Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reynolds, Russel B.
Harisburg: Pa The Stackpole, 1966
355 REY o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Desintha Putri
"Penelitian ini berkaitan dengan problematika yuridis dalam lelang, yang bertujuan untuk mengetahui apakah Pejabat Lelang berwenang untuk membeli barang bergerak yang dilelang dihadapannya. Penelitian ini adalah Penelitian Yuridis Normatif yang dilengkapi dengan penelitian lapangan. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Problematika yuridis antara Vendu Reglement dan Vendu Instructie dan aturan pelaksananya yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 Tentang Pejabat Lelang Kelas I terkait dengan Pejabat Lelang untuk membeli barang bergerak dalam lelang eksekusi dan non eksekusi yang dipimpinnya dapat disimpulkan bahwa karena kedudukan Vendu Reglement dan Vendu Instructie lebih tinggi dari pada Peraturan Menteri Keuangan maka secara yuridis Pejabat Lelang berwenang untuk membeli barang bergerak dalam lelangyang dilelang di hadapannya. Tetapi dilihat dalam praktek, ternyata tidak ada Pejabat Lelang yang melakukan pembelian barang bergerak yang dilelang di hadapannya. Dengan demikian ketentuan Vendu Reglement dan Vendu Instructie tersebut kurang efektif. Pejabat Lelang cenderung mematuhi Peraturan Menteri Keuangan. Mengingat hasil penelitian tersebut. Penulis berpendapat sebaiknya yang diubah adalah Vendu Reglement dan Vendu Instructie, sebab kedua aturan tersebut merupakan peraturan zaman Hindia Belanda. Peraturan mengenai lelang terutama mengenai Pejabat Lelang sebaiknya diatur dalam Undang-Undang yang telah disesuaikan dengan situasi, kondisi dan perkembangan zaman yang terjadi di bidang lelang di Indonesia sesuai dengan kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia sehingga peraturan tersebut lebih mencerminkan rasa keadilan, masyarakat sehingga diharapkan keberlakuannya pun akan lebih efektif.

This research related to the auction juridical issues, which aims to determine whether the Auction officials are authorized to purchase the moving goods which auctioned in front of him. This research is normative juridical which equipped with field research. Legal materials used in this research are primary legal materials and secondary legal materials. juridical issues between Vendu Reglement and Vendu Instructie and rules implementing i.e., the Finance Minister Regulation Number 93/PMK.06/2010 About the auction officials to purchase moving goods in execution and non-execution auction which led by him and it can concluded that because the position of Vendu Reglement and Vendu Instructie are higher than the Finance Minister regulation, hence in juridical way, auction officials areauthorized to purchase moving goods whether in execution and non execution auction. practically, there are no auction officials who purchase moving goods which auctioned in front of him. Thus the Vendu Reglement and Vendu Instructie regulation are less effective. The Auction officials tend to adhere the finance minister. Regarding to these research result, the authors has an opinion that Vendu Reglement and Vendu Instructie should be changed, because those regulations are the regulations product of Dutch East Indies era. Regulations regarding with the Auction officials should be regulated in the Act that has been customized with the situation, conditions and time developments that occurred in the field of auctions in Indonesia in accordance with the personality and culture of Indonesian people so that regulation is more reflective of the justice in community so hopefully the enforceability will be more effective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21670
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ummul Husna
"Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pengaturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Khusus diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran TanahPeraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1961 tentang Penunjukan Penjabat yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendafataran Tanah serta Hak dan Kewajibannya serta Keputusan Menteri Agraria Nomor SK.13/Depag/1966 yang menentukan bahwa untuk pembuatan-pembuatan akta-akta mengenai transaksi-transaksi tanah tertentu yang mempunyai segi-segi khusus, beberapa Pejabat Departemen Agraria karena jabatannya perlu ditunjuk secara khusus sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan daerah kerja yang meliputi seluruh Wilayah Indonesia.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia menunjuk Direktur Pendaftaran Hak Atas Tanah untuk membuatkan akta PPAT seperti Akta Jual Beli, Akta Hibah dan Akta Pemasukan dalam hal pemindahan hak atas tanah Hak Guna Usaha. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Khusus menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Kepala Kantor Pertanahan yang ditunjuk karena jabatannya oleh Menteri atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia secara khusus untuk melayani pembuatan Akta PPAT yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani program pelayanan masyarakat tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan Asas Resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Direktur Pendaftaran Hak Atas Tanah dalam jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Khusus, kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 dan kedudukan akta yang dibuatnya. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang mengutamakan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Peranan Direktur Pendaftaran Hak Atas Tanah sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus oleh Direktur Pendaftaran Hak Atas Tanah tidak efektif lagi setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998.

Before the enactment of Government Regulation Number 37 of 1998 on Regulation of Land Title Act Officer, setting the Special Land Deed Officer stipulated in Government Regulation Number 10 of 1961 on Land Registration, Head of National Land Agency Number 10 Appointment of Acting in 1961 that referred to Article 19 of Government Regulation Number 10 of 1961 on submissions and the rights and obligation Land and Agrarian Decree Number SK.13/Depag/1966 which determined that for the manufacturingmaking of the deeds of land transactions have certain aspects, some of the Agrarian Ministry officials because of his position should be appointed specifically as a Deed of Land Officer in the area of work covers the whole are of Indonesia.
Head of Indonesian National Land Registration appointed Director of Land Rights to make Land Special Deed Office's Deed such as Sale and Purchase Deed, Grant Deed and Deed Entered in terms of transfer of leasehold Land. According to Government Regulation Number 37 of 1998, Special Land Deed Officer was appointed by Chief of The Land Office because of his position by the Minister or the Head of National Land Agency to serve the manufacturing of Land Deed Officer's required in implementation of community service program or to serve a specific community service program for the State based on the Reciprocity Principle.
The purpose of this study was to determine the Director of Land Rights Registration's role in his position as Special Land Deed Officer, the position of Special Land Deed Officer in Government Regulation Number 37 of 1998 and the position of his deeds. From the approach used in this study is a normative juridical approach prioritizes the legislation.
According to the result revealed that the role of Director of Land Rights and Registration as Land Deed Officer designated by Government was no longer effective since the enactment of Government Regulation Number 37 of 1998.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30374
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Kusumadevi
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebelum membuatkan Akta Jual Beli wajib menerima bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dari pembeli dan Pajak Penghasilan dari penjual. Permasalahan utama dalam tesis ini yaitu, pertama bagaimanakah upaya preventif PPAT untuk menghindari pengelakan pajak oleh para pihak yang akan melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah khususnya melalui jual beli. Kedua, bagaimanakah sanksi untuk PPAT apabila para pihak yang menghadap tidak jujur dalam memberikan keterangan mengenai harga transaksi jual beli tanah.
Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah upaya preventif yang dapat dilakukan oleh PPAT untuk menghindari pengelakan pajak oleh para pihak yang akan melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah khususnya melalui jual beli dan bagaimanakah sanksi yang dapat dikenakan untuk PPAT apabila para pihak yang menghadap tidak jujur dalam memberikan keterangan mengenai harga transaksi jual beli tanah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PPAT harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan dapat menolak membuatkan akta jika sudah mengetahui itikad tidak baik dari para pihak. PPAT tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menerima sanksi akibat dari keterangan palsu mengenai harga jual beli yang diberikan oleh para pihak. Penjual dan pembeli itu sendiri yang akan menerima sanksi administrasi akibat kurang bayar pajak. Hanya saja PPAT wajib memberikan keterangan kepada Kantor Pajak apabila diminta pada saat dilakukan pemeriksaan.

Accredited Land Deed Officer (PPAT) must receive proof of payment of Land and/or Building Acquisition Rights Duties (BPHTB) from buyer and Income Tax (PPh) from seller before making the deed of sale and purchase. The main problems in this thesis are, first, how does preventive efforts of PPAT to avoid tax evasion by the parties that will transact transfer of land rights particularly through sale and purchase. Second, how does fine for PPAT if the parties that appears dishonest in giving information about the price of sale and purchase on land transaction.
This research is conducted on juridical normative method, the purpose of this research is to seek information about the question of how does preventive efforts of PPAT to avoid tax evasion by the parties that will transact transfer of land rights particularly through sale and purchase and how does fine for PPAT if the parties that appears dishonest in giving information about the price of sale and purchase on land transaction.
The result of this research shown that PPAT must apply the principle of prudential and able to resist making the deed if already knows is not good faith of the parties. PPAT cannot be obliged and not received fine if the parties dishonest about price of sale and purchase on land. The seller and buyer who will receive administrative penalties due to less tax. It?s just PPAT is obliged to give information to the tax office at the time the examination is done.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Regina Agustin
"Pembayaran pajak BPHTB merupakan self-assesment yaitu suatu sistem perpajakan dimana inisiatif untuk memenuhi kewajiban pembayaran pajak berada di tangan wajib pajak. Dalam prakteknya, kebanyakan klien meminta bantuan Notaris/PPAT untuk membayarkan pajak BPHTB tersebut. Namun masalah muncul ketika Notaris/PPAT tidak jujur dalam melaksanakan jabatannya dan melanggar kode etik.
Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris/PPAT dalam penggelapan BPHTB yang dilakukan olehnya dan sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris/PPAT dikaitkan dengan studi kasus yang secara riil terjadi di masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Notaris/PPAT dapat dikenakan tanggung jawab secara hukum terhadap penggelapan BPHTB dilihat dari sudut pandang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik sehingga sanksi yang dapat dikenakan berupa sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administratif.

The payment of BPHTB is a self assesment system where the initiative to fulfill the obligation of tax payment is in the hands of tax payers. In reality, most clients often ask for the help of Notary PPAT in paying their BPHTB. But the problem arises when a Notary PPAT is dishonest while carrying out his duty as a trusted profession and violates the code of ethics.
This thesis discussed about Notary PPAT's liability in terms of embezzling BPHTB which was commited by himself and the sanctions that can be imposed on him.
This research conducted using juridical normative and the result revealed that Notary PPAT could be imposed with legal responsibility against BPHTB embezzlement perceived from Criminal Code, Civil Code, Notary Position Act, and Notary PPAT Code of Ethic point of view. Therefore, criminal sanction, civil sanction as well as administrative sanction are the sanctions which could be imposed against them.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koch, Joanne B.
Boston: 0, 1983
306.8 KOC s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Amble, Joan Lordi
Stamford, Connecticut : Financial Accounting Standards Board, 1986
657.75 AMB g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Auerbach Publisher, 1975
R 004.14 AUE
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Axelrod, Rise B.
New York: St. Martin Press, 1997
R 808.066 Axe s
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Hashim Ali
Singapore: Oxford University Press, 1999
330 HAS c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>