Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122856 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri-Edi Swasono
Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM, 2005
330.1 SRI e (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1995
951.042 NAI r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Kuncoro
Depok: UI-Press, 2010
PGB 0035
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Sri-Edi Swasono
Yogyakarta: UGM, 2003
330.9 Sri e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sutiadi
"Hibah luar negeri saat ini belum ditatausahakan secara lengkap dan menyeluruh. Padahal pemanfaatan hibah luar negeri mempunyai beberapa konsekuensi yaitu kebutuhan dana pendamping, adanya disillusionment dan adanya muatan politis yang sangat kental. Tidak diaturnya hibah karena dianggap mempunyai nilai yang sangat kecil dan tidak berpengaruh terhadap perekonomian nasional.
Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi, daerah banyak berharap untuk dapat memanfaatkan hibah luar negeri untuk membiayai pembangunan. Keinginan ini sudah direspon donor dengan menggulirkan program bagi daerah. Dengan tidak adanya aturan yang jelas hibah luar negeri tidak termanfaatkan dengan optimal.
Berkenaan dengan latar belakang tersebut kemudian dilakukan penelitian untuk melihat besaran hibah yang diterima oleh Pemerintah Indonesia sekaligus menelusuri arah penggunaan hibah itu, menelusuri peraturan-peraturan yang ada yang mengikat aliran hibah ke Indonesia berikut tatacara pengelolaan atau penatausahaannya, mendeteksi besarnya dana hibah sesungguhnya yang diterima serta dana pendamping yang wajib disediakan serta mengajukan rumusan dan mekanisme untuk mengelola dan menatausaha hibah agar dapat berdampak positif bagi masyarakat Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 1987 - 1998 nilai hibah yang diterima Pemerintah cukup besar berkisar antara USD 480 juta sampai USD 740 juta. Jika dibandingkan dengan realisasi dana pembangunan nilai tersebut berkisar antara 7.2% sampai 35%. Nilai yang cukup signifikan dalam mempengaruhi pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan penelusuran terlihat bahwa kebijakan donor dalam memberikan bantuan untuk setiap sektor cenderung berbeda dengan kebijakan Pemerintah dalam waktu yang sama. Pada sisi lain kebijakan Pemerintah juga justru cenderung mengabaikan hibah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana nilai hibah Uni Eropa yang sesungguhnya adalah sekitar 47% dari total proyek sementara untuk hibah UNDP sekitar 60% merupakan dana sesungguhnya yang dapat dikelola di dalam negeri. Jika hibah ini disalurkan ke daerah maka hampir semua daerah dapat memenuhi kebutuhan dana pendampingnya sehingga kebijakan publik hibah ini dapat diberikan langsung kepada daerah. Sebaliknya hibah bernilai besar seperti yang biasa diberikan Uni Eropa hampir semua daerah tidak dapat menyediakan dana pendampingnya. Untuk itu perlu diberikan rumusan kebijakannya sehingga daerah dapat memanfaatkan hibah ini secara optimal.
Kebijakan Publik Penatausahaan Hibah Luar Negeri merupakan salah satu sumber pendanaan pembangunan yang membawa sejumlah implikasi. Kebijakan hibah harus merupakan bagian dari kebijakan bantuan luar negeri secara utuh serta sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi. Terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu politis dimana hibah hanya dapat dilakukan antar negara serta kemampuan daerah dalam menyediakan SDM maupun Dana Pendamping.
Arah kebijakan penatausahaan hibah harus jelas dan sesuai dengan arahan program pembangunan nasional, disusun secara terhormat dan memberikan keuntungan bagi keduabelah pihak. Penerima hibah harus memahami konsekuensi penerimaan hibah, mengetahui persyaratannya, mempunyai alasan untuk menerima atau menolaknya serta harus menghindari upaya yang merugikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenas, Polii Johny
"Pendahuluan
Usaha untuk meningkatkan pembangunan Nasional dengan mempertimbangkan peran serta daerah, terutama dalam dasawarsa terakhir ini mulai dipikirkan. Langkah ini adalah sangat besar manfaatnya untuk Indonesia, mengingat keberadaan wilayah yang terbagi atas beberapa daerah (propinsi) yang karakteristik sosial, wilayah ataupun ekonominya berbeda-beda.
Sampai sejauh ini para perencana pembangunan ekonomi dalam usaha untuk meningkatkan perekonomian banyak berpijak pada pembangunan sektor-sektor. Usaha ini mungkin bisa mencapai satu tingkat yang optimal jika karakteristik dari setiap daerah (propinsi) sama. Tidak jarang terjadi di Negara berkembang termasuk Indonesia penggunaan sumber daya dan dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat terhadap daerah-daerah (propinsi) tidak digunakan seefisien mungkin. Hal ini bisa terjadi karena prioritas sektor yang tersusun secara nasional tidak mutlak persis sama dengan prioritas untuk setiap daerah (propinsi)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Senghaas, Dieter
Jakarta : LP3ES , 1988
338.9 SEN w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Windratmo
"Hubungan Jepang-Indonesia berjalan sejak masa kolonial Jepang di Indonesia. Hubungan ini berjalan terus dari masa Pra Orde Baru hingga memasuki masa Orde Baru. Diplomasi Jepang di. Indonesia semakin meningkat bersamaan dengan kepentingan ekonominya di berbagai bidang. Diplomasi Jepang pada era Pasca Perang Dingin mengalami perubahan bersamaan dengan berubahnya tata dunia internasional dari bipolar ke multipolar. Perubahan ini mendorong Jepang untuk berperan secara aktif di WTO dan IMF. Perhatian dan peranan aktif Jepang melalui IMF ditandai dengan keberhasilannya mengajukan keberatan terhadap situasi yang ada di Indonesia melalui Paket Reformasi IMF.
Perkembangan diplomasi Jepang dari waktu ke waktu perlu di analisis akibat dari perubahan eksternal dan internal di Indonesia maupun Jepang dan lingkungan global. Tujuan Penelitian yaitu, mengetahui perkembangan diplomasi Jepang-Indonesia berdasarkan ekonomi, politik dan sosbud; peranan diplomasi Jepang ditengah berubahnya sistem internasional; ada tidaknya perubahan pendekatan kebijaksanaan Jepang terhadap Indonesia dengan adanya mobnas dan krisis ekonomi.
Teori yang dipergunakan adalah mengenai konsep kebijaksanaan publik dan kebijaksanan luar negeri, diplomasi, kebijaksanaan industri dan teori "international tariff game". Metode penelitian adalah desain penelitian deskriptif den analisis data menggunakan pendekatan kualitatif/historis.
Dalam pada itu, subjek /pokok penelitian adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan luar negeri Jepang terhadap Indonesia yang dilakukan melalui diplomasi Jepang-Indonesia dan metode pengumpulan data melalui analisis data sekunder. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Jepang memiliki kepentingen yang cukup besar di bidang ekonomi dan politik di Indonesia. Diplomasi Jepang dari waktu ke waktu tetap berkisar pada masalah ekonomi. Sehingga Peranan Jepang yang semakin aktif di dunia internasional dapat dig nakan untuk mengambil inisiatif dalam menjalankan kebijaksanaan ekonomi luar negeri Indonesia untuk meningkatkan perekonomian den posisi di badan-badan organisasi multilateral seperti WTO,APEC dan IMF."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Furqon I. Hanief
"ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan liberalisasi yang berjalan pada dekade 1983 sampai dengan 1993 di Indonesia, dimana pada masa yang sama teijadi indikasi pemusatan kekuasaan dari rezim otoriter. Untuk melihat pengaruh liberalisasi yang dijalankan melalui proses penyesuaian struktural dalam konteks politik Indonesia, diperlukan pandangan mengenai konfigurasi elit, jaringan elit serta bagaimana elit-elit tersebut berinteraksi dalam memberi respons terhadap tekanan eksternal seperti menjalankan kebijaksanaan deregulasi. Oleh karenanya, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu politik khususnya dalam memberikan wacana liberalisasi dalam bentuk proses penyesuaian structural yang teijadi pada negara dengan rezim yang otoriter dan sistem kekuasaan yang terpusat, khususnya pada kasus Indonesia. Lebih jauh penelitian ini merupakan studi kasus yang melihat dimensi politik proses penyesuaian structural di Indonesia, dengan antara lain memperhatikan faktor eksternal terhadap penyusunan kebijaksanaan deregulasi, serta kepentingan yang terkandung di balik rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh lembaga keuangan Internasional kepada pemerintah Indonesia. Selanjutnya, dianalisa tekanan liberalisasi tersebut yang berhadapan dengan nisi dan kepentingan kekuatan-kekuatan politik domestik, dan cara kekuatan-kekuatan politik domestik tersebut menyelesaikannya.
Dalam pandangan pimpinan negara pada saat itu, pembangunan untuk menciptakan Indonesia yang mandiri memperoleh tantangan yang kuat dari dunia internasional. Penyesuaian struktural dalam beberapa segi dapat dipandang sebagai salah satu bentuk tekanan internasional terhadap upaya Indonesia dalam melepaskan diri dari ketergantungan pada negara maju. Oleh karenanya, pelaksanaan penyesuaian struktural dijalankan secara pragmatis, dalam arti bahwa tahap pelaksanaannya disesuaikan dengan misi kemandirian dan kepentingan elit, tanpa mengurangi kesan positif yang diterima oleh para pemrakarsa penyesuaian struktural seperti lembaga keuangan internasional dan negara-negara Barat pemberi donor.
Sebagai konsekuensi atas pelaksanaan penyesuaian struktural yang dilakukan secara pragmatis dan heterogen, timbul kebutuhan akan suatu mekanisme pengendalian yang terpusat, khususnya untuk mengatur kelompok-kelompok elit yang signifikan. Dalam hal ini kelompok teknokrat menjadi mesin berjalannya deregulasi, kelompok birokrat militer mengakomodasi strategi mandiri, serta kelompok pengusaha rente menghidupi kekuatan politik. Pengendalian ini dijalankan secara langsung dan solid di bawah pengaruh Presiden Soeharto yang menjadi pusat kekuasaan. Hubungan langsung dan terpusat dari setiap elit tersebut memunculkan perubahan fenomena, yaitu kapitalisme birokrat pada tahun 1970an bertransforrnasi menjadi kapitalisme kroni pada dasawarsa deregulasi."
2001
D42
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Hapsary Subagio
"LATAR BELAKANG
Depresi yang terkenal dengan sebutan The Great Depression yang terjadi di Amerika pada tahun 1929-1939 berawat dari krisis ekonomi yang melanda sektor pertanian pada periode setelah Perang Dunia I, membuat sektor pertanian menjadi lemah karena jatuhnya harga produk - produk pertanian. Hal ini kemudian memotong penghasilan petani sebesar 70 % dari seluruh pendapatan bersih mereka Mengutip pendapat Basil Rauch, "This disastrous loss of over 70 percent of their cash income" (Rauch, 1944:18). Kemudian diikuti dengan jatuhnya The Stock Market pada bulan Oktober 1929, maka "awan gelap" mulai menutupi ekonomi Amerika.
Pada tanggal 4 Maret 1929 Herbert Hoover dilantik sebagai presiden Amerika ke 31. Sebagai pucuk pimpinan, ia berusaha untuk mengatasi segala permasalahan yang ada dengan mengeluarkan beberapa kebijaksanaan. Akan tetapi ternyata kebijaksanaan ekonomi yang dijalankan oleh Presiden Hoover untuk mengatasi kemelut ekonomi tidak membawa hasil, bahkan beberapa kebijaksanaannya dinilai masyarakat lebih memperparah keadaan rakyat.
Ketidakberhasilan kebijaksanaan ekonomi yang dijalankan oleh Presiden Hoover antara lain karena ia dibatasi oleh faham ekonomi Liberalisme Laissea faire, (intinya memberikan kebebasan yang seluas-luasnys kepada pihak swasta untuk berkarya di sektor ekonomi, tanpa campur tangan pihak pemerintah)."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T9013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>