Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Selo Soemardjan
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981
303.4 SEL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Selo Soemardjan
Depok: Komunitas Bambu, 2009
303.4 SEL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fahmi Muhammad Ahmadi
"Pesantren yang merupakan subkultur bangsa Indonesia tentunya mempunyai struktur sosial sendiri yang unik. Kiai adalah tokoh sentral pesantren yang memimpin dan berdiri sebagai imam, guru juga pemilik lembaga pendidikan yang bernama pesantren. Sehingga kiai memiliki otoritas yang penuh terhadap persantren yang dipimpinnya. Tak berlebihan kalau kemudian kiai disebut sebagai salah satu dari agen perubahan sosial yang ada dalam pesantren dan juga cultural broker bagi pesantren. Sebagai sebuah organisasi, pesantren tidak hanya kiai yang disebut aktor. Ada beberapa aktor dalam pesantren, salah satunya adalah ibu nyai yaitu istri kiai pemilik atau pengasuh pesantren.
Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta adalah pesantren salaf yang didalamnya tradisi Islam NU sangat kental. Pendidikan klasikal masih menjadi metode pendidikan dalam pesantren tersebut. Peran kiai masih dominan sebagaimana layaknya pesantren pada umumnya. Tetapi ada beberapa ibu nyai dalam pesantren ini juga memiliki peran yang tidak kalah dengan kiai. Sebab ibu nyai tidak digambarkan sebagai pendamping kiai saja tetapi ada peranan yang ibu nyai mainkan karena ibu nyai termasuk dalam elit pesantren yang tentunya memiliki power sebagaimana layaknya elit sosial dalam masyarakat.
Seberapa ibu nyai dalam pesantren Al Munawwir ini turut serta untuk memberikan arti dalam perjalanan pesantren. Dimana ibu nyai turut berperan serta dalam pengambilan kebijakan-kebijakan pesantren. Peran ibu nyai yang menonjol dalam pesantren merupakan basil dari proses yang berlangsung dalam diri ibu nyai. Adanya persepsi yang dimilikinya dan struktur sosial pesantren yang saling berinteraksi ditambah dengan adanya motif dan situasi serta kondisi yang mendukung membuat ibu nyai dapat melakukan reproduksi dan memainkan perannya dengan kesadarannya sendiri. Tak dapat dinafikan adanya dorongan dari aktor-aktor lain dalam pesantren yang mendorong ibu nyai.
Human capital yang dimiliki oleh ibu nyai membuat ibu nyai dapat memberdayakan dirinya dan membuatnya lebih berperan dalam komunitas pesantren. Saat ibu nyai telah mendapatkan tempat dan legitimasi dari komunitas pesantren sebagai alit ibu nyai dapat membawa angin perubahan bagi pesantren. Ibu nyai sebagai perempuan sanggup mengalokasikan power dalam tindakan sosialnya. Otoritas power yang dimiliki ternyata dimanfwkan sedemikian rupa oleh ibu nyai walaupun ibu nyai mendapatkan tantangan sebagai konsekuensi logis ketika ada sekelompok orang yang bplum siap.
Pesanlren salaf tidak seperti dibayangkan selama ini sebagai sesuatu yang ortodok dan kaku yang mengkungkung peran dan kebebasan perempuan. Di pesantren ini peran ibu nyai ternyata tidak lepas dari legitimasi yang diberikan oleh komunitas pesantren terlebih adanya kiai yang memberikan legitimasi tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Sobana Hardjasaputra
"ABSTRAK
Bandung yang dimaksud dalam judul utama tulisan ini adalah kota Bandung, ibukota Propinsi Jawa Barat sekarang. Berdasarkan waktu pendiriannya kota itu termasuk salah satu kota lama di Jawa Barat. Perubahan sosial di Bandung pada periode 1810-1906 -bagian dari masa penjajahan Belanda- cukup menarik untuk dikaji karena beberapa hal. Pertama, masalah tersebut belum ada yang membahas secara khusus, mendalam, dan menyeluruh. Tulisan-tulisan tentang sejarah Bandung abad ke-19 yang telah ada, pada umumnya berupa penggalan-penggalan yang lebih menonjolkan kegiatan orang Belanda/Eropa di Bandung, sedangkan peranan orang pribumi belum banyak terungkap. Kedua, dalam periode tersebut kota Bandung memiliki berbagai fungsi, baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang sosial ekonomi dan budaya. Fungsi yang menonjol adalah sebagai ibukota kabupaten (sejak berdiri, akhir tahun 1810), ibukota keresidenan (sejak 1864), pusat pendidikan pribumi di Jawa Barat (sejak pertengahan tahun 1866), pusat transportasi kereta api "Jalur Barat" (sejak pertengahan tahun 1884), kemudian menjadi gemeente (kota berpemerintahan otonom, awal tahun 1906), Ketiga, perubahan yang terjadi dalam aspek tertentu memiliki keunikan. Dalam perubahan yang dikehendaki (intended change), ada perubahan yang prosesnya dipercepat oleh faktor tidak disengaja (unintended factor).
Dalam membahas perubahan sosial di Bandung waktu itu, ada beberapa permasalahan pokok yang perlu dikaji/dijelaskan. Pertama, darimana asal atau sumber perubahan itu? Apakah berasal dari dalam (pihak masyarakat priburni yang diwakili oleh bupati) atau berasal dari luar (pihak kolonial yang diwakili oleh gubernur jenderal dan/atau residen/asisten residen)? Atau berasal dan kedua belah pihak? Kedua, aspek apa yang pertama-tama mengalami perubahan? Ketiga, kondisi awal bagaimana dan faktor-faktor apa yang mendorong terjadinya perubahan lebih luas, atau menghambat perubahan? Keempat, bagaimana dan seberapa jauh pengaruh kekuasaan gubernur jenderal dan residen/asisten residen (pihak penjajah) terhadap bupati (pihak terjajah)? Hal itu perlu dijelaskan, karena dalam lingkup pemerintahan dan kehidupan masyarakat pribumi, bupati memiliki kekuasaan/otoritas besar/kuat. Kelima, bagaimana dan seberapa jauh pengaruh kekuasaan terhadap aspek-aspek yang berubah? Keenam, bagaimana sifat dan arah perubahan itu? Proses perubahan sosial mungkin berlangsung lambat pada kurun waktu tertentu, tetapi menjadi cepat dalam kurun waktu lain (Bottomore, 1972: 308-310)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
D521
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Sobana Hardjasaputra
"ABSTRACT
Bandung city was founded by R.A. Wiranatakusumah I1, the sixth regent of Bandung (1794 _ 1829). It was originally a traditional city that was established as the center of the governmental regency. The result of the study concluded that 25 September 1810 is the birth of the city. So, the date is considered as the starting point of social changes of the city in the nineteenth century. The social changes in Bandung in 1810 _ 1906 were caused due to the interaction of many factors. Among these factors involved three aspects : authority, city physic, and social economic. The first authority was held by both bupati (regent) and governor general/resident. Both authorities influenced the change process of the physic of the city and its sosial economic. So, the interaction of one aspect to the others is the basic pattern of the changes. he process of the changes lasted in three phases. Each was based on the city function. First, as the capital of the regency (1810 _ 1864). The second, as the capital of the residency as well as the first function (1864 _ 1884), and third as the center of the train transportation of ""West Line"", as well as playing the role of the first and the second functions (1884 _ 1906). The changes of the first phase was slow, but it was faster on the second phase and fastest on the last phase. The main factors that supported the speed of the third phase were the train tranportation (technological factor), and the foreign businessmen as well as the social institution who took the important role in developing city. It is concluded that the social change of Bandung city from 1810 to 1906 had unilinear character, that was from traditional condition to the modern condition.""
2002
D1634
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daddi H. Gunawan
Jakarta: Margin kiri, 2015
303.4 DAD p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Alfi Syakila
"Perhutanan Sosial (PS) adalah salah satu program nasional yang dimaksudkan untuk menurunkan kemiskinan, mengelola hutan lestari dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mengelola hutan. Semua maksud PS tersebut harus berjalan seimbang sehingga pengelolaan hutan dapat berlangsung secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan menganalisis perubahan stok karbon dan menyusun model PS berkelanjutan di HKm Mandiri, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Penentuan stok karbon dilakukan dengan mengukur Diameter Breast Height (DBH) yang dikorelasikan dengan penginderaan jauh berdasarkan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Forest Cover Density (FCD). Hasil pengukuran menunjukkan telah terjadi peningkatan tutupan hutan dan stok karbon sesudah berjalannya PS. Model PS berkelanjutan disusun berdasarkan tiga aspek yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial, yang diuji dengan metode Causal Mediation Analysis (CMA). Hasil uji ketiga aspek tersebut mempunyai korelasi yang signifikan pada kondisi sesudah PS. Korelasi tersebut membentuk interdependensi (saling kebergantungan), saling terkait dan terintegrasi secara kohesif, sehingga PS dikatakan sebagai socio-ecological system (SES) dengan arah korelasi aspek sosial dan ekonomi berbanding terbalik dengan aspek lingkungan.

Social Forestry (SF) is one of the national programs with the goals to reduce poverty, to manage forest condition sustainably, and to improve community participation in managing the forest. Those three objectives have not been achieved, resulted the forest managed unsustainably. This study aims to analyze changes in carbon stocks and develop sustainable SF model in the HKm Mandiri, Kulon Progo Regency, DI Yogyakarta. Estimating carbon stocks done by measuring Diameter Breast Height (DBH) which is correlated with remote sensing data through the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and Forest Cover Density (FCD) shows an increase in the condition of forest cover and carbon stocks after the application of SF. The sustainable SF model is developed based on environment, economic and social aspects and is tested through Causal Mediation Analysis (CMA). Significant correlation was obtained among variables in the period after the implementation of SF. Those correlation forms interdependence, interrelated and cohesively integrated, so that SF is said to be a socio-ecological system (SES) and the correlation of social and economic aspects is inversely proportional to environmental aspects.
"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryadi Goenawan
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984/1985
306.598 27 RYA s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ryadi Goenawan
"Social history of the Special District of Yogyakarta"
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993
306.598 27 RYA s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>