan, kekuatan tinggi, serta densitas rendah. Namun, sifat mekanik dan ketahanan korosinya perlu ditingkatkan. Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) adalah metode terbaru untuk melindungi aluminium dengan menumbuhkan lapisan keramik oksida pada permukaannya. Dalam penelitian ini, proses PEO dilakukan pada paduan aluminium seri 1100 dan 7075-T735 dengan elektrolit campuran 30 g/Na2SiO3, 30 g/l KOH, dan 20 g/l TEA dengan rapat arus 200 A/m2 selama 6 menit. Kedua jenis seri paduan tersebut digunakan sebagai pembanding dalam proses PEO dimana seri 1100 tergolong Al murni sedangkan seri 7075 memiliki banyak presipitat. Hasil uji korosi dengan menggunakan uji elektrokimia menunjukkan bahwa sampel AA7075-T735 berlapis PEO memiliki ketahanan korosi yang paling baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai rapat arus korosi (icorr) terendah, yaitu mencapai 5,91x10-7 A.cm-2 dan loop kapasitif yang paling besar serta ketidakhadiran loop induktif pada kurva Nyquist. Dari uji hilang berat juga diperoleh hasil rata-rata hilang berat yang lebih rendah pada sampel AA7075-T735 dibandingkan dengan AA1100. Ketahanan korosi sampel berlapis PEO mengikuti perilaku substratnya. Sampel AA1100 mengalami degradasi coating yang lebih dominan daripada AA7075-T735. Hal ini berkaitan dengan porositas dan kepadatan lapisan PEO pada kedua sampel.

Aluminum alloys are widely used in various applications, especially in the automotive and aviation industries, due to their advantages. Aluminum is lightweight, has high strength, and low density. However, its mechanical properties and corrosion resistance need improvement. Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) is the latest method used to protect aluminum by growing a ceramic oxide layer on its surface. In this study, the PEO process was applied to aluminum alloys of series 1100 and 7075-T735 using an electrolyte mixture of 30 g/L Na2SiO3, 30 g/L KOH, and 20 g/L TEA with a current density of 200 A/m2 for 6 minutes. Both alloy series were used as comparators in the PEO process, with series 1100 being classified as pure Al, while series 7075 has numerous precipitates. Corrosion tests using electrochemical analysis showed that the PEO-coated AA7075-T735 sample exhibited the best corrosion resistance. This was evident from its lowest corrosion current density (icorr) value, which reached 5.91x10-7 A.cm-2 , as well as the largest capacitive loop and the absence of an inductive loop in the Nyquist curve. Weight loss tests also indicated that the average weight loss was lower in the AA7075-T735 sample compared to AA1100. The corrosion resistance of the PEO-coated samples followed the behavior of their substrates. The AA1100 sample experienced more dominant coating degradation compared to AA7075-T735, which was related to the porosity and density of the PEO layer in both samples."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Setyo Hadi Saputro
"Fenomena peok sering ditemukan pada generator uap nuklir. Hal ini disebabkan karena tegangan lokal yang tinggi dan sebagai akibatnya tekanan menggerakkan dinding tabung inconel ke dalam. Kenyataannya, terjadi tegangan lebih besar dari pada titik luluh dari paduan sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan Tegangan kerja yang tinggi dibarengi dengan lingkungan korosif. terutama hadirnya fan Cr, maka akan mempercepat terjadinya kegagalan. Korosi retak tegang merupakan bentuk korosi yang sangat berbahaya dari pada bentuk korosi lainnya karena terjadi dengan tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dilihat hanya dengan visual saja. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian terhadap ketahanan dan mekanisme korosi retak tegang pada material baja AISI 1008 dalam kondisi operasional yang disimulasikan dalam skala laboratorium. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kandla Gifari Akbar
"Pelat lambung kapal merupakan bagian konstruksi kapal yang akan mengalami kerusakan akibat serangan korosi di lingkungan air laut pertama kali. Salah satu metode pengendalian korosi pada pelat lambung kapal adalah dengan menerapkan sistem proteksi katodik, seperti menggunakan anoda korban. Akan tetapi, banyaknya pilihan anoda korban yang tersedia membuat para pemilik kapal kesulitan dalam menentukan anoda korban yang memiliki kinerja optimal untuk memproteksi struktur pelat lambung kapal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi kinerja dua produk (X dan Y) anoda korban paduan aluminium Al-Zn-In yang memiliki komposisi kimia berbeda pada pelat baja kapal AH 36 di lingkungan air laut dengan melakukan analisis pada nilai laju korosinya. Metode yang dilakukan dalam penelitian, yaitu melakukan observasi lapangan pada kapal dengan mengumpulkan data pengurangan ketebalan pelat kapal yang telah berlayar selama 2,5 tahun dan sedang menjalani pengedokan di galangan kapal. Selain itu, juga dilakukan pengujian laboratorium dengan metode weight loss dan linear polarization resistance pada spesimen uji pelat baja AH 36, dua produk anoda korban paduan aluminium Al-Zn-In yang memiliki komposisi kimia berbeda dan menggunakan elektrolit berupa air laut dengan salinitas 33,00 o/oo. Pada observasi lapangan didapati bahwa penggunaan anoda korban paduan aluminium X untuk memproteksi pelat baja lambung kapal yang telah beroperasi selama 2,5 tahun dapat menurunkan laju korosi rata-rata yang dialami pelat lambung kapal menjadi sebesar 0,108 mm/tahun. Selain itu, berdasarkan hasil pengujian laboratorium yang dilakukan, diperoleh bahwa laju korosi paling rendah dialami spesimen baja yang diproteksi dengan anoda korban paduan aluminium Y, dimana diperoleh nilai laju korosi rata-ratanya sebesar 0,1265 mm/tahun (metode weight loss) dan 0,0983 mm/tahun (metode linear polarization resistance). Kemudian, disusul pada urutan kedua oleh spesimen baja yang diproteksi dengan anoda korban paduan aluminium X, dimana didapati nilai laju korosi rata-ratanya sebesar 0,1646 mm/tahun (metode weight loss) dan 0,1982 mm/tahun (metode linear polarization resistance). Untuk laju korosi yang paling tinggi dialami oleh spesimen baja Z yang tidak diproteksi dengan anoda korban paduan aluminium, dimana diperoleh nilai laju korosi rata-ratanya sebesar 0,2138 mm/tahun (metode weight loss) dan 0,2551 mm/tahun (metode linear polarization resistance). Sehingga, dapat diketahui bahwa anoda korban paduan aluminium Y memiliki kinerja paling optimal dalam memproteksi pelat baja kapal AH 36 dari kerusakan akibat serangan korosi di lingkungan air laut.

The hull plates are part of the construction that will be damaged by corrosion attack in the seawater environment for the first time. One way to control corrosion on ship plates is to apply a cathodic protection system, such as the use of a sacrificial anode. However, the many choices of sacrificial anodes available make it difficult for ship owners to determine which sacrificial anode has the optimal performance to protect the hull plate structure. Therefore, this study aims to evaluate the performance of two products (X and Y) of the aluminium alloy sacrificial anode Al-Zn-In with different chemical compositions on the steel plate of the AH 36 ship in a seawater environment by analyzing the corrosion rate value. The method used in this research is to conduct field observations on ships by collecting plate reduction data on ships that have been sailing for 2,5 years and are undergoing docking at the shipyard. In addition, laboratory tests were also carried out using weight loss and linear polarization resistance methods on test specimens of AH 36 steel plate, two aluminium alloy sacrificial anode products Al-Zn-In which have different chemical compositions and use electrolytes in the form of seawater with a salinity of 33, 00 o/oo. On-field observations, it was found that the use of aluminium alloy X sacrificial anode to protect the hull steel plate operating for 2,5 years can reduce the average corrosion rate experienced by the hull plate to 0,108 mm/year. Based on the results of laboratory tests, it was found that the lowest corrosion rate was experienced by steel protected with aluminium alloy sacrificial anode Y, where the average corrosion rate was 0,1265 mm/year (weight loss method) and 0,0983 mm/year (linear polarization resistance method). Then, followed in second place by steel specimens protected with aluminium alloy X sacrificial anode, where the average corrosion rate values ​​were 0,1646 mm/year (weight loss method) and 0,1982 mm/year (linear polarization resistance method). The highest corrosion rate was experienced by Z steel specimens that were not protected with an aluminium alloy sacrificial anode. The average corrosion rate was 0,2138 mm/year (weight loss method) and 0,2551 mm/year (linear polarization resistance method). Thus, it can be seen that the aluminium alloy sacrificial anode Y has the most optimal performance in protecting the steel plate of the AH 36 ship from damage due to corrosion attacks in the seawater environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arif Hidayat
"Pada proses pengolahan nikel khususnya ferronickel, selain menghasilkan logam yang merupakan paduan ferronickel, juga dihasilkan terak ferronickel. Dan jika dipelajari kembali, ternyata didalam timbunan terak ferronickel ini masih banyak mengandung logam berharga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan variasi komposisi aditif kalsium oksida dan pengaruh temperatur roasting terhadap peningkatan kadar logam berharga yang dapat diekstraksi dari terak ferronickel tersebut. Terak ferronickel dan aditif kalsium oksida dicampurkan menggunakan ball mill selama 5 menit dengan variasi komposisi yang berbeda yaitu sebanyak 80:20; 40:60; dan 60:40 sebanyak 10 gram. Kemudian sampel tersebut dikompaksi menggunakan mesin kompaksi hidraulik. Lalu sampel diroasting menggunakan tube furnace pada temperatur 900oC dan 1100oC dengan holding time selama 1 jam dan laju pemanasan sebesar 10oC/min. Setelah sampel diroasting, dilakukan pengujian SEM-EDS, ICP OES dan XRD. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses roasting pada terak ferronickel yang dicampurkan dengan aditif kalsium oksida ini berlangsung lebih optimal pada temperatur roasting 1100oC dibandingkan pada temperatur 900oC. Kemudian, hasil lain yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sampel dengan komposisi 80:20 adalah sampel yang lebih optimal dalam peningkatan kadar logam berharga yang diperoleh dibandingkan sampel dengan komposisi 40:60 dan 60:40. Sehingga didapatkan kesimpulan bahwa sampel dengan komposisi 80:20 dan temperatur roasting 1100oC adalah variabel temperatur roasting dan variabel komposisi yang paling optimal untuk memperoleh peningkatan logam berharga pada terak ferronickel.

In nickel processing, especially ferronickel, besides producing metal which is a ferronickel alloy, ferronickel slag is also produced. And it turns out that in this pile of ferronickel slag still contains a lot of precious metals. The purpose of this study was to determine the effect of adding variations in the composition of calcium oxide additives and the effect of roasting temperature on increasing levels of precious metals that can be extracted from the ferronickel slag. Ferronickel slag and calcium oxide additives were mixed using a ball mill for 5 minutes with a different composition variation of 80:20; 40:60; and 60:40 as many as 10 grams. Then the sample is compacted using a hydraulic compacting machine. Then the sample is roasted using a tube furnace at 900 oC and 1100 oC with a holding time for 1 hour and heating rate of 10 oC/min. After that, SEM-EDS, ICP OES and XRD tests are performed. The results of this study indicate that the roasting process in ferronickel slag mixed with calcium oxide additives takes place more optimally at a roasting temperature of 1100 oC compared to 900 oC. Then, another result obtained from this study is that the sample with a composition of 80:20 is more optimal in increasing levels of precious metals obtained compared to samples with compositions of 40:60 and 60:40. So it can be concluded that the sample with a composition of 80:20 and roasting temperature of 1100 oC is the most optimal roasting temperature variable and composition variable to obtain an increase precious metals in ferronickel slag.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romalimora, Hire
"Korosi Retak Tegang adalah korosi yang berbeda dengan bentuk korosi lain karena terjadi dalam skala mikroskopik dan tidak dapat terdeteksi secara visual, Korosi ini lebih berbahaya karena terjadi retakan intergrumlar atau transgranular yang tertutup oleh produk korosi yang lain, Korosi retak tegang sering terjadi pada pipa baja karbon untuk menyulurkan minyak yang terkubur di dalam ranah sehingga hal ini menarik untuk dikaji lebih mendalam. Untuk penelitian korosi retak tegang dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur percobaan ASTM G 39-90 yang terdiri dari beberapa metode percobaan. Metode yang dipilih untuk pengujian ini adalah two point loaded specimen karena metode ini sederhana dan efektif Untuk pengujian metode ini digunakan holder sebagai penahan specimen. Specimen akan dipasang didalam holder yang sebelumnya spesimen telah ditekuk dengan jarak tertentu sehingga didapat tegangan. Panjang holder yang dipakai adalah 17 cm, 19 cm, 21 cm dan 23 cm sehingga didapat tegangan yang berbeda beda. Kemudian spesimen akan dilewatkan di dalam lingkungan korosif dalam hal ini Sali Spray Chamber dengan kandungan sodium klorida 3,5% yang mensimulasikan lingkungan air laut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Refai Muslih
"Studi tentang laju korosi pada baja tahan karat SUS304 dalam lingkungan air laut buatan yang dipengaruhi oleh tegangan sisa yang diukur menggunakan difraksi sinar-X metode cos- α. Korosi dalam banyak hal tidak dikehendaki. Kualitas dan penampilan benda akan berubah menurun karenanya. Salah satu pemicu korosi adalah tegangan sisa yang ada di permukaan bahan. Penelitian ini menampilkan hubungan antara tegangan sisa permukaan dengan laju korosinya. Pada penelitian ini digunakan baja tahan karat SUS 304 sebagai sampel dan air laut buatan yaitu larutan NaCl 3,5% sebagai elektrolitnya. Komposisi unsur dan fasa dari sampel didapat dengan uji Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan X-ray Diffraction (XRD). Topografi permukaan sampel diamati dengan mikroskop optik dan Atomic Force Microscope (AFM). Pengukuran tegangan sisa dilakukan pada setiap proses yang dilalui oleh sampel. Sampel uji tarik sebanyak 9 buah dipersiapkan dari pelat setebal 6 mm yang dipotong dengan wirecut. Perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa diberikan kepada sampel dengan suhu 600 ℃ selama 1 jam dan didinginkan secara alami. Permukaan sampel dihaluskan dengan amplas sampai grit 2000. Sampel-sampel dikelompokkan menjadi 3 group dan kemudian dilakukan penarikan dengan regangan (strain, ε) sebesar 1%, 2% dan 3% secara berurutan. Tegangan sisa rata-rata pada sampel setelah perlakuan panas adalah -47 MPa. Tegangan total pada sampel yang telah dideformasi 1, 2 dan 3% berturut turut adalah 295, 315 dan 328 MPa. Perendaman sampel di dalam air laut buatan selama 48 jam tidak banyak mengubah karakter permukaanya. Hal ini diperoleh dari data EIS dimana tidak dijumpai adanya semicircle yang utuh dari seluruh sampel yang digunakan. Sirkuit ekivalen yang terdeteksi adalah hambatan elektrolit (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) dan lapisan pasif permukaan sampel (CPE2) beserta dengan hambatannya berturut-turut R2 dan R3. Pengukuran potensiodinamik menunjukkan penurunan potensial korosi dari -151 mV menjadi -290mV untuk sampel tanpa deformasi dan terdeformasi 3% secara berurutan. Arus korosi meningkat seiring dengan peningkatan derajat deformasi. Dari data-data hasil eksperimen telah didapat hubungan yang jelas antara laju korosi dengan tegangan sisa permukaan yang diukur dengan metode cos-⍺.

Study of the corrosion rate of SUS304 stainless steel in an artificial seawater environment affected by residual stresses measured using X-ray diffraction cos-α method. Corrosion is in most cases undesirable. The quality and appearance of objects will change and decrease because of it. One of the triggers of corrosion is the residual stress on the surface of the material. This research shows the relationship between surface residual stress and corrosion rate. In this study, stainless steel SUS 304 was used as the test object and artificial seawater as electrolyte, namely 3.5% NaCl solution. The elemental composition and phase of the sample were obtained from Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and X-ray Diffraction (XRD) tests. The surface topography of the sample was observed with an optical microscope and Atomic Force Microscope (AFM). Residual stress measurements are carried out at each process that the sample goes through. Nine pieces of tensile test samples were prepared from a 6 mm thick plate which was cut with a wirecut. Heat treatment to remove residual stress was given to the samples at 600 ℃ for 1 hour and naturally cooled. The surface of the sample was ground with sandpaper to 2000 grit. The samples were grouped into 3 groups and then drawn with strains of 1%, 2% and 3% respectively. The average residual stress in the sample after heat treatment is -47 MPa. The total stress in the 1, 2 and 3% deformed samples were 295, 315 and 328 MPa, respectively. The immersion of the sample in artificial seawater for 48 hours did not change the surface character much. It was obtained from the EIS data where there was no intact semicircle of all the samples used. The equivalent circuits detected were the electrolytic resistance (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) and the sample surface passive layer (CPE2) along with their respective resistances R2 and R3. Potentiodynamic measurements showed a decrease in corrosion potential from -151 mV to - 290mV for 3% deformed and undeformed samples, respectively. The corrosion current increases as the degree of deformation increases. From the experimental data, a clear relationship has been obtained between the corrosion rate and the surface residual stress as measured by the cos-⍺ method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>