Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Braudel, Fernand
Paris : Arthaud Flammiasion , 1987
909 BRA g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ernany Dwi Astuty
"Masalah kemiskinan yang tetap muncul dipermukaan sesungguhnya merupakan refleksi dari keadaan faktual masyarakat pedesaan maupun di perkotaan. Kemiskinan tersebut tetap menarik dikaji sebab kondisi sosial ekonomi serta kondisi fisik lingkungan permukiman belum menunjukken perubahan kearah perbaikan, walaupun pemerintah telah berhasil mengurangi persentase penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kualitas penduduk yang perlu dilakukan pemerintah adalah meningkatkan pendapatan penduduk melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilaksanakan melalui Inpres RI No.5 Tahun 1993. Program IDT merupakan kebijaksanaan dan strategi untuk mengentaskan kemiskinan secara langsung di desa tertinggal yang penekanannya pada upaya terpadu untuk peningkatan dan dinamika ekonomi masyarakat lapisan bawah. Dana IDT merupakan modal usaha bagi masyarakat miskin di desa tertinggal untuk kegiatan ekonomi yang produktif. Setiap desa tertinggal memperoleh bantuan modal kerja sebesar Rp.20 juta yang diberikan selama 3 tahun berturut-turut, dan penerimanya adalah masyarakat yang tergolong miskin. Dengan terjadinya krisis moneter yang berkepanjangan saat ini (sejak pertengahan tahun 1997) mengakibatkan penduduk miskin meningkat jumlahnya. Hal Ini disebabkan karena banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) terutama di perkotaan dan naiknya harga barang yang berdampak pada daya beli masyarakat menurun. Kondisi ini berdampak sampai ke pedesaan yang menyebabkan masyarakat miskin semakin banyak jumlahnya, karena banyak penduduk di kedua desa penelitian yang "nglaju" bekerja di daerah perkotaan.
Tujuan dari studi ini untuk mengetahui dampak pemberian bantuan modal dana IDT terhadap perbaikan kualitas hidup dan segi sosial- ekonomi-fisik lingkungan dibandingkan dengan masyarakat yang tidak menerima bantuan modal desa IDT. Hipotesis yang diajukan adalah: pemberian dana IDT berpengaruh dan berdampak positif terhadap kualitas hidup masyarakat penerima dana IDT. Kualitas hidup dalam penelitian ini mengacu pada variabel kualitas hidup dari Bianpoen dan Gondokusumo (1986) seperti kemiskinan yang dikonversikan dari besar pendapatan, penyediaan ruang dalam rumah setiap orang, pemakaian air bersih, kesehatan balita, dan tingkat pendidikan.
Metode penelitian yang digunakan dengan pendekatan: (1) studi kasus yang ditujukan untuk memberikan gambaran secara rinci latar belakang, dan sifat yang khas dari kasus pemberian dana IDT di desa tertinggal; (2) studi melalui obsevasi dengan cara mengamati langsung kondisi fisik lapangan serta wawancara langsung dengan para responden; (3) studi melalui data sekunder yang terkait dengan mesalah ini diantaranya data statistik, peta dan laporanlaporan dari Instansi pemerintah. Penelitian dilaksanakan di desa Mekarjaya yang mewakili desa penerima bantuan dana IDT dan letaknya sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi tetapi justru termasuk desa tertinggal: dan desa Lebakwangi yang dipilih sebagai desa pembanding yang tidak mendapat dana IDT. Sebagai responden ditentukan sebanyak 70 KK dari desa penerima dana IDT dan 50 KK dari penduduk desa yang tidak menerima dana IDT. Pengambilan sample dilakukan dengan metode roporsional stratified random sampling.
Data yang diperoleh diedit kemudian dimasukkan ke tabel dan dilakukan analisis tabel secara tunggal maupun silang. Analisis kuantitatif dengan menggunakan program SPSS for Windows Release 6.0) yang terdiri dari : (a) dlstribusi frekuensi dan (b) tabulasi silang. Analisls kuantitatif juga dilakukan untuk menganalisis kemiskinan yang menggunakan kriteria Sajogyo dan BPS, sedangkan untuk melihat distribusi pendapatan dengan menggunakan formula Gini Ratio dari Soejono (1978 : 8).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria BPS, pemberian bantuan IDT pada masyarakat di desa IDT dalam Jangka pendek depat mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar 9,28%, yaitu dari 43,56% menjadi 34,28%. Angka tersebut tidak berarti karena kenaikan pendapatan rata-rata perkapita dari Rp34.253,37 menjadi Rp46.743,93, ternyata secara riel setelah dikurangi inflasi maka kenaikan pendapatan yang diperoleh hanya relatif kecil. Namun bila tingkat kemiskinan di desa IDT diukur dengan kriteria Sajogyo, pemberian dana IDT tidak mengurangi jumlah penduduk miskin sebaliknya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat jumlahnya dari 28,5% menjadi 37,14%, Sementara itu jumlah penduduk miskin di desa bukan IDT bila menggunakan kriteria BPS pada waktu yang sama meningkat sebesar 2,0%, dari 32,0% menjadi 34,0%. Demikian juga bila kriteria Sajogyo dipakai untuk mengukur kemiskinan maka jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 30%, dari 14,0% menjadi 44,0%. Ukuran Sajogyo teenyata lebih relevan digunakan karena mencerminkan tingkat kemampuan daya beli masyarakat khususnya terhadap beras.
Adapun variabel kualitas hidup yang diteliti adalah (1) tingkat kemiskinan, (2) pemilikan luas rumah perkapita (orang), (3) anak balita sehat, (4) pemakaian air bersih dan (5) pendidikan kepala rumah tangga (KK). Hasil penelitian menunjukkan adanya dana IDT yang telah dlmanfaatkan responden di desa IDT mempengaruhi beberapa variabel kualitas hidup. Variabel kualitas hidup yang mengalami perubahan positif adalah variabel anak balita sehat sebesar 6,4% dan variabel penggunaan air bersih sebesar 2,8%. Variabel yang tidak mengalami perubahan adalah variabel pendidikan KK dan variabel luas rumah per orang. Variabel yang mengalami perubahan negatif adalah variabel responden tidak miskin (ukuran sajogyo) Sementara Itu, di desa bukan IDT pada saat yang sama (1997) variabel kualitas hidup yang mengalami perubahan positif adalah variabel anak balita sehat dan variabel luas rumah per orang, masing-masing besarnya 2% dan 8%. Sedangkan variabel kualitas hidup yang perubahannya negatif adalah variable kemiskinan ukuran sajogyo sebesar 30%. Adanya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 di kedua desa penelitian telah berdampak pada menurunnya pendapatan masyarakat yang cukup drastis yaitu sebesar 40%. Demikian juga ditinjau dari kesehatan balita yang mengalami kekurangan gizi meningkat menjadi sebanyak 75%. Kondisi fisik perumahan setelah adanya pemberian dana IDT, jumlah rumah yang berdinding tembok meningkat sebesar 11,4% yaitu dari 40,0% menjadi 51,4%. Demikian juga di desa bukan IDT jumlah rumah yang berdinding tembok pada waktu yang sama meningkat sebanyak 10%, yaitu dari 84,0% menjadi 94,0%.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dampak bantuan dana IDT tidak meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin dan tidak meningkatkan kualitas hidup rumah tangga karena tidak semua variabel kualitas hidup meningkat. Hal ini diperparah dengan terjadinya krisis ekonomi menyebabkan pendapatan masyarakat di kedua desa penelitian mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sebesar 40% dan balila yang kekurangan gizi meningkat mencapai 75%.

Poverty problems remain attractive to be investigated because our social economic and physical settlement conditions do not show changes towards betterment. Even though, our government policy succeeded in reducing the percentage of Indonesian people living under the poverty line. In order to raise human quality, endeavors need to be done by way of reducing poverty through increasing the people's income. Therefore, the government felt the need to launch a special program for the poor known as : Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). This program was implemented by Government based on the Instruction of the President of the Republic of Indonesia No.5 Year 1993. Each lagged village would receive Rp.20.000.000.- as working capital for consecutive 3 years. Unfortunately the monetary crisis that occurred since media 1997 and extended to become a lengthened economic crisis has resulted In an Increase In the number of poor people. Recipients of IDT FUND from the government are lagged villages society, and would be selected among those having a score in social economic variables of 48 maximum.
The main objective of this research Is to know the Impact of IDT on households' income towards the quality of life improvement of households' income in the IDT fund recipient compared the other households' who doesn't receive it. The hypothesis : The IDT fund has Impact and had some positive effect on the households' income of the households who received IDT fund. The quality of life in this research is based on the quality of life variables of Bianpoen and Gondokusumo (1986) such as : Poverty converted that is from total income and expense, available rooms in the house for each person, the use of clean water, the health of baby under 5, and education level. This research was conducted on several approaches and steps : First : case study approach was directed presented toward providing a detailed background/description and special characteristics of receiving cases IDT fund in lagged fund villages. Second : study via observation by direct physical investigation in the field and direct interview to respondents. Third : study via Inter related secondary data related to this problem such as : statistical data, map, and reports from the government bureau. We selected Mekarjaya village as the locality of research to represent villages which received IDT Fund, its location Is close to economic activity center but categorized as lagged villages; and Lebakwangl village was chosen as a control village receiving no I DT Fund, but both villages had some similarities. The total selected samples were 70 families (21%) from IDT FUND recipients and 50 families (13 %) from villagers who did not receive the IDT fund. In selecting the sample, a proportional stratified random method was carried out because In each strata, the total selected sample was based on equilibrium or proportion.
The data obtained henceforth was edited and tabulated, and table analysis was conducted in single and cross table analysis. Quantitative analysis will be undertaken by using statistical technique with the help of a computer (SPSS program for Window Release 6.0) consisting of : (a) Frequency Distribution, and (b) Cross Tabulations. Quantitative analysis as undertaken to analyze poverty a : using In Sajogyo and BPS criteria, while in examining income distribution we used Gini Ratio Formula of Soejono (1978: 8).
The research showed that - based on BPS criteria - provision of IDT reduce fund to in IDT village society for a short term period, could reduce the number of poor people by 9.28%, viz from 43.56% to 34.28%. Thus, can be said that in the short term IDT fund has been functioned to increase households' Income, but in the long term there will not functioned on the households' Income in laggerd village. a society. But if poverty level In IDT village is measured using the Sajogyo criteria, then, IDT fund do not reduce the number of poor people. On the contrary, the population below the poverty line Increased from 28,5 96 to 37,14 %. The reason was respondent's purchasing power to buy rice In IDT village inclined to decline. The average income in 1993 could buy 57.09 kg/month, while In 1997, they could only buy 46.74 kg/month. Meanwhile, the number of poor people in non IDT village - if we apply BPS criteria, at the same period, the number would increase from 32.0 % to 34.0 %. Likewise If Sajogyo criteria were applied, then the total poor people Increased from 14.0 % to 44.0 %. The reason was respondent's purchasing power to buy rice declined, the average Income per capita per month In 1993 would buy 60.59 kg but in 1997 the average income per capita, per month could only buy 47.42 kg.
The quality of life variable component we surveyed were: (a) poverty level, (b) housing area ownership per capita, (c) the health of under 5 years old, (d) the use of clean water, and (e) education level of the head of family. The research showed that the availability of IDT fund used by the respondents of IDT, village influenced the quality of life variable. The positive changes the quality of life variable were poverty based on BPS criteria, as big as 9.3% , health of those under 5 years variable 6.4%, and the use of clean water 2.8%. But the poverty variable suffered negative change, based on the criteria of Sajogyo It was -8.5%, and head of family education variable did not change at all. While in non IDT village during the same period (1997) the positive change In the quality of life variable were health of those under 5 years old, housing area per capita variables as big as 2% and 6% respectively. The negative change in the quality of life was poverty based on the criteria of BPS and Sajogyo were -2% and -3% respectively. But the use of clean water and education for in normal conditions. The quality of life variable of IDT village showed some positive change compared with non IDT village. This fact showed the benefit of IDT program although it was conducted only in a short period.
When economic crisis hit both IDT and non IDT villages, their income declined by 40%. This fall also showed in the health of those under 5 years old, who suffered lack of nutrient as big as 75%. We noted that physical house conditions in IDT villages after IDT fund was released, the number of concrete brick wall houses increased by 11.4% viz from 40.0% to 51.4%. The same phenomenon happened In non IDT village; where the total concrete brick wall house during the same period, increased by 10% viz. from 84.0% to 94.0%. Sanitary facility as indicated by owning a toilet of their own in IDT fund village was less than 15%. There is a tendency that respondents defecated freely such as In gardens, ponds or rivers. But on the contrary, respondent's awareness to have their own toilets in non IDT village were bigger, namely 54.0%.
The result of the research can be summarized that Impact ofIDT aid had not been Increased of the poor households' income and the quality of life, because all of the of life had not been increased. It is supported by the economic crisis that causing income society in both villages as samples have decreased drastically to 40%, and balita's (less than five years child) deficiency leave increased to 75%.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelsen, Hans
London : Kegan Paul : Trench : Trubner , 1946
301 KEL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mauss, Marcel
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992
305.8 MAU p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Avebury, Lord
New York: Longman, Green, 1912
305.8 AVE o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Moirand, Sophie
Paris: Hachette F.L.E, 1990
440.7 MOI u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Luh Suryatni Harthayasa
"Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dapat merupakan lembaga pendidikan informal yang menampilkan berbagai bentuk peragaan tentang Indonesia. Meskipun demikian sampai seberapa jauh kegiatan dan penyelenggaraannya memperoleh tanggapan dari para pengunjung. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis perwujudan TMII sebagai lembaga pendidikan informal (2) menganalisis berbagai peragaan yang dilaksanakan oleh TMII melalui anjungan-anjungan daerah (3) menganalisis efektivitas kegiatan dan cara-cara penyelenggaraannya (4) menilai tanggapan masyarakat pengunjung terhadap berbagai hal yang ditampilkan oleh TMII melalui anjungan-anjungan daerah. Metoda yang digunakan ialah metoda deskriptif analisis dengan data kualitatif dan kuantitatif.
Data yang digunakan ialah data primer dan data sekunder. Obyek observasi antara lain: (1) Kualitas dan kuantitas misi dan kegiatan TMII melalui anjungan-anjungan daerah (2) Kualitas dan kuantitas hambatan dari pengelola obyek wisata budaya TMII (3) Kualitas kondisi Astagatra sebagai ketahanan budaya secara integral, holistik dan sistemik merupakan ketahanan nasional.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) perwujudan TMII sebagai lembaga pendidikan informal adanya perubahan prilaku individu atau masyarakat yang diakibatkan terjadinya proses interaksi informasi tanpa adanya pengaturan tertentu dan sering dilakukan tanpa sadar mencapai tujuan tertentu. Dalam merealisasikan proses tersebut diperlukan berbagai cara dari TMII dalam mengemas potensi yang ada sehingga dapat menarik masyarakat untuk berrekreasi. 2) Berbagai bentuk peragaan yang ditampillcan melalui anjungan-anjungan daerah pada umumnya sama baik yang bersifat statik maupun yang bersifat dinamis. Tetapi dalam melaksanakan aktivitasnya sangat bervariasi. (3) Efektivitas kegiatan dan cara-cara penyelenggaraannya pada umumnya sama antar anjungan daerah baik berupa pameran pertunjukan maupun pendidikan dan latihan, begitu pula dengan cara penyelenggaraannya baik secara mingguan atau bulanan, khusus dan insidentil, tetapi yang menjadi perbedaan adalah kualitas dan kuantitasnya. Disisi lain masing-masing Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan yang berbeda sehingga dalam perkembangannya kurang baik yang dapat menimbulkan kecemburuan antar anjungan. (4) Tanggapan masyarakat pengunjung terhadap berbagai hal yang ditampilkan oleh TMII melalui anjungan-anjungan daerah secara bersama antara gatra geografi, gatra budaya dan gatra ekonomi sebesar 70% sedangkan 30% lagi dipengaruhi oleh faktor lain.
Pemeriksaan secara statistik untuk koefisien-koefisien ini sangat signifikan dengan uji statistik t, pengembangan dan pelestarian obyek wisata budaya TMII disarankan antara lain: (1) Keberadaan obyek wisata budaya TMII berpotensi untuk saling mengerti dan memahami perbedaan yang ada diharapkan partisipasi dan proaktif dari masyarakat luas dan khusus kepada pengelola TMII dalam melaksanakan misinya perlu ditingkatkan sesuai dengan dinamika masyarakat. (2) Perkembangan pembangunan obyek wisata budaya TMII hams memperhatikan ciri khas daerah dan tidak merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat maupun obyek wisata yang sudah ada. (3) Untuk lebih dikenal oleh masyarakat luas promosi perlu ditingkatkan dan khusus bagi anjungan daerah lebih banyak menampilkan pertunjukan atau pagelaran yang bemuansa budaya daerah. (4) Kontribusi TMII sebagai obyek wisata budaya dalam membina sating pengertian di dalam masyarakat majemuk Indonesia cukup positip sehingga dapat mempengaruhi wawasan nusantara dan ketahanan nasional, perkembangan lebih lanjut perlu diantisipasi budaya global yang berdampak negatif."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagyo Prasetyo
"Kebudayaan sebagai suatu sistem merupakan seperangkat gagasan-gagasan yang membentuk tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam suatu ekosistem. Hubungan antara manusia dan lingkungan tersebut menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan sebagai sarana adaptasi. Dalam kaitan inilah penelitian mengenai penempatan benda-benda megalitik di Kawasan Lembah Iyang-Ijen, Kabupaten Bondowoso dan Jember, Jawa Timur dilakukan. Hasil analisis membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat pendukung budaya megalitik di daerah penelitian mempunyai kecenderungan untuk melakukan pemilihan lokasi-lokasi di tempat-tempat yang mereka anggap ideal dalam mempermudah aktivitas mereka, baik yang berkaitan dengan unsur-unsur subsistensi maupun sebagai penunjang dalam mewujudkan konsep-konsep megalitik yang dianut. Tiga faktor utama yang menjadi strategi dalam pertimbangan pemilihan suatu lahan untuk ditempati adalah faktor kapabilitas lahan, faktor ketersediaan sumber batuan, dan faktor aksesibilitas. Makin tinggi kemampuan ketiga faktor tersebut maka akan semakin menjadi pilihan dalam penempatan suatu bahan untuk kegiatan. Namun demikian secara bersama-sama, ke-3 faktor tersebut belum tentu dapat menjadi indikator paling utama, hal ini didasarkan pada tingkat keragaman dari lingkungan itu sendiri. Suatu lahan dapat menyediakan daya dukung tinggi sesuai dengan faktor-faktor tersebut di atas, akan tetapi dapat terjadi bahwa sebagian kecil dari kesatuan sumberdaya lingkungan tersebut (seperti bentuklahan, tanah, ketinggian, kelerengan, sumber batuan, atau jarak sungai) mempunyai tingkat daya dukung yang kurang baik. Walaupun demikian, dengan kemampuan teknologi maka masyarakat megalitik dapat menyikapi kekurangan-kekurangannya selama sebagian dari daya dukung lingkungannya yang lain cukup baik.
----------
Culture, as a system, is a series of ideas, which construct individual or group behavior in an ecosystem. The relationship between human and the environment produces various forms of cultures as adaptation means. It is in this relation that the investigation on the placement of megalithic objects in the Area of Iyang-Ijen Valley in the Regencies of Bondowoso and Jember, East Java was conducted. Analyses results have proven that most of the communities that bear the megalihtic cultures within the investigation area tended to chose locations at places that they considered ideal to ease their activities, both in terms of subsistence and to realize the megalithic concepts that they believed. There are three main factors, which are part of the strategies in choosing a piece of land to stay, namely land carrying capability, availability of rock sources, and accessibility. The better those factors are, the higher chance that a place be chosen to carry out certain activities. Together, however, those three factors do not always be the main indicators because there is another important factor, which is the level of variability of the environment. An area can has a good carrying capacity in accordance with those three factors, although a small part of its environment (geomorphology, type of soil, elevation, inclination degree of its slopes, sources of rocks, and distance to rivers/water sources) may has low carrying capacity. However, with their technological ability the megalithic community there can deal with those impediments as long as the other parts of the environment have quite good carrying capacity."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D950
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Amalia Hanifah
"Penelitian ini menjabarkan gambaran seorang perempuan keturunan imigran Turki yang terbelenggu oleh budaya Turki tradisional yang dianut keluarganya dalam novel Ein Schnelles Leben Karya Zoë Jenny. Ayse sebagai tokoh utama dalam novel mengalami tekanan yang berasal dari keluarga imigran Turki yang memiliki habitus budaya pingit kepada perempuan. Habitus budaya pingit yang dimaksud merujuk pada pola kehidupan keluarganya yang terus mengatur dan membelenggu anggota keluarga perempuannya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang berfokus pada analisis data dengan menggunakan serta mencari informasi-informasi dari jurnal, buku, artikel dan literatur-literatur lainnya yang sesuai dengan topik pembahasan. Hal yang menjadi fokus utama dalam penelitian adalah bagaimana bentuk habitus budaya pingit dialami oleh perempuan keturunan imigran Turki dan upaya tokoh utama keluar dari kungkungan keluarganya. Penjabaran kisah yang tertuang pada novel ini didukung oleh teori Pierre Bourdieu mengenai habitus dan ruang sosial. Hasilnya adalah tokoh utama yang mengalami tekanan karena hidup sebagai perempuan keturunan imigran Turki yang dipingit akhirnya bisa menemukan keberanian untuk menentukan pilihan di hidupnya sendiri.

This study lays out the image of a woman of Turkish immigrant descent who is shackled by the traditional Turkish culture her family adheres to in Zoë Jenny's Ein Schnelles Leben novel. Ayse as the main character in the novel experiences pressure that comes from a family of Turkish immigrants who have a pingit culture to women. The pingit culture in question refers to the pattern of life of her family who continues to control and shackle female family members. In this study, the author use qualitative method, that focuses on data analysis from journals, books, articles, and other literature that is relevant with the topic of discussion. The main focus of the study is how pingit culture is experienced by women of Turkish immigrant and the efforts of the main character to get out of the confines of his family. The description of the story contained in this novel is supported by Pierre Bourdieu's theory of habitus and social space. The result is that the main character who is under pressure from living as a shackled woman of Turkish immigrant can finally find the courage to make choices of her own."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>