Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203641 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Hadidjah
"Skripsi ini membahas mengenai aktivitas militer kapal dan pesawat terbang asing di zona ekonomi eksklusif berdasarkan hukum laut internasional. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan penekanan pada tinjauan hukum internasional dengan mempertimbangkan penerapan konkrit melalui praktik-praktik negara (state practices).
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa aktivitas militer di zona ekonomi eksklusif tidak diatur secara jelas dalam Konvensi Hukum Laut dan memberikan ruang untuk interpretasi masing-masing negara. Lebih lanjutnya penelitian ini memberikan pemahaman atas praktik-praktik negara dan upaya-upaya internasional yang telah dibentuk dalam kerangka pencegahan dan penyelesaian sengketa.

The focus of this study is about military activities by government vessel and aircraft in the exclusive economic zone from an international law perspective. This study is a descriptive method with an emphasis on international law study by considering real application through state practices.
This study concludes that military activities in the exclusive economic zone is not explicitly regulated by the Law of the Sea Convention and hence provides room for states' own discretion. Furthermore this study gives comprehension on state practices and international efforts established in the spirit of conflict prevention and dispute resolution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S247
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Rahmi Syaiful
"ABSTRAK
Zona ekonomi eksklusif merupakan wilayah dimana kegiatan penangkapan ikan dilakukan oleh negara lain dalam hal ini kapal asing. Zona ekonomi eksklusif rentan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kapal asing, negara pantai seperti Australia, Indonesia dan Malaysia menerapkan tindakan khusus sebagai bagian dari penegakan hukum bagi para pelaku yang melanggar di wilayah mereka, sebab negara-negara pantai yang berdasar pada UNCLOS 1982. Pasal 73 UNCLOS 1982 terkait penegakkan hukum di negara pantai, aturan ini memberikan hak dan kewajiban negara untuk mengatur kebijakan di laut, menegaskan bahwa negara pantai dapat melaksanakan hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di ZEE, melalui tindakan khusus berupa penenggelaman kapal berbendera asing yang diterapkan oleh Australia, Indonesia dan Malaysia dalam rangka penegakan hukum dan selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan bahwa negara bertanggung jawab untuk menjamin aktivitas dalam yurisdiksi mereka atau pengawasan yang tidak merusak lingkungan negara lain. Walaupun demikian, ketiga negara tersebut memiliki perbedaan dalam segi praktek serta prosedur sebab ketiganya terikat kepada kedaulatan negara, oleh sebab itu peneliti ini mengangkat terkait praktek dan prosedur penenggelaman kapal berbendera asing yang melakukan pelanggaran di zona ekonomi eksklusif suatu negara pantai melalui pendekatan normatif dengan menganalisa dan mengkaji ketentuan hukum internasional dan hukum nasional di negara pantai.

ABSTRACT
Exclusive economic zone is a region where fishing activities carried out by other States in this regard foreign ships. Exclusive economic zone vulnerable to violations committed by foreign vessels, coastal States such as Australia, Indonesia and Malaysia implement special measures as part of law enforcement for the perpetrators who infringe on the territory them. Article 73 of law enforcement related to UNCLOS 1982 in coastal states, this rule provides the rights and obligations of the State to set policy at sea, asserts that coastal States can exercise the right of sovereign to do exploration, exploitation, conservation and management of the biological wealth of resources in the EEZ, through special measures in the form of a foreign flagged ship sinking applied by Australia, Indonesia and Malaysia in the course of law enforcement and in harmony with the principles of development sustainable that the country responsible for the guarantee activity in their jurisdiction or control do not damage the environment of other States. However, they have differences in terms of practice and procedure because they are tied to State sovereignty, therefore the researchers this raised related practices and procedures the sinking ship of foreign flagged infringing on the exclusive economic zone of a coastal State through a normative approach by analyzing and reviewing the provisions of international law and national law in the coastal States. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Jeremia Humolong Prasetya
"Ambiguitas ktivitas militer di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) merupakan isu yang terus mendapat perhatian dalam hukum internasional. Mengingat jumlah insiden yang diakibatkan olehnya, telah dilakukan berbagai upaya untuk dapat memitigasi dampak daripada ambiguitas ini. Namun, seiring berkembangnya teknologi, muncul sebuah permasalahan baru yang dapat menghalangi keberhasilan upaya- upaya tersebut. Unmanned Underwater Vehicles UUV , yang belum diatur secara spesifik dalam hukum internasional, kerap digunakan dalam aktivitas militer negara-negara, secara khusus Amerika Serikat di ZEE negara-negara lain. Dengan adanya kekosongan hukum dan juga kapabilitas yang dimiliki oleh UUV, berbagai praktisi dan ahli hukum, serta negara mengkhawatirkan mengenai ancaman penggunaan militer alat ini terhadap kedaulatan, kepentingan, dan keamanan nasional Negara Pantai. Ancaman ini pun sejatinya telah terjadi secara riil dalam dunia nyata. Dalam penelitian ini, pembahasan terbagi atas dua bagian, yaitu aktivitas militer di ZEE dan status hukum UUV yang digunakan dalam aktivitas militer. Kedua objek tersebut akan ditinjau dan dianalisis dengan menggunakan perspektif hukum internasional, ketentuan nasional, dan state practice. Berdasarkan ketiga perspektif tersebut, masih terdapat ambiguitas dan perbedaan pandangan antar negara mengenai aktivitas militer di ZEE. Adapun juga terdapat perdebatan, baik itu dalam hukum internasional maupun ketentuan nasional, mengenai pengaturan UUV yang digunakan dalam aktivitas militer secara umum. Namun, telah terdapat upaya-upaya, baik itu secara nasional maupun internasional untuk menyelesaikan perdebatan tersebut. Penulis menyarankan agar kedua isu tersebut diperjelas dan diatur secara spesifik, baik itu melalui perjanjian internasional yang baru maupun amandemen terhadap perjanjian internasional yang telah ada.

The ambiguity of military activities in the Exclusive Economic Zone EEZ has been one of the main concern in international law. Considering its impact on numerous international incidents, there have been many attempts to mitigate the issue. However, those attempts might be hampered by recent issue arising out of the technological development on the maritime area, namely Unmanned Underwater Vehicles UUV . These UUVs, which haven rsquo t been specifically regulated in the international law, are commonly used in the military activities of States, including the United States of America, in the other States EEZ. Thus, many legal practitioners and scholars, as well as States concerned about threats generated from military application of this unregulated UUV to the sovereignty, interests, and national security of Coastal States. In this paper, the discussion will be divided into two parts, namely military activities in the EEZ and legal status of UUV operating in military activities. These two parts will be reviewed and analyzed in the perspective of international law, national regulation, and States practice. In conclusion, based on these perspective, military activities in the EEZ is vaguely regulated and varied among the States. There is also a contention on the regulation of UUV deployed in the military activities, either in international law or national law. However, attempts on resolving those issues, either in the national or international scale, will also be noted in this paper. The author suggests that these issues have to be defined and regulated specifically by new treaties or amendment to the existing treaties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Joe Christian Yesaya
"Skripsi ini membahas mengenai implementasi ketentuan prompt release pada Konvensi Hukum Laut pada zona ekonomi eksklusif negara Australia, Malaysia, dan Indonesia. Permasalahan ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan metode penelitian yuridis normative dan penulisan yang bersifat deskriptif. Data dalam penelitan ini didapat dengan melakukan studi dokumen sebagai data utama dari penulisan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik Australia, Malaysia, dan Indonesia memiliki ciri khas masing-masing dan perbedaan dalam implementasi ketentuan prompt release. Implementasi tersebut juga ditemukan tidak sesuai dengan perkembangan interpretasi yang dilakukan oleh ITLOS terhadap ketentuan prompt release.

This thesis discusses the implementation of the prompt release provisions of the Law of the Sea Convention in the exclusive economic zones of Australia, Malaysia, and Indonesia. With normative legal research method and descriptive writings, the data in this study were obtained by conducting a document study as the main data of qualitative writing. The results showed that both Australia, Malaysia, and Indonesia have their own characteristics and differences in the implementation of prompt release provisions. The implementation was also found to be inconsistent with the development of the interpretation made by ITLOS on the prompt release provisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Josua Roniasi Dorulian
"UNCLOS mengakui bahwa negara pantai mempunyai hak berdaulat atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontinen, oleh karena itu negara pantai berkewajiban mengatur, mengizinkan, dan melakukan aktivitas kelautan di wilayah tersebut, termasuk Marine Scientific Research (MSR). UNCLOS memberikan diskresi kepada negara pantai untuk memberikan izin atas MSR yang dilakukan oleh pihak asing, sekaligus mewajibkan negara pantai untuk menjamin persetujuan atas permohonan MSR oleh pihak asing yang dilakukan dalam keadaan normal yang bertujuan damai dan untuk peningkatan pengetahuan akan laut. Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas MSR yang dilakukan tidak terbatas pada riset fundamental yang bertujuan bagi pengetahuan akan laut, namun juga riset terapan yang berpotensi menghasilkan suatu yang bernilai ekonomi. Dalam skripsi ini akan dibahas perkembangan MSR oleh pihak asing, pengaturan UNCLOS mengenai MSR, juga praktik dan hukum nasional Kanada, Tiongkok, Kenya, dan Indonesia mengenai MSR oleh pihak asing di ZEE dan landas kontinennya.

UNCLOS recognized that Coastal State has sovereign right over exclusive economic zone and continental shelf, thus Coastal State has the obligation to regulate, authorize and conduct the marine activities in such territory, including Marine Scientific Research (MSR). UNCLOS give Coastal State the discretion to issue a permit of foreign MSR, while at the same time obliged Coastal State to give the permit of foreign MSR in normal circumstances for peaceful purposes and in order to increase scientific knowledge of marine environment. Along with technology development, MSR activities are not limited to fundamental researched aiming for marine knowledge, but also applied research with economic potential. This study discusses the development of foreign MSR, the regulation of MSR under UNCLOS, the practice and the regulation of Canadian, Chinese, Kenyan and Indonesian Law with regard to foreign MSR in EEZ and Continental Shelf. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kwiatkowska, Barbara
Dordrecht, Netherlands: Martinus Nijhoff, 1989
341.45 KWI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Tam Saka Artoka
"Di tahun 2009, Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang- undang (UU) Nomor 39 tentang penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Produk ini lahir untuk sebuah tujuan mulia: mempercepat pengembangan ekonomi, dan membangun keseimbangan pembangunan antar wilayah, dalam kerangka satu kesatuan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia. KEK dipilih sebagai terobosan untuk merealisasikan tujuan daripada KEK itu sendiri. Dilihat dari laporan tahunan Dewan Nasional KEK setiap tahunnya dari seluruh KEK yang sudah berjalan, masih diperlukan evaluasi pada KEK yang ada karena masih belum berjalan efektif. Pada kenyataannya evaluasi kemajuan program KEK sulit dilakukan karena setiap tahun terjadi perubahan pada indikator kinerja. Kurangnya pemantauan dan evaluasi yang efektif merupakan kelemahan kritis di sebagian besar program KEK (2016 ASEAN Guidelines for SEZs). Pengelolaan setiap KEK dapat dianggap sebagai mengelola proyek, dan mengelola seluruh KEK dapat dianggap sebagai manajemen program. Untuk meningkatkan efektifitas kinerja setiap KEK dalam manajemen program pada seluruh KEK, pada penelitian ini telah di analisa Key Performance Index (KPI) terhadap daftar manfaat. KEK di Indonesia memiliki manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kemudian terdapat 31 KPI yang relevan dan dapat digunakan guna memantau kegiatan setiap KEK di Indonesia. Serta indikator penanaman modal asing merupakan indikator yag dianggap paling penting dalam pemantauan kegiatan KEK, diikuti indikator ekspor dan seterusnya.

In 2009, the Government of Indonesia passed Law (UU) Number 39 concerning the implementation of Special Economic Zones (KEK). This product was born for a noble purpose: accelerating economic development, and building a balanced development between regions, within the framework of one economic unitary unitary state of the Republic of Indonesia. KEK was chosen as a breakthrough to realize goals rather than SEZ itself. Judging from the annual report of the National SEZ Council every year for all SEZs that are already running, an evaluation of existing SEZs is still needed because they are not yet running effectively. In fact, evaluating the progress of the KEK program is difficult because every year there are changes in performance indicators. Lack of effective monitoring and evaluation is a critical weakness in most SEZ programs (2016 ASEAN Guidelines for SEZs). Management of each SEZ can be considered as managing a project, and managing all SEZs can be considered as program management. In order to increase the effectiveness of the performance of each SEZ in program management for all SEZs, this research has analyzed the Key Performance Indicators (KPI) against the list of benefits. SEZs in Indonesia have economic, social and environmental benefits. Then there are 31 KPIs that are relevant and can be used to monitor the activities of each SEZ in Indonesia. As well as the foreign investment indicator is the most important indicator in monitoring SEZ activities, followed by the export indicator and so."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Saparwadi
"Penelitian ini mencoba untuk mengetahui permasalahan tentang pengaturan investasi di kawasan ekonomi khusus Mandalika, kepastian hukum berinvestasi berdasarkan pengaturan tersebut dan faktor penghambat dalam berinvestasi serta upaya penyelesaiannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yuridis dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Temuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, pengaturan investasi di kawasan ekonomi khusus Mandalika diatur secara khusus melalui peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan sebagai amanat dari Pasal 31 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Untuk melaksanakan amanat tersebut, dibuatlah kebijakan-kebijakan khusus untuk mendukung terlaksananya pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Kebijakan tersebut meliputi pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah, dan pembentukan peraturan perundang-undangan terkait investasi di kawasan ekonomi khusus Mandalika. Kedua, kepastian hukum berinvestasi sudah dapat dicapai melalui substansi hukum, aparatur hukum dan budaya hukum. Selain itu kondisi stabilitas negara yang kondusif mendukung terlaksananya investasi di kawasan ekonomi khusus Mandalika. Ketiga, faktor penghambat berinvestasi adalah pembebasan lahan, sumber daya manusia yang minim, infrastruktur yang kurang, konflik antara pengembang dengan masyarakat adat. Kesemua hambatan tersebut bisa diselesaikan oleh PT Indonesia Tourism Development Corporation (PT ITDC) karena adanya sistem hukum yang jelas dan peran aparatur baik pelaksana (pengembang) maupun penegak hukum sehingga menciptakan kepastian hukum. 

This research tries to know the problems regarding the rule of investment in Mandalikas special economic zone, investment legal certainty based on these rules, barriers in investing and efforts to solve them. To answer these problems, the research method used is juridical normative using secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The findings of this research are bellows: first, investment rules in Mandalika special economic zone are ruled by specific legislation. It is mandated by the Article 31 Act No. 25 of 2007 on Investment, to carry out the mandate, special policies are made to support the implementation of sustainable national economic development. The policy includes the distribution of government affairs between the central and regional government and the establishment of legislation related to investment in the Mandalika special economic zone. Second, legal certainty in investing can be achieved through legal substance, legal structure, and legal culture. In addition, conducive conditions of state stability support the implementation of investment in Mandalika special economic zone. Third, barriers in investing are land acquisition, minim of human resources and infrastructure, and conflict between the developer and indigenous people. All of barriers can be solved by PT Indonesia Tourism Development Corporation (PT ITDC) because there are legal certainty system and role of both implementing (developer) and law enforcement officials so that make legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Totok Imam Santoso
"Konflik Laut Cina Selatan (LCS) yang hingga saat ini belum terselesaikan antara Cina, dan negara anggota ASEAN, telah berdampak terhadap Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Laut Natuna Utara. Cina sebagai salah satu claimant state merupakan great power yang sering melakukan aksi agresif di LCS. Pemerintah Indonesia mengirimkan nota protes diplomatik, namun Cina sebaliknya menegaskan klaim kedaulatannya atas wilayah ZEEI tersebut. Panglima TNI mengeluarkan perintah langsung untuk melaksanakan operasi siaga tempur laut. Permasalahannya adalah strategi apa yang terbaik dan efektif bagi TNI untuk mengatasi aksi agresif Cina di ZEEI tersebut, sehingga tidak memicu eskalasi konflik dengan militer Cina menjadi konflik bersenjata secara terbuka dan permasalahan bisa diselesaikan dengan cara damai serta berkelanjutan. Berdasarkan permasalahan tersebut, yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini antara lain adalah (1) perkembangan isu LCS dan aksi agresif Cina; (2) posisi Indonesia pada ZEEI di Laut Natuna Utara; dan (3) strategi TNI dalam menjamin yurisdiksi nasional di ZEEI. Tulisan ini merekomendasikan peningkatkan interoperabilitas antar Satgas TNI yang bertugas dan antara Satgas TNI dengan unit-unit lapangan dari K/L terkait langsung di Laut Natuna Utara, terutama dalam bentuk ROE integratif/kontinjensi agar tindakan-tindakan yang dilakukan lebih cepat, tepat dan terpadu dalam koridor aturan hukum."
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2020
321 JKLHN 41 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>