Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227332 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tracy Tania
"Pertanggungjawaban pimpinan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pidana dimana seorang pimpinan dianggap bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya. Pertanggungjawaban pimpinan pertama kali diterapkan di dalam kasus tindak pidana internasional di dalam kasus Yamashita dan saat ini telah dikodifikasikan ke dalam banyak konvensi seperti Statuta International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, Statuta International Criminal Tribunal for Rwanda, dan Statuta Roma serta diterapkan di berbagai kasus tindak pidana internasional. Di Indonesia, konsep pertanggungjawaban pimpinan diatur di dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan telah diterapkan di dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti di Timor-Timur. Tulisan ini mencoba membandingkan penerapan konsep pertanggungjawaban di tingkat internasional dan di Indonesia.
Superior responsibility is a form of criminal responsibility where a superior is held responsible for the criminal conduct of his subordinate. Superior responsibility was firstly applied in the Yamashita case and now has been codified in numerous conventions including the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia Statute, International Criminal Tribunal for Rwanda Statute, Rome Statute, and applied in various international criminal cases. In Indonesia, superior responsibility is regulated under Law No. 26 of 2000 on the Human Rights Tribunal and has been applied in human rights violation cases, such as the one in East Timor. This writing is trying to compare the implementation of superior responsibility on International and Indonesian level."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmahanto Juwana
"Commander's responsibility as a legal concept has been adopted in the Indonesian legal system. The term commander's responsibility has a specific definition, however the concept has not been comprehended well enforcement agency. In Abilio 's ,v case, for example, there has been misinterpretation of the concept. The concept of commander's responsibility under international law has been confused with superior responsibility under administrative law. The article intends to clarity the understanding of the concept and haw it was implemented in the Abilio's case."
2004
JHII-1-4-Juli2004-735
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Bahreisy
"Perkembangan pertanggungjawaban pidana sebagai pelaku tindak pidana adalah sesuai dengan tujuan dan fungsi hukum untuk memberikan sarana perlindungan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat, sebab kecenderungan melakukan pelanggaran hukum untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya telah menjadi realita masyarakat. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya, penyiaran radio merupakan salah satu bagian dari Telekomunikasi. Perizinan adalah hal utama dari pengaturan mengenai penyiaran.Dalam rangka daur proses pengaturan penyiaran, perizinan menjadi tahapan keputusan dari negara (melalui KPI) untuk memberikan penilaian (evaluasi) apakah sebuah lembaga penyiaran layak untuk diberikan atau layak meneruskan hak sewa atas frekuensi. Dengan kata lain, perizinan juga menjadi instrumen pengendalian tanggungjawab secara kontinyu dan berkala agar setiap lembaga penyiaran tidak menyimpang dari misi pelayanan informasi kepada publik. Dalam sistem perizinan diatur berbagai aspek persyaratan, yakni mulai persyaratan perangkat teknis (rencana dasar tekhnik penyiaran dan persyaratan tehnis perangkat penyiaran, termasuk jaringan penyiaran), proses dan tahapan pemberian, perpanjangan atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran."
Universitas Dharmawangsa, 2016
330 MIWD 49 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Purnomo
"Nama : Sheila PurnomoProgram Studi : Magister Ilmu HukumJudul : Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability Dalam Kasus Kerusakan Terumbu Karang Oleh Kapal MS Caledonian Sky Ditinjau Dari Hukum Lingkungan InternasionalDalam Strict liability seseorang bertanggung jawab kapanpun kerugian timbul. Hal ini berarti bahwa: Pertama, para korban dilepaskan dari beban berat untuk membuktikan adanya hubungan kausal antara kerugiannya dengan tindakan individual tergugat; Kedua, para ldquo;potential polluter rdquo; akan memperhatikan baik tingkat kehati-hatiannya level of care , maupun tingkat kegiatannya level of activity . Dua hal ini merupakan kelebihan strict liability. Konsep pertanggungjawaban mutlak juga dapat diberlakukan kepada badan hukum dan/atau perusahaan/korporasi dan/atau negara.Peneliti mengambil contoh kasus kerusakan lingkungan laut yang saat ini menarik perhatian adalah kerusakan terumbu karang di wilayah perairan Raja Ampat, Papua Barat yang disebabkan oleh kandasnya kapal pesiar Inggris MS Caledonian Sky yang dinakhodai oleh Kapten Keith Michael Taylor di perairan Raja Ampat, Papua Barat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang seluas 18.882 m2. Latar belakang terjadinya kasus kandasnya kapal diperkirakan karena kelalaian nahkoda kapal, disamping itu juga, sistem tata keamanan kelautan Indonesia yang lemah menjadi faktor pemicu terjadinya kasus ini. Konsep pertanggungjawaban mutlak dapat diberlakukan kepada badan hukum dan/atau perusahaan/korporasi yang menaungi kapal pesiar MS Caledonian Sky atas kerusakan yang terjadi pada terumbu karang di wilayah perairan Raja Ampat. Penelitian tentang Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability. Metode penelitian tesis ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini sebagian besar memanfaatkan dokumen-dokumen internasional dan sumber-sumber tertulis yang memuat informasi sekunder yang memuat mengenai pertanggungjawaban. Dalam ganti rugi yang dapat dimintakan ke perusahaan pemilik kapal inilah prinsip strict liability dapat diterapkan oleh pemerintah Indonesia sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang lingkungan hidupnya. Kata Kunci : Korporasi, Tanggung Jawab, Caledonian Sky, Lingkungan
ABSTRACTName Sheila PurnomoStudy Program Magister Ilmu HukumTitle Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability Dalam Kasus Kerusakan Terumbu Karang Oleh Kapal MS Caledonian Sky Ditinjau Dari Hukum Lingkungan

Internasional In Strict liability a person is responsible whenever losses arise. This means that First, the victims are released from a heavy burden to prove a causal relationship between their losses and the actions of the individual defendant Secondly, the potential polluters will pay attention to both their level of care, and their level of activity. These two things are excess strict liability. The concept of absolute liability can also be applied to legal entities and or companies corporations and or countries.Researchers take the case of marine environmental damage that is currently attracting attention is the destruction of coral reefs in the territorial waters of Raja Ampat, West Papua caused by the crash of British cruise ship MS Caledonian Sky who was captained by Captain Keith Michael Taylor in the waters of Raja Ampat, West Papua causing damage coral reef ecosystem of 18,882 m2. The background of the case of shipwreck is estimated due to negligence of the ship 39 s captain, besides that, the weak Indonesian marine security system becomes the trigger factor for this case.The concept of absolute liability can be applied to legal entities and or corporations that shelter MS Caledonian Sky cruises on damage to coral reefs in Raja Ampat waters. Research on Corporate Responsibilityiability Against Implementation of Strict Liability Principles. The method of this thesis research is normative law research.This research mostly draws on international documents and written sources containing secondary information that includes accountability. In the compensation that can be requested to the company owner of the ship is the principle of strict liability can be applied by the Indonesian government in accordance with those set in the laws of the environment. Key Word Corporate, Responsibility, Caledonian Sky, Environment "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gitawati Setianingrum
"Permasalahan yang dihadapi dunia usaha tidak lagi hahya masalah maksiMalisasi laba, efisiensi, produktivitas dan daya saing, tetapi juga masalah lingkungan dan kepedulian terhadaw pihak-pihak lain yano terkait. Perusahaan dituntut accountable tidak hanya bagi pemilik, tetapi juga terhadap publik. Akuntansi sebagai salah satu alat proses pengambilan keputusan harus dapat mengantisipasi semua itu. Akuntansi Pertangoungjawaban Sosial berusaha untuk mengembangkan-metode baru yang lebih baik untuk mengukur kinerja ekonomi dan sosial. Penelitian dilakukan dengan maksud untuk melihat sampai sejauh mana perkembangan konsep Akuntansi Pertanggungiawaban Sosial ini di indonesla, khususnya di suatu perusahaan manufaktur yang rentan terhadap pencemaran lingkungan. Metode penelitian berupa studi literatur dan survei lapangan ke perusahaan yang bersangkutan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk keterlibatan sosial perusahaan itu berbeda-beda, tergantung dari masing-masing lingkungan sosial, bentuk, sifat dan keadaan masyarakat di mana perusahaan itu berada. Perbedaan persepsi dan kesadaran perusahaan dalam memenuhi tanggungjawab sosialnya itu mengakibatkan timbulnya beragam metode pengukuran dan penyajian laporan pertanggungjawaban sosial. Pada studi kasus perusahaan tekstil Unitex, nampaknya perusahaan tersebut telah berusaha untuk memperhatikan dan menyajikan dalam iappan keuangannya berbagai aspek tanggungjawab sosialnya. Sebagai saran dapat diusulkan bahwa penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial di Indonesia hendaknya diusahakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Standar pengukuran dan pelaporan sebaiknya tidak jauh berbeda dengan proses pengukuran laporan keuandan konvensional, agar praktis dan mudah dibuat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Puspita
"ABSTRAK
Direksi sebagai organ Perseroan wajib melaksanakan pengurusan Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Permasalahan timbul apabila keputusan Direksi dalam pengurusan Perseroan membawa kerugian bagi Perseroan. Sistem korporasi common law mengenal norma nir-pertanggungjawaban Direksi yang menetapkan bahwa Direksi tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan dalam pengurusan, apabila tindakan Direksi tersebut didasari atas itikad baik dan sifat hati-hati. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah norma nir-pertanggungjawaban Direksi menurut pendapat para ahli dan dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan pengimplementasian norma nir-pertanggungjawaban Direksi pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 102 PK/Pid/2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian adalah deskriptif. Dalam penelitian ini, bahan pustaka merupakan data dasar sebagai data sekunder. Metode pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan. Alat pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen yaitu penelusuran literatur. Metode analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasal 97 ayat 5 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 55 ayat 3 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-45/PM/2004 tentang Peraturan Nomor IX.I.6 mengenai Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik angka 5 telah mengakui norma nir-pertanggungjawaban Direksi. Dalam kasus PT. Jasa Alam Sejahtera, Majelis Hakim Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa keputusan Direktur Utama PT. Jasa Alam Sejahtera menggunakan rekening pribadinya Direktur Utama sementara waktu untuk menerima uang pembayaran sewa kios milik Perseroan sesuai dengan Pasal 97 ayat 5 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sehingga secara yuridis Direktur Utama tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi.Kata Kunci: Norma Nir-Pertanggungjawaban Direksi, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 102/PK/Pid/2013

ABSTRACT
Directors as organ of the Company shall perform the maintenance of Company in good faith and responsible. The problem arises if the decision of Directors in the management of Company brings loss to the Company. The common law corporate system recognizes the norm of non responsibility of the Directors which stipulates that the Directors shall not be liable for damages arising from a decision making action in the management, if the actions of Directors are based on good faith and due care. The subject matter of this study are opinion of experts about the norm of non responsibility of the Directors and in laws and regulations of Republic of Indonesia and implementation of the norm of non responsibility of Directors in Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 102 PK Pid 2013. This research uses normative juridical research method and research typology is descriptive. In this research, library material is the basic data as secondary data. Secondary data collection method through literature study. The data is collected by document study that is literature tracking. Data analysis method is done qualitatively. The results showed that Article 97 paragraph 5 of Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Companies, Article 55 paragraph 3 of Law Number 19 of 2003 on BUMN, and Decision of the Chairman of BAPEPAM Number Kep 45 PM 2004 on Rule Number IX.I.6 regarding the Directors and Commissioners of Issuers and Public Companies Number 5 has acknowledged the norm of non responsibility of the Directors. In the case of PT. Jasa Alam Sejahtera, the Judges of the Supreme Court considers that the decision of President Director of that company uses his personal account President Director to receive the lease payment of the Company in accordance with Article 97 paragraph 5 of Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Companies so that the Director can not be held personally accountable.Keywords The Norm of Non Responsibility of The Directors, Decision of The Supreme Court of The Republic of Indonesia Number 102 PK Pid 2013"
2017
T48708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Hikmawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Solis, Gary D.
"The Law of Armed Conflict: International Humanitarian Law in War introduces law students and undergraduates to the law of war in an age of terrorism. What law of armed conflict/​international humanitarian law applies to particular armed conflicts? Does that law apply to terrorists as well? What is the status of participants in an armed conflict? What constitutes a war crime? What is a lawful target and how are targeting decisions made? What are rules of engagement? What weapons are lawful and unlawful, and why? This text takes the reader through these essential questions of the law of armed conflict and international humanitarian law to an awareness of finer points of battlefield law. The U.S.-weighted text incorporates lessons from many nations and includes hundreds of cases from jurisdictions worldwide"
New York: Cambridge University Press, 2016
341.6 SOL l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Angelo Putra
"Konsep Joint Criminal Enterprise pertama kali diperkenalkan oleh Pengadilan Pidana Internasional untuk bekas wilayah Yugoslavia di dalam kasus Tadic pada tahun 1999. Setelah kasus Tadic, konsep Joint Criminal Enterprise diterapkan di berbagai pengadilan pidana internasional dan pengadilan hybrid supranasional untuk kasus kejahatan internasional. Di Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana memuat konsep penyertaan, sebuah konsep yang menyerupai Joint Criminal Enterprise.
Tulisan ini membahas pengertian dan perkembangan konsep Joint Criminal Enterprise, penerapan Joint Criminal Enterprise di dalam pengadilan pidana internasional dan pengadilan hybrid supranasional, serta analisis kesamaan konsep Joint Criminal Enterprise dengan konsep penyertaan menurut hukum Indonesia dan apakah konsep Joint Criminal Enterprise dapat diterapkan di dalam Pengadilan HAM di Indonesia.

The concept of Joint Criminal Enterprise was first introduced by the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia in the 1999 Tadic case. The concept was then applied in various international criminal tribunals and hybrid criminal courts for cases of international crimes. In Indonesia, the criminal code prescribes the concept of joint perpetration, a concept that is similar to the concept of Joint Criminal Enterprise.
This thesis discuses the definition and development of the concept of Joint Criminal Enterprise, the application of Joint Criminal Enterprise in various international criminal tribunals and hybrid criminal courts, as well as the concept of Joint Criminal Enterprise and its association with the concept of joint perpetration under Indonesian law. Finally, this thesis discusses whether Joint Criminal Enterprise can be applied in the Human Rights Court in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1190
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sherley Mega Sandiori
"ABSTRAK
Seiring dengan berkembangnya hukum internasional, prinsip kedaulatan kini tidak lagi dipandang dapat memberikan impunitas kepada pemerintah negara untuk tidak memberikan perlindungan kepada hak asasi manusia penduduknya. Doktrin intervensi humaniter kemudian hadir namun masih banyak meresahkan komunitas internasional sebab hal tersebut dirasa melanggar hukum internasional. Berangkat dari gagasan tersebutlah doktrin responsibility to protect R2P hadir untuk memberikan justifikasi baru bagi komunitas internasional melalui Dewan Keamanan untuk melakukan intervensi kepada suatu negara yang telah nyata gagal melindungi penduduknya dari empat kejahatan, yakni genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Doktrin ini dengan intervensi militernya pada praktiknya telah diterapkan di Libya dan Pantai Gading, namun pada kenyataannya keberhasilan penerapan doktrin R2P tersebut belum kembali terulang pada kasus Suriah. Penelitian ini lantas mencoba untuk menganalisis kemungkinan penerapan doktrin R2P di Suriah berdasarkan kriteria penerapan doktrin R2P pada kasus-kasus terdahulu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan data sekunder. Adapun penelitian ini kemudian menemukan bahwa kemungkinan penerapan doktrin R2P dengan intervensi militernya pada kasus perang sipil Suriah adalah sangat kecil oleh karena adanya faktor-faktor di luar kriteria doktrin R2P yang ternyata menjadi faktor penentu penerapan doktrin R2P. Pada akhirnya, penelitian ini menyarankan bahwa terlepas dari sulitnya penerapan doktrin R2P oleh Dewan Keamanan pada kasus Suriah dan juga kasus-kasus serupa lainnya di masa yang akan datang, hendaknya negara-negara tidak lantas mengambil tindakan sepihak untuk melaksanakan intervensi militer kepada negara lain namun tetap berpegang teguh untuk selalu mencoba menerapkan doktrin R2P dengan lebih baik lagi.

ABSTRACT
As the international law develops, sovereignty now cannot be deemed as granting impunity for the government to not protect their citizens rsquo human rights. Humanitarian intervention doctrine then came but still lacks of support from the international community as it is deemed as a violation of international law. Departing from that, the responsibility to protect R2P doctrine came to serve as the new justification for international community through the United Nations Security Council to intervene in countries who manifestly fail to protect their citizens from four specific crimes, namely genocide, ethnic cleansing and crimes against humanity. In practice, R2P doctrine with its military intervention had been implemented in Libya and C te d rsquo Ivoire, but the aforementioned success is still far from being implemented in Syria. This study thus seeks to analyze the possibility of implementing R2P in Syria based on the criteria used in the previous cases. The method used in this study is juridical normative by using secondary data. This study then found that the possibility to implement R2P with its military intervention in Syria is very little for there are other factors that do not fall to the doctrine rsquo s criteria but are determining factors to its implementation. At the end, this study advises that despite the difficulty to implement R2P through the Security Council in Syria, individual countries shall refrain from taking unilateral military intervention to deal with the case at hand and shall rather always try to strengthen the doctrine rsquo s implementation for the better. "
2017
S68374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>