Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25206 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joni S. Kadir
"Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pengukuran CTDI dan dosis efektif pada 3 mesin CT dengan pengujian abdominal terhadap pasien pediatrik dan dewasa menggunakan phantom CT yang dibuat dan detector pensil CT serta electrometer RADCAL. Phantom CT dibuat berdasarkan standar US-FDA untuk CT. Pengujian Computed Tomography (CT) yang dilakukan menggunakan 2 CT phantom yang berbeda, diameter 32 cm (pasien dewasa) dan diameter 16 cm (pasien pediatrik). Pengukuran CTDI dan perhitungan dosis efektif radiasi menunjukkan bahwa terdapat dosis pasien pediatrik yang lebih tinggi signifikan dibandingkan dengan dosis pasien dewasa pada perlakuan yang sama. Hal ini menandakan pentingnya penentuan secara hati-hati parameter teknis scan dan justifikasi yang kuat terhadap penggunaan pengujian CT pada pasien pediatrik.

A study has been performed to measure CTDI and effective dose on 3 CT machines pertinent to abdominal examination to adult and pediatric patients using fabricated CT phantom and RADCAL pencil detector and electrometer. The CT phantom was tailored according US-FDA standard. Computed tomographic (CT) examinations have been performed using two different CT phantoms, 32 cm (adult) and 16 cm (pediatric) diameter. Computed tomographic (CT) examinations and radiation effective dose showed significant higher pediatric dose as compared to adult patient dose at the same examinations. This indicates the importance of careful selection of technical scan parameters and strong justification of the use of CT examination on pediatric patient."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anglin Andhika Maharani
"CT-scan abdomen merupakan opsi dalam penegakan diagnosis terkait dengan dugaan penyakit yang diderita pasien menggunakan radiasi pengion, namun resiko radiasi pada organ sensitif di sekitar area abdomen dapat menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk menunjukkan seberapa besar dosis radiasi yang diterima organ sensitif (gonad, payudara, tiroid dan mata) pada pelaksanaan pemeriksaan CT abdomen, dengan fantom rando sebagai objek pemeriksaan dan TLD rod sebagai penangkap radiasi. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan memvariasikan kV (80,120 dan 140) dan nilai pitch (4,6 dan 8). Dosis radiasi terbesar didapatkan pada gonad dengan 7,67 mGy dan terendah pada tiroid kanan dengan 0,01 mGy. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan CT-scan abdomen tidak menimbulkan efek langsung.

CT-scan for abdomen area is an examination option in diagnosis that related to patient’s disease, but the radiation risk that appears on sensitive organs near abdomen area need to be concern. Therefore, a research was done to show how much radiation dose for organs received (gonad, breasts, thyroids, and eyes) in CT-scan examination for abdomen, using rando phantom as an object and TLD rod as dosemeter. The variation of examination was done for kV (80, 120, and 140) and pitch (4, 6, and 8). The result show that gonad had received the highest radiation dose with 7,674 mGy (tube’s voltage was 140 kV, pitch 6). So, it can be concluded that examination with CT-scan did not give deterministic effect to sensitive organs."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsun
"Perkiraan nilai dosis yang diterima pasien ( CTDI ) yang langsung ditampilkan pada monitor CT setiap selesai pemeriksaan akan diketahui ketepatan nilainya dengan pengukuran langsung menggunakan pencil ion chamber dan pengukuran tidak langsung menggunakan TLD (Thermolumescence Dosimeter ) yang ditempatkan pada objek phantom dan dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang telah ditetapkan, sehingga diharapkan mendapatkan informasi nilai dosis yang sebenarnya.
Analisis variasi parameter kV, mAs, dan pitch untuk menentukan berapa rentang nilai parameter optimum untuk mendapatkan nilai dosis pasien (CTDI/mAs) yang minimum namun tidak mengesampingkan kualitas pencitraan hasil CT. Scan yang baik guna menunjang diagnosa, pengukuran langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan fantom kepala dan perut.
Pengukuran tidak langsung dengan menggunakan TLD (Thermolumescence Dosimeter ) pada menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan pengukuran langsung dengan menggunakan pencil ion chamber, dapat ditunjukkan dengan hubungan sifat kelinearan antara pitch dan dosis (CTDI/mAs).

An estimation dose (CTDI) received by the patient which is directly displayed on the CT monitor on every examination will be able to known it?s precisien by direct measurement using pencil ion chamber and the indirect measurement using TLD placed on the object (phantom) and compared with the value of dose reference, so the real dose rate will be known.
The variant analysis of kV, mAs and pitch parameters to justify the range of optimal parameter value, it is used to get the minimum patient dose rate (CTDI/mAs) while the image quality for supporting the diagnose still on the right value, directly or not directly using head and abdomen phantom.
Indirect measurement using TLD show unsignificant result if compared with the ion chamber. This value is shown by a relative variant parameter using stright pitch and dose ( CTDI/mAs).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21548
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marwazi
"Computed Tomography (CT) merupakan modalitas sinar-X untuk membuat citra organ dalam tiga dimensi. Akuisisi citra dilakukan dengan perputaran tabung sinar-X yang disertai gerakan meja, sehingga tabung mengelilingi pasien dalam bentuk spiral. Gerakan meja pasien persatu rotasi gantry dibagi lebar kolimator pada isocenter dikenal dengan pitch, yang berpengaruh pada kualitas citra maupun dosis radiasi pada pasien. Telah diobservasi profil ditribusi dosis sepanjang sumbu-Z fantom simulasi toraks in house berbentuk silinder elips dengan ukuran 28 cm × 21 cm dan panjang 22 cm. Fantom terbuat dari bahan PMMA dengan Hounsfield Unit (123,10 ± 3,96 HU) dilengkapi dengan objek simulasi paru dari gabus patah (-790,60 ± 15,55 HU), dan tulang belakang dari material teflon dengan (918,60 ± 7,35) balok dan silinder untuk tempat film gafchromic ukuran 1 cm x 25 cm. Posisi film ditandai dengan 1-9 dengan koordinat berturut turut (0, 0), (5, 0), (10, 0), (-5, 0), (-10, 0), (0, 4), (0, 8), (0,-4), (0,-8). Citra fantom diakuisisi dengan kondisi eksposi 120 kV,100 mAs dan pitch 0,8, 1,0, dan 1,5. Dosis minimum terjadi pada awal dan akhir scan untuk seluruh profil dan nilai pitch, dosis rata-rata material paru (2, 3, 4, dan 5) dalam rentang (2,49-2,90) mGy untuk pitch 0,8 dan (2,36-2,88) mGy untuk pitch 1,0, serta (2,33-2,74) mGy untuk pitch 1,5, relatif lebih rendah disbanding dengan pada jaringan lunak dan tulang. Dosis maksimum selalu terjadi di pertengahan sumbu-Z. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pitch 0,8 dan 1,0 tidak memberikan perbedaan dosis yang signifikan dan menurunkan dosis rata-rata pada pitch 1,5. Selain itu dosis maksimum tidak selalu terjadi di pertengahan sumb-z dikarenakan oleh material isotropis.

Computed Tomography (CT) is an X-ray modality for scanning organ in three dimensional images. Image acquisition is performed by rotating X-ray tube that match with table movements, there by the tube can cover patient body in a spiral scan. Patient table movements by gantry rotation divided by the width of the collimator on the isocenter is known as a pitch, which affects the image quality and radiation dose in the patient. A dose distribution profile has been observed along the z-axis of the in-house thorax phantom simulation in an elliptical cylinder form with the size of 28 cm x 21 cm and 22 cm length. Phantom is made from PMMA with Hounsfield Unit (123.10 ± 3.96 HU) was equipped with a lungs simulation object using a cork (-790.60 ± 15.55 HU), a spine using Teflon material (918.6 ± 7.35 HU), and 9 bar and a cylinder to place 1 cm x 25 cm gafchromic films. The position of the film was marked with point position 1-9 for the series of coordinates (0,0), (5, 0), (10, 0), (-5, 0), (-10, 0), (0, 4), (0, 8), (0,-4), (0, -8) cm. The phantom images was performed with an exposure condition by 120 kV, 100 mAs and pitch variations (0.8, 1.0 and 1.5). The minimum dose occured at the beginning and end of the scan for all profiles and pitch values. The average dose of lung material (2, 3, 4, and 5) in the range (2.49-2.90) mGy for pitch 0.8, (2.36-2.88) mGy for pitch 1.0 and (2.33-2.74) mGy for pitch 1.5. The dose in lung was relatively lower compared to the dose in soft tissue and bone. The maximum dose always occur in the middle of the z-axis. It can be concluded that the use of pitch 0.8 and 1.0 did not provide a significant dose difference and reduced the average dose on pitch 1.5. Moreover, the maximum dose does not always occur in the middle of the z-axis due to an isotropic material."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
T55322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Apriyani S
"Pemeriksaan yang paling tepat dalam menentukan volume jaringan lemak visceral dilakukan dengan menggunakan modalitas CT-scan. Namun karena setiap slice citra memiliki bentuk dan lokasi lemak visceral yang berbeda-beda, maka penentuan volume menjadi tidak mudah. Sehingga, Computer Aided Diagnosis (CAD) dapat dijadikan salah satu solusi untuk membantu tenaga ahli dalam pembacaan citra dan menganalisa area lemak terutama area lemak visceral pada citra abdomen dengan lebih akurat. Dalam penelitian ini, sistem CAD dikembangkan dengan menggunakan metode segmentasi Thresholding, ekstrasi ciri berbasis Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) dan klasifikasi citra lemak visceral menggunakan Multilayer Perceptron (MLP). Penelitian ini mengolah data 665 citra CT-scan abdomen dari 38 pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Data tersebut dibagi menjadi 70% citra sebagai data pelatihan dan 30% citra sebagai data pengujian. Hasil performa sistem CAD yang direpresentasikan sebagai tingkat keakurasian dengan nilai sebesar 98.73% untuk data pelatihan dan 95.58% untuk data pengujian. Selain itu, juga diperoleh informasi bahwa hasil kalkulasi volume area jaringan lemak visceral dengan nilai terbesar yaitu sebesar 1238.89 dengan tebal slice sebesar 5 mm. Sedangkan ketebalan 10 mm diperoleh volume sebesar 1072.91 Sementara untuk hasil kalkulasi volume area jaringan lemak visceral terkecil sebesar 107.57 pada ketebalan 5 mm. Sedangkan ketebalan 10 mm diperoleh volume sebesar 47.43 . Evaluasi pada proses segmentasi dilakukan menggunakan metode SSIM dengan mengahasilkan nilai rata-rata SSIM untuk keseluruhan data sebesar 0.843 pada data latih dan 0.838 pada data uji. Dari hasil penelitian ini, sistem CAD berhasil dikembangkan untuk membantu dalam proses mengestimasi volume area jaringan lemak visceral. Namun, tingkat keakurasian antara kalkulasi volume lemak visceral menggunakan sistem CAD dan software CT-scan belum dapat diperoleh dengan baik.

The most precise examination in determining the volume of abdominal fat tissue is using a CT-scan modality. However, because each slice image has a different shape and location of visceral fat, it is not easy to determine the volume. So that, Computer Aided Diagnosis (CAD) can be used as a solution to assist experts in reading images and analyzing fat areas, especially visceral fat areas on abdominal images more accurate. In this study, a CAD system was developed using the Thresholding segmentation method, feature extraction based on Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) for the identification of abdominal fat. Next, in the classification process, the visceral fat area is separated from the subcutaneous fat area using Multilayer Perceptron (MLP). This study processed data from 665 abdominal CT-scan images from 38 patients obtained from Persahabatan Hospital. The data is divided into 70% images as training data and 30% images as test data. The results of the CAD system performance are represented as the level of accuracy with a value of 98.73% for training data and 95.58% for test data. In addition, information was also obtained that the calculation of the volume of visceral fat tissue areas with the largest value of 1238.89 with a slice thickness of 5 mm. While the thickness of 10 mm obtained a volume of 1072.91 Calculation of the volume of the volume area of ​​the smallest visceral fat tissue of 107.57 at 5 mm thickness. While the thickness of 10 mm obtained a volume of 47.43 . Evaluation of the segmentation process was carried out using the SSIM method by producing an average SSIM value for the entire data of 0.843 in the training data and 0.838 in the test data. From the results of this study, a CAD system was successfully developed to assist in the process of estimating the volume of visceral fat tissue area. However, the level of accuracy between the calculation of visceral fat volume using CAD systems and CT-scan software has not been obtained properly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulianti
"Citra Cone Beam CT (CBCT) sangat berperan dalam menentukan keberhasilan verifikasi posisi pasien radioterapi, oleh karena itu jaminan kualitas sistem CBCT sangat diperlukan. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan pesawat Linear accelerator yang dilengkapi dengan CBCT dan CT Simulator GE Bright Speed Edge. Fantom Catphan® 600 dan CBCT Electron DensityTM digunakan untuk menilai kualitas dari citra CBCT dan linearitas CT Number. Sesuai dengan uji kualitas, citra pada CBCT hanya dapat membedakan kontras rendah dan kontras tinggi (udara, jaringan dan tulang).
Hasil uji ketebalan slice menunjukkan nilai yang didapat masih dalam batas toleransi ±0.5 mm. Pada uji kontras rendah bagian supra-slice untuk target kontras 1%, 0.5%, dan 0.3% nilai konstantanya sebesar 3, 2.5, dan 4.5, sedangkan pada bagian sub-slice untuk target kontras jarak 7, 5, dan 3 mm memiliki nilai konstanta 5 mm. Hasil pengujian resolusi tinggi pada CBCT dan CT Simulator adalah 3 lp/cm dan 7 lp/cm. Hasil pengujian uniformitas pada CBCT tidak memenuhi standar dari batas toleransi rata-rata CT Number tepi dan tengah kurang dari 5 HU, dan nilai setiap titik tepi dan tengah ±2 HU.

Cone Beam Computed Tomography (CBCT) image is very important in verification of patient positioning in the treatment couch radiotherapy machine so quality control of the system is required. The experiment was performed using the Linear accelerator with equipped with CBCT and CT simulator GE Bright Speed Edge. Catphan® 600 and CBCT Electron DensityTM phantom was used to evaluate the quality of CBCT and CT Number linearity. According to the image quality test, the CBCT image only be able to distinguish low contrast and high contras for air, tissue and bone.
Quantitavely, the slice thickness was in tolerance limit ±0.5 mm, low contrast with constant value of 3, 2.5, dan 4.5 for supra-slice contrast targets 1%, 0.5%, dan 0.3% whereas sub-slice targets axis lenghts for 3, 5, and 7 mm with constant value of 5 mm, the high resolution appear in 3 lp/cm and 7 lp/cm for CBCT and CT simulator, respectively. On the one hand, CBCT uniformity was out of tolerance limit with average CT number edge and central less than 5 HU, and ±2 HU for the edge and center point.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S45532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Adhitya Latief
"ABSTRAK
Pendahuluan : Perkembangan teknologi telah menghasilkan model 3-dimensi berdasarkan data CT-Scan yang mampu menyajikan data lebih informatif. Karena dapat menghasilkan bentuk seperti anatomi tubuh, maka model 3-dimensi dijadikan acuan dalam bidang rekonstruksi mandibula menggantikan peran CT-Scan.
Tujuan Penelitian: Membandingkan hasil pengukuran tebal dan tingginya symphisis mandibula pada model 3 dimensi terhadap data CT-Scan sehingga diketahui tingkat akurasinya.
Material dan Metode : 8 data CT-Scan Maksilofasial Pasien dalam bentuk DICOM (Digital Imaging and Communication for Medicine) dengan mandibula bebas defek atau hanya sebagian, dengan gigi geligi telah erupsi penuh dilakukan analisa dan pengukuran dengan piranti lunak OSIRIX pada komputer, kemudian dibuatkan 8 Model 3-Dimensi berdasarkan data DICOM dengan menggunakan mesin printing FDM (Fused Deposition Modelling) untuk dilakukan analisa dan pengukuran menggunakan kaliper digital.
Hasil : Tebal dan Tinggi Symphisis Mandibula hasil pengukuran model 3-Dimensi dan data CT-Scan berbeda, terdapat deviasi ukuran lebih kecil pada model 3 Dimensi, Nilai akurasi model 3-dimensi yang dihasilkan mesin FDM sebesar 98% dari data aslinya.
Kesimpulan : Perbandingan pengukuran ketebalan dan ketinggian tulang symphisis mandibula pada model 3 Dimensi terhadap CT-Scan memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik namun secara klinis dapat digunakan sebagai alternatif sebagai acuan rekonstruksi mandibula.

ABSTRACT
Introduction : the emerging technologies has invented 3-dimensional model based on CT-Scan data that able to present better information. Because of the similiarity to anatomy, 3-Dimensional model became guidance for mandible reconstruction, replacing the role of CT-Scan imaging.
Objective : To compare the measurements of mandibular symphisis height and thickness using 3 Dimensional model to CT-Scan data and be able to define the accuracy level of it.
Materials and Methods : 8 CT-Scan maxillofacial data in form of DICOM (Digital Imaging and Communication for Medicine) were analyzed and measured using OSIRIX software on computer, continued with production of 8 3-Dimensional model based on DICOM data using printing FDM (Fused Deposition Modelling) machine, model then analyzed and measured using digital caliper.
Result : The thickness and height of mandible symphisis from 3 dimensional model measurement compared with CT-Scan are different. Smaller deviation were measured in 3 dimensional model, the accuracy level of 3 Dimensional model made from FDM printing machine is 98% from original data.
Conclussion : The measurement comparison of mandibular symphisis height and thickness using 3 Dimensional model to CT-Scan data is statistically different but clinically 3 dimensional model could be used as alternative as mandibular reconstruction guidance.
"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emidatul Manzil
"Computed Tomography Dose Index (CTDI) merupakan konsep utama dalam dosimetri CT scan. Berdasarkan rekomendasi IAEA di TRS 457, CTDI dapat diukur di udara dan di fantom khusus CTDI. Ukuran dan massa fantom cukup besar sehingga akan menyulitkan dalam mobilisasi. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran CTDI untuk mengetahui faktor fantom pesawat Siemens Sensation 64. Faktor fantom adalah perbandingan CTDIw terhadap CTDIair. Fantom yang digunakan adalah fantom berbahan polymethil methacrylic (PMMA) berdiameter 16 cm sebagai fantom kepala dan 32 cm sebagai fantom tubuh. Detektor yang digunakan adalah Xi CT Platinum dan Xi Base Unit sebagai elektrometer. Estimasi dosis efektif dihitung berdasarkan nilai CTDIair pengukuran yang dikoreksi dengan perangkat lunak ImPACT CT Dosimetry Patient Calculator version 1.0.4. Nilai faktor fantom yang diperoleh untuk fantom kepala dan tubuh secara berturut-turut ialah 0.702 dan 0.357. Estimasi dosis efektif satu fase (rata-rata ± deviasi standar) ialah: kepala rutin 2.01 ± 0.11 mSv, kepala trauma 2.53 ± 0.16 mSv, thorak 3.4 2 ± 0.79 mSv, abdomen 5.99 ± 2.16 mSv, dan pelvis 2.12 ± 0.99 mSv. Faktor konversi DLP displai scanner terhadap dosis efektif: kepala rutin 0.0021 mSv/mGy.cm, kepala trauma 0.0022 mGy.cm, thorak 0.0182 mSv/mGy.cm, abdomen 0.0151 mSv/mGy.cm, dan pelvis 0.0118 mSv/mGy.cm.

Computed Tomography Dose Index (CTDI) is primary dosimetric concept in CT scan. Based on IAEA TRS 457 recommendation, CTDI can be measured free in air and by using phantom. Phantom size and mass are huge, thus it will complicate the mobilization. This research conducted CTDI measurement to find out the Siemens Sensation 64 phantom factor. Phantom factor is a ratio between CTDIw over CTDIair. A Polymethyl Methacrylic (PMMA) phantom was used in this research, which has 16 cm of diameter for head phantom and 32 cm of diameter for body phantom. The Xi CT Platinum detector was used in this research and Xi base unit is as an electrometer. The estimation of effective dose was calculated using CTDIair value and ImPACT CT Dosimetry Patient Calculator version 1.0.4. In this research was found out that the phantom factors are 0.702 for head phantom and 0.357 for body phantom. The estimation of effective dose for one phase (mean ± standard deviation): head routine 2.01 ± 0.11 mSv, head trauma 2.53 ± 0.16 mSv, thorax 3.4 2 ± 0.79 mSv, abdomen 5.99 ± 2.16 mSv, and pelvis 2.12 ± 0.99 mSv. DLP on scanner display to effective dose conversion factors: head routine 0.0021 mSv/mGy.cm, head trauma 0.0022 mSv/mGy.cm, thorax 0.0182 mSv/mGy.cm, abdomen 0.0151 mSv/mGy.cm, and pelvis 0.0118 mSv/mGy.cm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1242
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Efie Mariyam Nursari
"Latar Belakang: Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan massa tulang/densitas radiografik tulang dan kerusakan mikroarsi-tektur jaringan tulang. Berbagai indeks radiomorfometrik telah banyak digunakan untuk mengevaluasi tulang pada kasus osteoporosis radiograf panoramik dua dimensi. Analisis Fraktal Dimensi (FD) juga telah digunakan untuk mengidentifikasi struktur pada radio-graf dental dua dimensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan peruba-han densitas radiografik tulang rahang terkait BMD dengan menggunakan modalitas pen-citraan tiga dimensi CBCT, yang diwakili pemeriksaan indeks radiomorfometrik (CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I) dan FD value dengan memperhitungkan faktor-faktor risiko yang berpengaruh pada densitas radiografik tulang rahang di antaranya usia, jenis kelamin, jumlah gigi yang tersisa dan ketinggian tulang mandibula. Tujuan: Mengembangkan me-tode deteksi perubahan densitas radiografik tulang rahang pada kasus-kasus kedokteran gigi dengan pemeriksaan CBCT pada individu yang berisiko untuk mendeteksi osteopo-rosis. Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa 87 data set file DICOM CBCT dari pasien lansia dengan rentang usia 50-79 tahun di Klinik Radiologi Kedokteran Gigi RSKGM FKG UI dan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Penilaian indeks radio-morfometrik CTCI, jumlah gigi yang tersisa, ketinggian tulang mandibula dilakukan me-lalui panoramik rekonstruksi CBCT dengan slice thickness 30 mm. Pengukuran indeks radiomorfometrik CTMI, CTI-S, CTI-I dan FD value dilakukan pada potongan koronal mandibula di regio foramen mentale terlihat paling jelas dan jarak mesiodistal terlebar. Penilaian FD dilakukan pada dua Region of Interest (ROI) berbentuk persegi berukuran 3x3 mm pada tulang trabekular dan kortikal. Hasil: Indeks radiomorfometrik CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p=0.000) dengan FD value ROI tulang kortikal, sementara ROI tulang trabekular tidak menunjuk-kan hubungan yang bermakna. CTCI menunjukkan perbedaan bermakna dengan faktor risiko ketinggian tulang mandibula (p=0.004). CTMI menunjukkan perbedaan bermakna dengan jumlah gigi yang tersisa (p= 0.027) dan ketinggian tulang mandibula (p=0.010). Sementara FD value pada kedua ROI dan faktor risiko usia, jenis kelamin, jumlah gigi yang tersisa serta ketinggian tulang mandibula tidak menunjukkan hubungan yang ber-makna secara statistik. Kesimpulan: Penelitian ini merupakan penelitian pertama meng-gunakan modalitas CBCT yang membandingkan indeks radiomorfometrik melalui pano-ramik rekonstruksi dan analisis FD pada ROI trabekular dan kortikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran FD value pada tulang kortikal lebih dapat diandalkan dibandingkan tulang trabekular untuk mendeteksi perubahan densitas radiografik tulang rahang terkait osteoporosis.

ackground: Osteoporosis is a systemic bone disease characterized by decreased bone mass/radiographic bone density and changes in bone microarchitecture. Various radio-morphometric indices have been widely used to evaluate bone in osteoporosis cases on two-dimensional panoramic radiographs. Fractal Dimension (FD) analysis has also been used to identify structures on two-dimensional dental radiographs. This study was con-ducted to evaluate the relationship of radiographic density changes of the jawbones re-lated to BMD by using a three-dimensional imaging modality CBCT, represented by ra-diomorphometric indices (CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I) and FD value taking into account the risk factors that affect the radiographic density of the jawbone including age, gender, number of remaining teeth and mandibular bone height. Objective: To develop a method for detecting radiographic density changes of the jawbone in dental cases by CBCT ex-amination in individuals at risk for detecting osteoporosis. Methods: This study used sec-ondary data in the form of 87 DICOM CBCT file data sets from elderly patients with an age range of 50-79 years at the RSKGM FKG UI and Pondok Indah Hospital Jakarta. Assessment of the CTCI, number of remaining teeth, and mandibular bone height were performed through CBCT panoramic reconstruction with a slice thickness of 30 mm. The CTMI, CTI-S, CTI-I, and FD values were measured on the coronal section of the mandi-ble in the mental foramen region which was most clearly visible and the widest mesi-odistal distance. FD assessment was carried out in two Regions of Interest (ROI) with a rectangular shape measuring 3x3 mm in trabecular and cortical bone. Results: The radi-omorphometric indices CTCI, CTMI, CTI-S, and CTI-I showed a statistically significant correlation (p=0.000) with the FD value ROI of cortical bone, while the ROI of trabecular bone did not show a significant correlation. CTCI showed a significant difference with risk factors for mandibular bone height (p=0.004). CTMI showed a significant difference in the number of remaining teeth (p=0.027) and mandibular bone height (p=0.010). Mean-while, the FD value for both ROI and risk factors for age, sex, number of remaining teeth, and mandibular bone height did not show a statistically significant correlation. Conclu-sion: This study is the first study using the CBCT modality comparing radiomorphomet-ric indices through panoramic reconstruction and FD analysis on ROI of trabecular and cortical bone. The results showed that measuring the FD value of cortical bone is more reliable than trabecular bone for detecting radiographic density changes of the jawbone associated with osteoporosis"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahertian, Raissa Diva
"Tujuan : Menganalisa efek susu dan NaF 0,2% terhadap demineralisasi email gigi.
Metode : Mahkota 30 gigi premolar dibentuk kubus gigi. Grup A-susu dan NaF 0,2% ; Grup B-susu ; Grup C-akuabides. Setelah 3 hari perendaman dalam larutan demineralisasi, gigi di scan menggunakan micro computed tomography (micro-CT).
Hasil : MGV antara ketiga kelompok berbeda bermakna (p<0.05), kecuali antara grup A dan B. Kesimpulan: Aplikasi menggunakan susu saja menunjukkan efek protektif yang lebih tinggi terhadap demineralisasi dibandingkan dengan aplikasi susu dan NaF 0,2%.

Objective : This study is aimed to analyze the effect of milk and tea on tooth enamel demineralization.
Methods : The coronal parts of 30 extracted sound premolars were prepared into tooth blocks (6mm3). Group A- milk and sodium fluoride 0,2% ; Group B-milk ; and Group C- deionized water. After 3 days immersion in a buffered demineralization solution at pH 4.4 , micro-Computed Tomography scans were taken.
Result : The mean grey value between the three groups were statistically significant at p<0.05, except between group A and B. Conclusion: Intervention with milk only showed higher protective effect againts demineralization compared to the appllication using milk and NaF 0,2%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S44508
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>