Ditemukan 106890 dokumen yang sesuai dengan query
Napitupulu, Daniel
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T39969
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2005
TA464
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Zenkovick, V.
Moscow: Foreign Languages Publishing House, 1958
551.460 8 ZEN s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Gustriyansyah
"Teknik Akuisisi Ocean Bottom Cable (OBC) diperkenalkan untuk memenuhi keterbatasan streamer untuk menghadapi daerah dangkal maupun larangan menggunakan bentangan streamer dengan panjang tertentu dan batasan kapal navigasi seismik dengan ukuran yang tertentu juga. Receiver OBC dibentang di dasar laut sangat rentan dengan gangguan dari receiver ghost dan juga peg-legs ketika kedalaman air laut mencapai 10 m. Tetapi jenis gangguan ini dapat dilemahkan dengan menggunakan teknik dual summation.
Sederhananya, ada perbedaan antara kedua respons yang harus disamakan sebelum menggabung kedua sensor, perbedaan yang paling utama berasal dari faktor coupling dari kedua sensor dan juga repetisi dari penjalaran gelombang yang terjadi diantara dasar laut dan muka laut. Metode yang biasa digunakan untuk menyelesaikan perbedaan ini mengkalibrasi kesamaan operator, tetapi metode ini tidak berjalan baik pada beberapa projek OBC di Indonesia belakangan ini. Hasil yang lebih optimal didapatkan ketika sensor coupling sudah ditingkatkan pada fase akuisisi. Dengan menganggap respon masing-masing sensor telah dikalibrasi dan disamakan dengan menghasilkan wavelet, penyamaan amplitude adalah problem berikutnya yang harus diselesaikan, karena kedua sensor tidak merekam parameter yang. Metode yang biasa digunakan seperti Automatic Gain Control (AGC) atau seperti yang diperkenalkan oleh Fred Barr atau Robert Soubaras untuk menyelesaikan masalah ini tidak berjalan dengan baik pada data thesis ini.
Thesis ini memperlihatkan sedikit pengembangan dari model awal yang diperkenalkan Fred Barr, melihat perbedaan antara kedua sensor dan juga teknik berdasarkan analisa hodograph untuk menyelesaikan masalah penyamaan amplitude, yang bekerja cukup baik pada data thesis ini dengan menggunakan window dimana ghost dan sinyal tidak berinterferensi secara kuat.
Ocean Bottom Cable (OBC) acquisition techniques were introduced to fulfill streamer limitation on facing shallow obstacles prohibiting usage of long streamer strings and navigation of seismic boats of significant size. OBC receivers being set at the sea floor are subject to strongly damaging receiver ghosts and peg-legs when water depths more than 10m. Fortunately, this kind of strong and very polluting multiples can be efficiently attenuated by dual sensor summation technique. Practically, there are differences between the two responses, which must be balanced before combining both sensors. The most significant differences are coming from sensor coupling and a multitude of oblique water arrivals bouncing in the water layer. Standard methods to solve the coupling differences are based on matching operator calibration, but these methods have worked pathetically at least for the OBC projects of the last years in Indonesia. Results shows good improvement when sensor coupling is enhanced during the acquisition phase. By assuming that the responses have been calibrated to present similar aspect and generating wavelet, amplitude matching is the next issue that should be solved, because the two sensors do not record the same parameters. Standard methods as simple Automatic Gain Control (AGC) or as introduced by Fred Barr or Robert Soubaras to deal with this issue did not work perfectly on this data sets. This thesis presents a small extension of the initial model introduced by Fred Barr, allowing to explicit the differences between the two sensors responses and a technique based on hodograph analysis to solve amplitude balancing issue, that worked satisfactorily for this data set."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29638
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Madioti
"Abu dasar merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran baru bara. Penggunaan abu dasar sebagai bahan dasar dapat membantu peningkatan produksi beton geopolimer dan juga mengurangi limbah abu dasar serta mengurangi polusi udara yang bersumber dari pembuatan semen portland umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pemanfaatan campuran pasir dan abu dasar sebagai pengganti agregat halus terhadap sifat mekanis mortar geopolimer dengan memanfaatkan metode pencampuran basah. Penelitian ini memiliki 3 fasa yang terdiri dari penelitian pada material penyusun, pasta geopolimer, dan mortar geopolimer. Pada pembuatan pasta geopolimer dengan perbandingan 20%, 30%, dan 40% aktivator terhadap abu terbang; lalu diuji kemampuan menahan beban menggunakan beban tetap. Hasil pengujian menunjukkan pasta geopolimer dengan kadar aktivator 40% memiliki kemampuan menahan beban yang lebih baik dibandingkan pasta geopolimer dengan kadar 20%. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan mortar geopolimer dengan perbandingan pasir dan abu dasar, variasi rasio air, dan variasi umur tekan. Hasil penelitian mortar menunjukkan mortar dengan kadar lebih dari 37,5% memiliki nilai kuat tekan sekitar 8 Mpa hingga 9 Mpa. Penelitian variasi kadar air menunjukkan peningkatan kadar air mengakibatkan penurunan nilai kuat tekan. Penelitian terkait faktor umur menunjukkan peningkatan kuat tekan hingga 68,3% sebanding dengan tingkat kebasahan mortar.
Bottom-ash is one of waste produced from coal combustion process. Bottom-ash utilization as raw material can help increasing production of geopolymer concrete and reducing bottom-ash waste and air pollution from ordinary portland cement production process. This research aim is to observe the effect of sand and bottom-ash mixture as fine aggregate on mechanical properties of geopolymer mortars using wet mix methods. This research includes 3 phase which include research on raw material, geopolymer paste, and geopolymer mortars. On making process of geopolymer paste with (20%, 30% and 40%) of activator to fly-ash, then assessed using fixed load. The result showed the geopolymer paste with 40% activator ratio have more strength to hold load than geopolymer paste with 20% activator ratio.Next, continued on geopolymer mortars making with ratio variation of sand and bottom-ash, water ratio variation, and age factor. The research result showed mortars with bottom-ash ratio more than 37,5% have similar compressive strength around 8 Mpa to 9 Mpa. Research about water ratio variation showed increased water content causing reduced compressive strength. Research about age factor showed incresing compressive strength upto 68,3% proportional to mortar dampness."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anand, R.P.
India: Thomson Press Limited, 1975
341.448 ANA l
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Nurul Maulana
"Energi listrik adalah energi yang sangat vital bagi semua umat manusia di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan kaya dengan potensi energi lautnya. Energi laut yang cukup potensial di Indonesia adalah energi gelombang laut karena Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dan luas daerah dua pertiga bagian adalah lautan serta gelombang laut yang tidak pernah berhenti sepanjang hari dengan ketinggian yang cukup tinggi 0,5 m - 4m . Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut PLTGL mampu memanfaatkan energi gelombang laut dikonversi menjadi energi listrik.
Generator linear merupakan alat yang dapat mengubah energi mekanik gerakan linear menjadi energi listrik. Metode yang digunakan penulis yaitu mempelajari dasar teori tentang gelombang laut dan generator linear, melakukan studi literatur tentang pengaplikasian teknologi konversi energi gelombang laut, dan merancang sistem PLTGL generator linear dengan konfigurasi vertikal.
Hasil dari penelitian ini adalah purwarupa sistem PLTGL dengan tegangan rata-rata hubung terbuka maksimum sebesar 3,77 V, daya maksimum sebesar 0,16 W dan efisiensi daya keluaran maksimum sebesar 7,77 pada keadaan amplitudo gelombang 4 cm dan periode gelombang 1,5 detik.
Electrical energy is a very vital energy for all people around the world including Indonesia. Indonesia as an archipelago country is rich of its sea energy potential. The sea energy which is potential enough in Indonesia is sea wave energy because Indonesia has the second biggest coast line in the world, and two third of its area is the sea with sea waves that never stop all day with a quite high altitude 0.5 m ndash 4 m . Ocean Wave Power Plant can harness the sea wave energy and convert it to electrical energy. Linear generator is a device that can convert mechanical energy of linear movement into electrical energy. The method used by the author is studying the fundamental theory about sea wave and linear generator, conducting literature study about the application of sea wave energy conversion technology, and designing SWPP linear generator system with vertical configuration. The result of this research is a prototype of SWPP system with average open circuit voltage of 3,77 V, maximum power of 0,16 W, and output power efficiency of 7,77 during the condition while wave amplitude of 4 cm and wave period of 1.5 second."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S70155
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Kronmiller, Theodore G.
London: Oceana Publications, Inc, 1980
341.448 KRO l
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2000
S28502
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Salman Arrifqy
"
ABSTRAKLembaga Keuangan Mikro(LKM)dihadapkan dengan double-bottom line, dimana disatu sisi harus memberikan layanan terhadap masyarakat miskin, dan disaat yang sama harus sustain secara finansial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan dari tercapainya double-bottom line yang dihadapi microfinance secara bersaman. Penelitian ini menggunakan data dari 126 LKMdari 42negara. Dengan menggunakan pendekatan logistic, penelitian ini menemukan bahwa tercapainya double-bottom line yang dihadapi microfinance secara bersamaandipengaruhi oleh aspek capital, efisiensi, resiko, ukuran, profit orientation,lendingmethodology, status lembaga, aspek regional,faktor eksternal seperti kondisi krisis, sertafaktor makroekonomi sepertitingkat inflasi, sedangkan GDP growth menunjukan hasil yang tidak signifikan.Untuk memperkaya perspekif dan membuat pemahaman yang lebih komprehensif, penelitian ini juga menambahkan komparasi peforma LKM di negara OIC dan non-OIC dalam pembahasan.
ABSTRACTMicrofinance is faced witha double-bottom line, which on one hand must provide services to the poor, and at the same time must be financially sustainable. This study aims to determine the determinants of achieving a double-bottom line faced by microfinance together. This study uses data from 126 microfinance from 42countries. Using a logistic approach, this study found that the achievement of the double-bottom line faced by microfinance simultaneously was influenced by aspects of capital, efisiensi, resiko, ukuran, profit orientation, lending methodology, status lembaga, regional aspects, external factors such as crisis conditions, as well as macroeconomic factors such as inflation rates, while GDP growth shows insignificant results. To enrich perspectives and make understanding more comprehensive, this research also adds an comparation between microfinance performance in OIC and non-OIC countriesto the discussion."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library