Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136061 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Claudia Okta Rini
"Pasal 83 KUHAP yang mengatur mengenai upaya hukum terhadap putusan praperadilan, pada ayat (1) nya menyatakan bahwa terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding sedangkan ayat (2) nya menyatakan bahwa terhadap putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan. Pada kenyataannya, masih ada putusan praperadilan yang bukan menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan upaya hukum. Hal inilah yang terjadi dalam kasus Lam Yenny Lamengan VS Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya. Melihat kasus ini, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pengaturan mengenai upaya hukum terhadap putusan praperadilan di Indonesia menurut peraturan perundang-undangan yang ada serta (2) permasalahan apa yang timbul dalam praktek penerapan praperadilan terkait upaya hukum dikaitkan kasus penerimaan permintaan banding dalam kasus Lam Yenny Lamengan VS Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian ini berupa penjabaran mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan praperadilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan analisis mengenai permasalahan yang timbul dalam praktek penerapannya dikaitkan dengan kasus Lam Yenny Lamengan VS Kepala Kepolisian Wilayah Besar Kota Surabaya.
Article 83 Code of Criminal Procedure, regulates about the legal remedies against the decision of praperadilan, in paragraph (1) states that the decision of praperadilan cannot be appealed, while in paragraph (2) states that the decision of praperadilan which establish the invalidity of the termination of investigation or prosecution may be requested for the final decision in the High Court of Justice in the jurisdiction concerned. In fact, there is still a decision of praperadilan which not establish the invalidity of the termination of investigation or prosecution proposed for legal remedies such as in the case of Lam Yenny Lamengan vs Head of Surabaya?s Police District. The questions in this research are (1) how the arrangement of legal remedies against the decision of praperadilan according to the regulation that exist in Indonesia and (2) what is the problem that arise from the practical application of praperadilan related to legal remedies in the case of Lam Yenny Lamengan vs Head of Surabaya?s Police District. This research is a normative legal research using literatures and interview. The result in this research is a description of legal remedies that can carried out on the decision of praperadilan based on the regulation that exist in Indonesia and also the analysis of the problem that arise from the practical application of praperadilan related to legal remedies in the case of Lam Yenny Lamengan vs Head of Surabaya?s Police District."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S573
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ristu Darmawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang peninjauan kembali yang diajukan oleh
Jaksa/Penuntut Umum kepada Mahkamah Agung terhadap putusan bebas atau
putusan lepas dari segala tuntutan hukum, meskipun ketentuan pasal 263 ayat (1)
KUHAP menyatakan bahwa hanya terpidana atau ahli warisnya yang dapat
mengajukan peninjauan kembali. Peninjauan kembali dilakukan oleh
Jaksa/Penuntut Umum sebagai terobosan hukum dalam upaya memperoleh
keadilan dan kebenaran karena ada keadaan baru (novum), ataupun adanya
kekeliruan atau kekhilafan hakim dan atau adanya putusan yang saling
bertentangan satu dengan yang lainnya. Jaksa Agung/Penuntut Umum tidak
menggunakan kasasi demi kepentingan hukum yang merupakan haknya dan lebih
memilih mengajukan peninjauan kembali. Ini menimbulkan beberapa implikasi
hukum karena bertentangan dengan prinsip-prinsip yang melekat pada peninjauan
kembali sebagaimana diatur dalam KUHAP, yaitu : pidana yang dijatuhkan dalam
putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan
dalam putusan semula (vide Pasal 266 ayat (3) KUHAP); dan permintaan
peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja (vide
Pasal 268 ayat (3) KUHAP). Penelitian menggunakan penelitian hukum normatif
yang pengumpulan datanya dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara
dengan beberapa narasumber, yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa Jaksa/Penuntut Umum mengajukan
peninjauan kembali dengan dasar hukum ketentuan Pasal 263 ayat (3) KUHAP,
ketentuan Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 dan ketentuan
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009. Jaksa Agung cq
Jaksa/Penuntut Umum tidak menggunakan hak kasasi demi kepentingan hukum
dan lebih memilih menggunakan peninjauan kembali terhadap putusan bebas atau
lepas dari tuntutan hukum dikarenakan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP dan
ketentuan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009. Meskipun
menimbulkan Implikasi hukum, peninjauan kembali oleh Jaksa/Penuntut Umum
diterima oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi yang dapat
menciptakan ketentuan baru melalui penafsiran terhadap peraturan yang ada dan
benar-benar memenuhi rasa keadilan untuk kepastian hukum.

Abstract
This thesis discusses the reconsideration filed by the Prosecutor / Public
Prosecutor to the Supreme Court against a Judgement of Acquittal or the dismissal
of charges, despite the provisions of Article 263 paragraph (1) Criminal Procedure
Code states that only the convicted person or his heirs can submit a
reconsideration. A request for reconsideration by the Prosecutor/Public Prosecutor
of law as a breakthrough in efforts to obtain justice and truth because of having
the new circumstances (novum), or a mistake or an oversight or a decision of the
judge and opposing one another. Attorney General/Prosecutor did not use
cassation in the interest of law and prefer to submit a reconsideration, this raises
some legal implications as opposed to the principles inherent in reconsideration
provided for in the Criminal Procedure Code, namely: that crime dropped in
reconsideration decision shall not exceed the penalty that has been imposed in the
original decision (refer to Article 266 paragraph (3) Criminal Code); and request
reconsideration of a decision can only be done once only (vide Article 268
paragraph (3) Criminal Code). Research using normative data collection through
library research and interviews with several sources, which are then analyzed
qualitatively. The results of this study concluded that the Prosecutor / Public
Prosecutor submit a reconsideration on the legal basis of Article 263 paragraph (3)
Criminal Procedure Code, the provisions of Article 68 paragraph (1) of Law
Number 3 of 2009 and the provisions of Article 24 paragraph (1) of Law Number
48 in 2009. Attorney General/Prosecutor did not use cassation in the interest of
law and prefer to submit a reconsideration against a Judgement of Acquittal or the
dismissal of charges because the provisions of Article 259 paragraph (2) Criminal
Procedure Code and the provisions of Article 45 paragraph (3) Undang Nomor 3
tahun 2009. Although it raises the legal implications, the reconsideration by the
Prosecutor/Public Prosecutor accepted by the Supreme Court as the supreme court
to create new provisions through the interpretation of existing regulations and
completely satisfy the justice for legal certainty."
2012
T 30375
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Wahyu Christ Dewandaru
"Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UUK-PKPU menyatakan bahwa tidak ada upaya hukum apapun yang dapat dilakukan terhadap Putusan PKPU. Pembatasan upaya hukum ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya asas kepastian hukum terhadap Kreditor dan berkaitan juga dengan sifat dari Forum PKPU yang berdimensi cepat (speedy trial). Namun, diterbitkannya Putusan MK Nomor 23/PUU-XIX/2021 menyebabkan dapat dilakukannya Kasasi sebagai upaya hukum atas Putusan PKPU dengan (2) syarat, yakni permohonan PKPU harus diajukan oleh Kreditor dan rencana perdamaian dari Debitor ditolak oleh Kreditor. Kasasi berfungsi untuk melindungi Debitor dari Kreditor yang memiliki niat jahat yang dengan sengaja mempailitkan Debitor melalui Forum PKPU dan sebagai mekanisme kontrol bilamana terjadi kekeliruan atau kesalahan penerapan hukum oleh Hakim pada pengadilan tingkat bawah. Penulis menggunakan metode yuridis-normatif dengan penelitian analisis-deskriptif melalui pendekatan kualitatif dan melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hasil dari penelitian ini adalah didapatkan kesimpulan bahwa MK tidak memiliki tujuan untuk mengesampingkan ketentuan mengenai upaya hukum Putusan PKPU dalam UUK-PKPU, melainkan suatu upaya untuk melakukan progresivitas hukum atas upaya hukum Putusan PKPU di Indonesia dimana Forum PKPU banyak dijadikan sebagai strategi bisnis yang tidak sehat.

Article 235 paragraph (1) and Article 293 paragraph (1) of UUK-PKPU state that no legal action can be taken against the PKPU Decision. This limitation of legal remedies aims to ensure the fulfilment of the principle of legal certainty for Creditors and is also related to the nature of the PKPU Forum which has a speedy trial dimension. However, the issuance of Constitutional Court Decision No. 23/PUU-XIX/2021 resulted in the possibility of Cassation as a legal remedy for PKPU decisions with (2) conditions, namely that the PKPU application must be submitted by a Creditor and the Debtor's peace plan is rejected by the Creditor. Cassation serves to protect the Debtor from malicious creditors who deliberately bankrupt the Debtor through the PKPU Forum and as a control mechanism in the event of errors or misapplication of law by Judges at the lower court level. The author uses the juridical-normative method with descriptive-analytical research through a qualitative approach and analyses the existing problems based on the applicable provisions. The result of this research is the conclusion that the Constitutional Court does not have the aim to override the provisions regarding legal remedies for PKPU Decision in UUK-PKPU, but rather an effort to make legal progressivity on legal remedies for PKPU Decision in Indonesia where PKPU Forum is widely used as an unhealthy business strategy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Antonius Jasminton
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah disahkan dan diundangkan pada tangal 5 Maret 1999, akan tetapi sampai saat ini menurut penulis masih ada permasalahan terkait kedudukan hukum (Legal Standing) dan permasalahan terkait domisili hukum dalam upaya hukum keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam hal Pemohon Keberatan berbeda-beda domisili hukum.
Dalam praktek, ada pelapor yang menafsirkan secara berbeda Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu bahwa pelapor memiliki Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU yang dijatuhkan terhadap pihak Terlapor dengan cara menghubungkannya ketentuan pada Pasal 44 ayat 2 dengan Pasal 1 angka 5 yang berbunyi sebagai berikut: “Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi, padahal Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU telah diatur secara tegas dalam Pasal 2 ayat (1) Perma Nomor 3 Tahun 2005 akan tetapi pengaturan tersebut tidak menghilangkan penafsiran bahwa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Pelapor dapat melakukan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU. Domisili hukum pemohon upaya hukum keberatan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 44 ayat (2) menyebutkan bahwa Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut dan Pasal 1 angka 19 menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri adalah pengadilan di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
Istilah kedudukan hukum usaha pelaku usaha.telah menimbulkan penafsiran yang berbeda atas defenisi kedudukan hukum usaha dan menjadi bias karena dapat saja perseroan terbatas melakukan kegiatan usaha dibanyak tempat diwilayah hukum negera Indonesia bahkan diluar negeri karena mengacu kepada penjelasan pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak ada istilah dan pengaturan tentang kedudukan hukum usaha, yang ada adalah tempat kedudukan yang diatur dalam Pasal 17 yang menyebutkan Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar dimana tempat kedudukan tersebut sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.

Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition has been ratified and promulgated on March 5, 1999, but until now according to the author there are still problems related to legal standing and issues related to legal domicile in an effort the law of objection to the decision of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in the case that the Petitioners object to different legal domiciles.

In practice, there are reporting party who interpret differently Article 44 paragraph 2 of Law Number 5 of 1999, namely that the reporter has a legal standing to file an objection to the Court for objections to the KPPU's decision handed down against the Reported party by linking the provisions to Article 44 paragraph 2 with Article 1 number 5 which reads as follows: Business Actors are every individual or business entity, whether in the form of a legal entity or not a legal entity established and domiciled in the jurisdiction of the Republic of Indonesia, either and together through agreements, carrying out various business activities in the economic field, whereas the legal standing for filing an objection to the Court over the KPPU's decision has been expressly regulated in Article 2 paragraph (1) Perma Number 3 of 2005, but the regulation does not eliminate the interpretation that it refers to Law Number 5 of 1999 , The Reporting Entity may make legal remedies against the KPPUs decision.
The legal domicile of the applicant for objection legal remedies in Law Number 5 of 1999 regulated in Article 44 paragraph (2) states that Business Actors may submit objections to the District Court no later than 14 (fourteen) days after receiving notification of the decision and Article 1 number 19 states that a District Court is a court in the legal place of business of a business.
The term legal business undertaking has caused a different interpretation of the legal position of the business and is biased because it can be limited liability companies to do business in many places in the legal territory of Indonesia even outside the country because it refers to the explanation of Article 18 of Law Number 40 concerning the Company Limited mentioned that business activities are activities carried out by the Company in order to achieve their aims and objectives which must be clearly specified in the articles of association, and these details must not conflict with the articles of association. In Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies there are no terms and regulations regarding the legal status of business, which is the place of residence stipulated in Article 17 which states that the Company has a place of residence in the city or district area within the territory of the Republic of Indonesia specified in the articles of association where the domicile is at once the Companys head office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vonny Rahayu Pawaka
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27656
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Hasudungan Priatmaja
"

Dispute Settlement Understanding atau DSU merupakan suatu ketentuan yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa antar negara-negara anggota di World Trade Organization atau WTO. Di dalamnya, DSU juga mengatur bagaimana suatu negara anggota menjalankan rekomendasi dan putusan dari Dispute Settlement Body atau DSB karena negara anggota tersebut telah melanggar perjanjian WTO. Dalam skripsi ini, penulis akan membahas secara spesifik mengenai implementasi rekomendasi dan putusan DSB dengan menggunakan kompensasi, sebagaimana kompensasi itu menurut DSU adalah tindakan penanggulangan sementara apabila negara anggota tidak mampu menjalankan rekomendasi dan putusan DSB dengan segera. Penulis mengangkat 4 sengketa, yaitu DS26, DS160, DS267, dan DS406. Dalam kasus-kasus tersebut akan ditelaah penerapan pemberian kompensasi yang dilakukan oleh para pihak terhadap ketentuan dalam DSU yang mengatur mengenai pemberian kompensasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi suatu isu hukum yang mana kompensasi yang ditetapkan oleh para pihak dalam sengketa-sengketa tersebut tidak mengikuti ketentuan DSU, seperti kompensasi yang disepakati dianggap sebagai implementasi penuh yang menyelesaikan sengketa, tidak konsistennya pemberian kompensasi dengan perjanjian WTO, dan penerapan bentuk kompensasi yang tidak diatur oleh DSU yaitu monetary compensation. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa perubahan terkait ketentuan mengenai pemberian kompensasi dalam kerangka DSU untuk mengurangi timbulnya isu-isu hukum tersebut.

 

 


Dispute Settlement Understanding or DSU is a set of rules governing the settlement of disputes between Member States in the World Trade Organization or the WTO. DSU also regulates how a Member State should implement the recommendations and rulings of the Dispute Settlement Body or DSB because the Member States have violated the covered WTO agreements. In this thesis, the author will discuss the implementation of recommendations and rulings from DSB by using compensation, which according to DSU is a temporary countermeasure shall the Member State unable to implement recommendations and rulings of DSB immediately. The author raised 4 disputes, i.e. DS26, DS160, DS267, and DS406. In such cases will be examined regarding the application of compensation made by the parties in accordance with the DSU which regulates the compensation. The results showed there was a legal issue where the compensation stipulated by the parties in the disputes did not follow the provisions of the DSU, such as the agreed compensation was deemed to be a full implementation that resolves the dispute, the inconsistency of compensation with the WTO agreement, and the application of a form of compensation which is not regulated by the DSU, namely monetary compensation. Therefore, it is necessary to make some changes to the provisions regarding the compensation in the DSU framework to avoid such issues.

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Kharisma Makkawaru
"ABSTRAK
Sebagai anggota WTO, Indonesia telah melakukan beberapa tindakan anti-dumping
untuk melindungi industri dalam negeri dari akibat negatif dumping. Namun
mengenai tepat atau tidaknya peraturan tersebut maupun dari segi pelaksanaannya
masih sering dipermasalahkan. Permasalahan yang paling mendasar ialah bahwa
peraturan pemerintah baik PP 34/1996 maupun PP 34/2011 masih ditemukan
ketidaksesuaian dengan Anti-dumping Agreement. Terlebih terdapatnya faktor-faktor
non yuridis seperti kepentingan ekonomi, prinsip akuntansi dan kebijakan
perdagangan semakin membuat rumitnya penerapan peraturan anti-dumping di
Indonesia. Tesis ini mencoba untuk mengungkapkan hal-hal tersebut, disamping itu
juga akan memberikan perskripsi tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam menerapkan hukum anti-dumping sebagai trade
remedies dalam kerangka hukum perdagangan internasional.

ABSTRACT
As a member of WTO, Indonesia has imposed a number of anti-dumping measures to
protect its domestics industry from negative impact of dumping. However fairness of
such imposition or measures from the regulation and its implementation still seconds
complicated issues. The most fundamental problem is that both Government
Regulation PP 34/1996 and PP 34/2011 are still found the inconsistence with WTO
Anti-dumping Agreement. Even the existence of factors other than legal such as
economy interest, accounting and trade policy seem to escalate the complication of
the issue. This Thesis attempt to reveal it as well as to give prescription to Indonesian
government about what should they do in implementation of anti-dumping law as
trade remedies in frame of international trade law."
2012
T 30410
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Devi Savitri
"Mekanisme penyelesaian sengketa investor dengan negara (investor-State dispute settlement atau ISDS) menghadapi kritik karena dianggap membatasi kedaulatan negara dan lebih menguntungkan investor asing, yang mendorong negara-negara seperti Indonesia dan India untuk meninjau kembali P4M dan BIT mereka. Kewajiban exhaustion of local remedies (ELR) atau kewajiban penyelesaian sengketa secara domestik sebelum arbitrase internasional diusulkan sebagai salah satu solusi reformasi ISDS. Penelitian ini menjelaskan dua hal, yaitu alasan-alasan P4M perlu mewajibkan ELR sebagai persyaratan sebelum proses arbitrase, dan apakah persyaratan-persyaratan sebelum memulai proses arbitrase dalam P4M dan BIT pasca peninjauan telah melindungi kepentingan masing-masing Indonesia dan India. Penelitian ini berbentuk doktrinal dengan pendekatan perbandingan dalam meninjau ELR dalam hukum internasional, sengketa investasi internasional, dan persyaratan-persyaratan sebelum arbitrase. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ELR perlu diwajibkan dalam P4M yang ditandatangani oleh Indonesia karena, yaitu menghormati kedaulatan negara tuan rumah, memberi kesempatan untuk menyelesaikan sengketa secara domestik, mengurangi jumlah sengketa ke arbitrase internasional, dan membantu pengembangan sistem hukum domestik dalam penyelesaian sengketa investasi. Selanjutnya, persyaratan-persyaratan sebelum arbitrase dalam P4M Indonesia pasca peninjauan belum melindungi kepentingan Indonesia terhadap gugatan investor dibandingkan dengan BIT India pasca peninjauan, karena hanya mencakup penyelesaian sengketa secara damai dan tidak mewajibkan ELR. Hal ini menyebabkan investor lebih mudah menggugat Indonesia karena tidak ada tahapan persyaratan lainnya.

The investor-State dispute settlement (ISDS) mechanism has faced criticism for allegedly limiting state sovereignty and favoring foreign investors, prompting countries such as Indonesia and India to review their BITs. The obligation of exhaustion of local remedies (ELR) before international arbitration has been proposed as one of the ISDS reform solutions. This study addresses two key points: the reasons why BITs should require ELR as a prerequisite before arbitration, and whether the conditions precedent to arbitration in the post-review BITs of Indonesia and India have adequately protected their respective interests. This study takes a doctrinal method and employs a comparative approach in reviewing ELR in international law and international investment disputes, and analyzing conditions precedent to arbitration. The study concludes that ELR needs to be required in BITs signed by Indonesia because namely, it respects the sovereignty of host states, provides an opportunity to resolve disputes domestically, potentially reduces the number of disputes submitted to international arbitration, and aids in the development of domestic legal systems in resolving investment disputes. Furthermore, the conditions precedent to arbitration in Indonesia's post-review BITs have not protected its interests against investor claims as effectively as India's post-review BITs, as they only include amicable settlement and do not require ELR. This results in investors finding it easier to bring claims against Indonesia due to the lack of additional prerequisite stages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityawardhana Putra
"Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia tidak mengenal secara eksplisit mengenai Kuasi Kontrak. Namun, Kuasi Kontrak dapat dipersamakan dengan ketentuan yang mengatur mengenai Negotiorum Gestio (Perwakilan Sukarela) dan Solutio Indebiti (Pembayaran yang tidak wajib) pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Skripsi ini akan membandingkan hukum kontrak di Indonesia dengan sistem hukum Common law yakni mengenai ketentuan mengenai Negotiorum Gestio dan Solutio Indebiti dengan Kuasi Kontrak sebagai Equitable Remedies di Inggris dan Amerika Serikat. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan kuasi kontrak dalam hal pengertian, syarat, dan bentuk pemulihannya. Adanya perbedaan dan persamaan yang ditermukan dalam penelitian ini adalah akibat dari adanya perbedaan tradisi hukum yang dianut oleh ketiga negara.

Indonesian Civil Code did not openly recognize the term of Quasi Contract. However, the concept of Quasi Contract are identical with the provisions regarding Negotiorum Gestio (Managements of another's affais) and Solutio Indebiti in the Indonesian Civil Code. This Paper compares the law of contracts in Indonesia with Common Law, regarding the provisions of Negotiorum Gestio and Solutio Indebiti (Payment of Something not Owed) with Quasi Contract as an Equitable Remedies in England and United States. This study is a normative juridical research. Results of this study shows that there are similarity and differences concerning Quasi Contract in sense of Definition, Terms, and Remedies. Similaritis and differences found, are the results of the difference law tradition that the three countries abide to."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maximillian Billy Tjiotijono
"Tesis ini membahas mengenai sengketa tanah waris yang tidak bisa dilakukan proses persertipikatan untuk pertama kalinya oleh sang ahli warisnya. Kasus ini diawali dengan penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah sebidang tanah dengan bukti girik yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bangkalan, yaitu Sertipikat Hak Milik Nomor 00163 Desa Kel. Petapan. Penerbitan sertipikat tersebut ternyata merugikan pihak ketiga yang hendak melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya atas tanah girik yang dia peroleh dari peristiwa pewarisan sehingga secara hukum, dia kehilangan haknya atas tanah waris tersebut. Oleh karena itu, Sertipikat Hak Milik tersebut seharusnya dibatalkan karena secara nyata merugikan pihak ahli waris. Hal ini menimbulkan tanggung jawab hukum yang harus dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bangkalan pasca penetapan dalam Putusan PTUN Surabaya Nomor 169 G 2018 PTUN.SBY Tahun 2019.
Metode penelitian dalam tesis ini bersifat yuridis normatif dengan menganalisa sistematika hukum yang meliputi subjek hukum, hak dan kewajiban, perbuatan hukum, hubungan hukum, dan obyek hukum. Tipe penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian deskriptif analitis, untuk mendeskripsikan, menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara analitis permasalahan yang dikemukakan. Dalam analisa kasus ini diketahui terdapat cacat administrasi dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 00163 Desa Kel. Petapan. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bangkalan harus melakukan pembatalan Sertipikat Hak Milik tersebut serta melakukan pemeliharaan data pendaftaran. Penulis memberikan saran agar kegiatan pengumuman data fisik dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan efisien serta lebih meningkatkan kehati-hatian Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tugasnya.

This thesis discusses inheritance land disputes which cannot be held for the first time by the heirs. The case began with the issuance of a Land Rights Certificate with a piece of land with girik evidence issued by the Head of the Bangkalan Regency Land Office, namely Certificate of Land Ownership Number 00163 Desa Kel. Petapan. The issuance of the certificate turned out to be detrimental to a third party who wanted to register land for the first time over the girik land he obtained from the inheritance event so that he legally lost his right to the inheritance. Therefore, the certificate of ownership should be canceled because it is clearly detrimental to the heirs. Therefore, legal responsibility arises which must be carried out by the Head of the Bangkalan Regency Land Office after the stipulation in PTUN Surabaya Decision Number 169 G 2018 PTUN.SBY Year 2019.
The research method in this thesis is normative juridical by analyzing the systematic system of law which includes legal subjects, rights and obligations, legal actions, legal relations, and legal objects. This type of research used in this thesis is descriptive analytical research, to describe, describe, analyze, and analytically explain the problems raised. In the analysis of this case, it was discovered that there were administrative defects in the issuance of Village Ownership Certificate Number 00163 Desa Kel. Petapan. The Head of the Bangkalan Regency Land Office must cancel The Title Certificate and maintain registration data. The authors advise that the activities of announcing physical data be carried out in ways that are more effective and efficient and further enhance the prudence of the Land Office in carrying out their duties."
2020
T54932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>