Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173866 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Umikalsum
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safran Yusri
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S31140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfinul Azhar S.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadly Muhammad
"Penelitian ini memiliki beberapa tujuan; untuk mengetahui jumlah populasi dan spesies penyu bersarang, untuk mengetahui karakteristik habitat peneluran penyu mencakup vegetasi dan untuk mengetahui ancaman antropogenik berupa sampah. Tanjung Binerean merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial terutama untuk perlindungan burung maleo. Pantai berpasir putih yang membentang sepanjang 3 km tersebut juga menjadi kawasan peneluran bagi penyu. Terdapat empat spesies penyu yang tercatat pernah bertelur di kawasan tersebut, yaitu penyu lekang, penyu sisik, penyu belimbing dan penyu hijau. Penelitian yang dilakukan selama 3 bulan dari bulan September sampai Desember 2020 menunjukkan hanya 1 penyu yang mendarat yaitu penyu lekang dengan jumlah telur 103 butir dengan karakteristik sarangnya sebagai berikut, yaitu kedalaman 46 cm dan diameter 15 cm, suhu tanah 28,8℃, pH 5,8, kelembapan 98% dan jarak sarang dengan air laut 7,8 m. Rata-rata suhu Tanjung Binerean pada tahun 2020 sebesar (28,4℃ ± 1,71). Analisis vegetasi Tanjung Binerean menghasilkan nilai indeks keanekaragaman (H’) sebesar H’=3,06. Nilai INP untuk jenis vegetasi pohon yang paling tinggi dimiliki oleh Cocos nucifera dengan nilai INP 59. Sedangkan untuk jenis vegetasi lower crop nilai INP terbesar dimiliki oleh Ipomoea pes-caprae yaitu sebesar 30. Total berat sampah yang didapatkan sebanyak 65,2 kg. Jumlah sampah terbanyak adalah jenis sampah plastik sebanyak 1023 dari total 1485 pieces (69%).

This research has several objectives; to determine the number of nesting populations and species of turtles, to determine the characteristics of turtle nesting habitat including vegetation and to determine anthropogenic threats in the form of marine debris. Tanjung Binerean is part of the Essential Ecosystem Area, especially for the protection of maleo birds. The 3 km long white sandy beach is also a nesting area for turtles. There are four species of sea turtles that have been recorded as having laid their eggs in the area, namely the olive ridley turtle, hawksbill turtle, leatherback turtle and green turtle. Research conducted for 3 months from September to December 2020 showed only 1 turtle landed, namely the olive ridley turtle with 103 eggs with the following nest characteristics, namely 46 cm depth and 15 cm diameter, soil temperature 28.8 ℃, pH 5.8, humidity 98% and the nest distance from sea water is 7.8 m. The average temperature of Tanjung Binerean in 2020 is (28.4 ℃ ± 1.71). Tanjung Binerean vegetation analysis produces a diversity index value (H ') of H' = 3.06. Cocos nucifera had the highest IVI value for tree vegetation with an IVI value of 59. Meanwhile, Ipomoea pes-caprae had the highest IVI value for lower crop vegetation, namely 30. The total weight of waste obtained was 65.2 kg. The highest amount of waste is plastic waste, amounting to 1023 of a total of 1485 pieces (69%)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Herda P.
"There are seven species of marine turtles known throughout international waters. These are Loggerhead turtle/Caretla carelta (Linnaeus, 1758), Green turtle/Chelania mydas (Linnaeus, 1766), Kemp's ridley turtlell.epidochelys kempii (Garman, 1880), Olive ridley turtle/1,epidochelys olivacea (Eschscholtz, 1829), Flatback turtle/Natator depressus (Garman, 1880), and Leatherback turtle/Dermochelys coriacea (Vandelli, 1766).
In Indonesian waters, there are six species of marine turtles. Kemp's ridley turtle is the only species from the above, which is not found.
The status of the Olive ridley turtle in the Red DataBook-IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) is 'Endangered'. CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Flora and Fauna) categorizes this species in `Appendix I' meaning that the trading of this animal should be limited. In Indonesia, the Olive ridley--along with the Leatherback, Hawksbill, Flatback and Loggerhead turtle--is listed as a protected species, while the Green turtle is the only turtle species not protected by regulation.
Compared with other species of turtle, there is still lack of documentation concerning the Olive ridley turtle in Indonesia. So far, there is still relatively little publication about this species. The main reason is probably because of the limited knowledge of the Olive ridley nesting beach's location. For this reason, research was conducted at Pantai Marengan, in Alas Purwo National Park (Alas Purwo NP), Banyuwangi, East Java. This is one of the few known nesting sites of the Olive ridley turtle in Indonesia.
The aim of the research was to investigate the nesting of the Olive ridley turtle. A study of morphometrics and captive program in Alas Punvo NP was also made as part of the research. It is hoped that, the results will be useful for the conservation of the turtle and its habitat.
The research was performed during the turtle's nesting season, between March and October 1995. During this period, one hundred and sixty-two (162) nests were found. The peak of activity occurred in July, when fifty-one (51) nests were located. The average clutch size was one hundred and four (104) eggs per nest. On average, the nests were located 5.8 m (SD = 6.7) from vegetation and 18.5 m (SD = 11.5) from the highest high tide mark. The morphometric study of thirty (30) nesting turtles showed that the average curved carapace measurements were 67.5 cm in length (SD = 3.2) and 66.7 cm in width (SD 3.9). The results of carapace measurements showed that the carapace length positively correlated with carapace width, i.e., as the carapace length increase, so the carapace width will also increase. No correlation was found between carapace length and the number of eggs in each clutch. There was also no correlation found between the number of eggs laid and the time used for nesting activity.
The captive program of Olive ridley turtle in Alas Purwo NP was set-up in 1989. The survival percentage of hatchlings from semi-natural hatching recorded during the 1995 season was 83.7 %. The highest hatching death rate (45.3 %) occurred in August, when temperature in the rearing container fell to 20"C.
According to the secondary data, during the 1984/1985 nesting season, only three (3) nesting sites of the Olive ridley turtle were found in Alas Purwo NP. In the period between April and June 1996, however, one hundred and sixty-nine nesting sites were located. Is population of the Olive ridley turtle increasing within the Alas Purwo NP? The question can only be answered more accurately by tagging of individual animals and monitoring the species over a longer term."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T2703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmizal
"Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif (MPA) dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di desa Pulau Medang dan desa Limbung, Kecamatan Senayang dan Lingga. Penelitian ini penting mengingat semakin terpuruknya kondisi masyarakat nelayan di kawasan tersebut yang merupakan dampak dari kerusakan ekosistem terumbu karang di kawasan tersebut. Penelitian ini di fokuskan pada desa Pulau Medang di Kecamatan Senayang dan desa Limbung di Kecamatan Lingga berkaitan dengan program Coremap yang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun demikian, proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan program Coremap melalui program Pengembangan MPA, apakah dalam prosesnya sudah benar-benar mampu membawa perubahan di dalam masyarakat nelayan bagi peningkatan pendapatan mereka. Untuk itu, perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis proses pemberdayaan melalui program Pengembangan MPA tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskripif yang diperoleh melalui proses studi kepustakaan, wawancara dengan informan, dan observasi lapangan. Selama dilakukan penelitian, pemilihan informan dilakukan dengan snowball sampling, dimana informan yang ditemui pertama akan memberikan informasi kepada peneliti menyangkut informan yang dapat ditemui berikutnya yang tentunya dianggap memiliki informasi yang di butuhkan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan program pengembangan MPA, kehadiran dan manfaatnya dirasakan masyarakat. Namun demikian, masih juga terdapat penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pihak pengelola ataupun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengelolaannya. Bahkan terdapat kecenderungan LSM sebagai pelaksana kontrak PBM di lapangan lebih mengedepankan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan masyarakat sasaran.
Oleh karena itu, pihak pengelola harus tetap berpegang pada tujuan awal program yang lebih memprioritaskan keberpihakan kepada masyarakat, sehingga upaya peningkatan pendapatan nelayan dapat berjalan dengan baik. Selain itu, peran community worker harus dapat lebih dioptimalkan, khususnya peran mereka dalam melakukan animasi sosial dan menyampaikan informasi yang benar dan efektif kepada masyarakat, maka partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan yang dikembangkan bagi peningkatan pendapat mereka akan meningkat. Disamping itu, LSM harus mampu bekerja secara profesional dan independent, dan tidak semata-mata mementingkan kepentingan mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wid Hidayat
"Bantuan keuangan pusat kepada pemerintah daerah mendominasi porsi penerimaan daerah, dan karena itu memainkan peranan penting dalam sistem hubungan keuangan pusat daerah. Pengalaman praktek di beberapa negara menunjukkan bahwa pemberian bantuan keuangan pusat dapat memperbesar diskresi dalam menentukan penggunaan dana bantuan pusat sehingga dapat meningkatkan kemampuan pembiayaan pemerintah daerah.
Penelitian ini dimaksudkan hendak mengklarifikasikan diskresi keuangan yang dimiliki pemerintah daerah tingkat II dalam menentukan penggunaan dana bantuan pusat dan hubungannya dengan upaya meningkatkan kemampuan pembiayaan pemerintah daerah dalam pengeluaran. Untuk itu akan dikaji sampai sejauh mana bantuan keuangan pusat memberikan keleluasaan sehingga pemerintah daerah tingkat II dapat mengambil keputusan sendiri terhadap penggunaaan dana bantuan pusat untuk membiayai kepentingan masyarakat daerah setempat.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan studi kasus di tiga kabupaten daerah tingkat II, yaitu: Badung, Sidoarjo dan Kepulauan Riau.
Gambaran singkat hasil penelitian menunjukkan bawwa alokasi dana bantuan keuangan pusat lebih mengarah kepada upaya pencapaian sasaran-sasaran nasional yang sifatnya sektoral-departemental yang diterapkan secara kaku sehingga secara keseluruhan diskresi yang dimiliki pemerintah daerah tingkat II dalam menggunakan dana Inpres bantuan pusat relatif kecil. Namun, tampak perbedaan antara tiga daerah tingkat II yang diteliti. Di Kabupaten Daerah Tingkat II Sidoarjo dan di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung yang lebih mapan, pemerintah daerah memiliki tingkat diskresi yang lebih besar mengingat sumber pendapatan daerahnya sendiri relatif besar dibandingkan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Riau.
Untuk lebih memberikan keleluasan dan ruang gerak yang lebih besar kepada pemerintah daerah tingkat II maka pedoman dan petunjuk penggunaan dana harus lebih dilonggarkan sehingga pemerintah daerah dapat lebih fleksibel mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat setempat.
Sementara menunggu lahirnya peraturan perundangan hubungan keuangan pusat daerah yang baru, Bappenas, Departemen Keuangan, dan Departemen Dalam Negeri, perlu mengambil langkah kebijakan pemberian diskresi keuangan yang lebih besar terutama kepada daerah-daerah tingkat II yang dijadikan daerah percontohan dan daerah-daerah tingkat II lainnya yang pendapatan daerahnya sendiri di bawah 20 persen dari total penerimaan APBD."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S4792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>