Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20758 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarifudin Tippe
Yogyakarta: Yayasan Ulul Arham bekarjasama dengan Pusaka Pelajar , 2001
959.81 T 196 h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifudin Tippe
Banda Aceh: Ulul Arham, 2001
959.81 Tip e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Otto Syamsuddin Ishak
Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2001
959.8 Ish p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Toro Wiyarto
"1. Tugas Akhir ini berisi tentang rancangan untuk merubah mindset narapidana Ex. Gerakan Aceh Merdeka terhadap NKRI (Negera Kesatuan Republik Indonesia).
2. Latar Belakang Masalah
Dengan dijadikannya Aceh sebagai Daerah Operasi Militer yang kesekian kalinya Serta di bentuknya Kodam sendiri, dan diadilinya para GPK separatis ini, Serta perlakuan terhadap para terpidana Ex GAM ini secara adil dan manusiawi, diharapkan keamanan dan ketentraman di wilayah Nagro Aceh Darussalam menjadi membaik, dan Narapidana Ex. Gerakan Merdeka mengerti akan kesalahannya, serta tidak bergabung lagi dengan GAM setelah selesai menjalani masa pidana.
3. Belum adanya pola pernbinaan khusus terhadap narapidana Ex. Gerakan Aceh Merdeka, mereka masih disamakan dengan pola pembinaan narapidana pada umumnya.
4. Maksud Penulisan Tugas Akhir adalah ; berusaha mencari jalan atau untuk merubah mindset bagi para narapidana Ex. Gerakan Aceh Merdeka.
5. Tujuan Penulisan Tugas Akhir ini adalah ; diharapkan menghasilkan bentuk dan teknik serta metode pembinaan yang mendasari pola pembinaan narapidana Ex. Gerakan Aceh Merdeka.
6. Konsepsi Sistem Pemasyarakatan adalah suatu sistem pembinaan, suatu methodologi dibidang "Treatment of Offénders?. Sistern Pemasyarakatan bersifat multilateral oriented dengan pendekatan yang berpusat kepada potensi-potensi yang ada, baik pada individu yang bersangkutan maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu keseluruhan. konsekuensi adanya pidana penjara yang merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana hilang kemerdekaan.
7. Pola pikir / mindset adalah bukan sekedar percikan pemikiran, perasaan, atau keyakinan tetapi desain muatan tertentu yang kita pilih menurut selera, lalu kita jadikan paradigma hidup.
8. Teori Belajar adalah Suatu teori yang mempelajari Perubahan dan kemampuan untuk berubah yang terkandung dalam belajar.
9. Teori Belajar Contiguous Conditioning (Pembiasan Asosiasi Dekat) sebuah teori belajar yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus dan respon yang relevan. Contiguous conditioning sering disebut sebagai teori belajar istimewa dalam arti paling sederhana dan efisien, karena didalamnya hanya terdapat satu prinsip yailu kontinguitas (contiguity) yang berarti kedekatan asosiasi antar stimulus-respon.
10. Teori belajar sosial adalah Memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks atomatis atas stimulus (S_R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya.
11.Teori Kontrol Tentang Perilaku adalah ; usaha yang terbaik dari kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dan dengan melakukan itu bisa mendapatkan kontrol yang efektif atas hidup kita yang berasal dari dalam diri kita dan bukan dari kekuatan luar.
12 Basis Terapi realitas Menurut Glasser (1965) adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup kebutuhan untuk mencintai, dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita beruna baik bagi diri kita sendiri rnaupun bagi orang Iain.
13. Analisa masalah ; narapidana Ex.Gerakan Aceh Merdeka merasa bahwa dirinya bukanlah WNI dan mereka merasa dlrinya sedang di tawan oleh Pemerintah RI, sehingga mereka tidak mengakui bahwa dirinya bersalah, sedangkan dasar untuk pembinaan berjalan sesuai dengan Sistem Pemasyarakatan adalah bahwa narapidana mengerti dan menyadari mengapa dirinya dipidana.
14. Usulan Pemecahan Masalah yaitu menggunakan Terapi Realitas yaitu suatu bentuk modifikasi tingkah Iaku, terutama dalam penerapan-penerapan institusionalnya, yang pada dasarnya merupakan tipe pengondisian operan yang tidak ketat.
15. Alasan memilih Terapi Realitas karena terapi realitas menekankan aspek- aspek kesadaran, kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagairnana tingkah Iaku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkarmya, dan bagaimana dia bisa terlibat dalam suam rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang dilandaskan tingkah laku yang bertanggungjawab dan realistis. Terapi realitas juga tidak melihat pemahaman sebagai suatu yang esensial untuk menghasilkan perubahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Taufik
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kemungkinan ancaman yang terdapat di Aceh pascaNota Kesepahaman Helsinki berdasarkan presiden terpilih pada Pemilu 2014. Kemungkinan ancaman tersebut dilakukan dengan mendekonstruksi ancaman menjadi tiga variabel yaitu, niat, kemampuan, dan kondisi dan mengekstraksi data variabel tersebut dari 5 aktor utama yaitu Variabel-variabel tersebut didapat dengan mengekstraksi data dari lima aktor utama yang memiliki ancaman terhadap Indonesia di Aceh yaitu Partai Aceh (PA), Partai Nasional Aceh (PNA), Majelis Pemerintahan GAM (MP-GAM), sebagai pecahan eks-gam yang memiliki kepentingan dominasi kekuasaan, baik dengan cara separatisme maupun tidak; Pihak internasional yang memiliki kepentingan ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang dapat digunakan untuk keperluan militer, dan Elite Jakarta dengan kepentingan ekonomi. Operasionalisasi variabel-variabel tersebut menggunakan analisis morfologis dan menghasilkan 6 skenario kemungkinan ancaman yang ditimbulkan dari perkembangan pola perjuangan eks-GAM dengan 2 end-state yang berbeda, merdeka secara de facto sehingga menghasilkan negara dalam negara dan referendum. Setelah itu, analisis linimasa digunakan untuk memberikan hindsight terhadap perkembangan ancaman di masa lalu berdasarkan variabel-variabel yang sama . Hindsight tersebut menunjukkan intelligence failure terjadi karena satu hal yang signifikan yaitu permasalahan pada kepala pemerintahan sebagai pembuat keputusan. Temuan analisis morfologis tersebut disintesiskan dengan temuan analisis linimasa dan menghasilkan tiga skenario dengan tiga karakteristik yang berbeda dari presiden terpilih tahun 2014 untuk menggambarkan kontribusi presiden terpilih terhadap realisasi kemungkinan ancaman eks-GAM yang telah ditemukan. Berdasarkan skenario tersebut, penelitian menyimpulkan tiga rekomendasi untuk meminimalisasi terjadinya hal tersebut yaitu peningkatan trustee intelijen daerah, operasi terpadu, dan mengundang investor asing.

The research is intended to assess the possibility of threat in Aceh past the Helsinki MOU period, in particular how the situation will unfold as Indonesians select their new president in 2014 presidential election. The threat possibility is carried out by deconstructing the threat into three variables, namely intention, capability and condition and extracting these data variables from 5 main actors including The Aceh Party (PA), The Aceh National Party (PNA), GAM’s Government Council which has an ambition for power domination through separatist means or other means, International parties with economic and infrastructure interests which could be used for military purposes and Jakarta’s elite with economic interests. The operasionalization of the variables in the study is conducted by using a morphological analysis that produced 6 possible threat scenarios by looking at the pattern of the former GAM members struggle with two different end states, to be independent, thereby creating a country within a country or referendum. A timeline analysis is further used to provide hindsight for the threats past background based on the same variables. The hindsight showed an apparent intelligence failure in the part of the head of the government as a decision maker. The findings from the morphological analysis is then synthesized with the findings of the timeline analysis to produce three scenarios with three different characteristics relevant to who gets elected in the 2014 presidential election. The findings stated the contribution that the next Indonesian president could make in facing the realization of the former GAM threat. The study concludes that there are three available recommendations to minimize the GAM threat. They include improving the trust in regional intelligence, holding organized operations and inviting foreign investors."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mastuti
"Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan negara Republik Indonesia, terutama dalam dua tahun terakhir. Keberadaan GAM dengan kekuatan yang seperti sekarang tentu tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kemunculan dan periode awal gerakannya, karena pada waktu itulah pondasinya dibangun. Oleh sebab itu, masalah GAM tidak akan dapat ditangani dengan baik tanpa menelaah periode awalnya. Dengan mengkaji periode tersebut, diharapkan dapat diketahui sebab-sebab kelahirannya, ideologi, taktik dan strategi, para pendukung, tujuan, dan tahapan aksi yang akan mereka lakukan.
Permasalahan-permasalahan yang ada akan coba ditelaah dengan menggunakan teori etnisitas dari David Brown, teori collective action dari Charles Tilly, dan konsep perang gerilya dari Nasution. Dalam eksplanasi ditekankan bahwa baik struktur maupun aktor memiliki peran yang sama pentingnya dalam melahirkan peristiwa.Tulisan yang tergolong dalam sejarah sosial politik ini pada prinsipnya ingin menjawab dua permasalahan utama, yaitu: bagaimana bentuk pemberontakan GAM dan mengapa GAM dapat bertahan lama.
Dari hasil penelitan yang dilakukan, diperoleh jawaban bahwa GAM merupakan gerakan separatis yang causal factor dari kelahirannya adalah karena bangkitnya nasionalisme etnis Aceh sebagai ekses dari kebijakan pemerintah pusat yang sangat sentralistis. Adapun penyebab GAM dapat bertahan sampai sekarang adalah karena akar-akar ideologisnya telah tertanama baik seiring keberhasilan penanaman kesadaran pada periode pertama dan juga karena adanya perubahan kebijakan pemerintah pusat dalam menangani gerakan-gerakan daerah. Ketidakjelasan sikap dan langkah dari pemerintah telah membingungkan aparat yang bekerja di lapangan. Mereka serba takut dalam melakukan tindakan yang membawa dampak fatal terhadap kondisi keamanan secara menyeluruh.
Kekecewaan yang berkembang luas dalam diri masyarakat Aceh terhadap perlakuan pusat telah menyebabkan munculnya tindakan-tindakan perlawanan, yang kemudian dengan cantik dimanfaatkan oleh GAM untuk mengekspoiltir dukungan massa. Di sini terjadi keseiringan gerak tentara GAM dengan gerakan perlawanan rakyat yang sesungguhnya gerakan perlawanan itu tidak bersifat separatis seperti GAM. Meskipun ada pengentalan perlawanan namun GAM tidak akan sampai menggulirkan sebuah revolusi, sebab koalisi yang terbangun tidak cukup kuat untuk melakukannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T4272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aspinall, Edward
Singapore: NUS Press Singapore, 2009
959.804 ASP i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Safwan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas eksklusi sosial terhadap akses tanah yang melibatkan mantan GAM sebagai aktor pelaku serta korban. Studi kualitatif ini mengangkat studi kasus di Kota Langsa, Aceh Besar dan Aceh Utara. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan peta kekuatan politik GAM. Hasil observasi, studi ini membagi kelompok GAM berdasarkan tiga golongan yaitu; elit, menengah dan marginal. Argumentasi tesis ini adalah eksklusi terhadap kalangan marginal mendorong terjadinya eksklusi lain. Eksklusi adalah bentuk adaptasi dengan cara mengeksklusi pihak lain. Studi ini menggunakan pendekatan power of exclusion yang melihat diekslusinya seseorang disebabkan oleh empat power yaitu regulasi, legitimasi, market dan force yang terjadi melalui proses licensed exclusion dan intimates exclusion. Hasil penelitian menunjukan penggunaan kekuasaan elit GAM pasca konflik berdampak terhambatnya kalangan marginal GAM dari pada program land settlement sehingga mendorong munculnya ragam ekskusi yang lebih kompleks pada beberapa daerah. Realisasi program land settlement menunjukkan potensi eksklusi terhadap marginal GAM. Relasi legitimasi dan market dalam intimate exclusion di Langsa menunjukkan cara marginal GAM mengakses tanah melalui
legitimasi solidaritas sesama GAM. Kasus Aceh Besar, relasi force dan legitimasi dalam land reform menunjukkan cara marginal GAM mengokupasi tanah korporasi. Praktik inklusi yaitu upaya marginal GAM mengikutsertakan masyarakat dalam land reform adalah manifestasi dari berkerjanya modal social bonding. Kekuatan lingkungan juga
berkontribusi terhadap tereksklusinya kalangan GAM dari akses tanah. Sedangkan licensed exclusion di kasus Aceh Utara menunjukkan cara jaringan patronese GAM yaitu elit GAM lokal dengan relasi elit GAM di tingkat Pusat yang mengakses tanah melalui regulasi dalam bentuk konsesi.

ABSTRACT
This thesis discusses social exclusion of land access involving former GAM as actors and victims. This qualitative study raises case studies in Langsa City, Aceh Besar and North Aceh. The location of the study was determined based on a map of GAM's political power. Based on observations, this study divides GAM groups into three groups namely; elite, middle and marginal. The argument of this thesis is the exclusion
of marginal groups encourages other exclusions. Exclusion is a form of adaptation by excluding others. This study uses a power of exclusion approach that sees a person's exclusion caused by four powers, namely regulation, legitimacy, market and force that occur through a process of licensed exclusion and intimates exclusion. The results of the study showed that the use of GAM's elite power after the conflict had hampered the marginalization of GAM rather than the land settlement program, which led to the emergence of more complex types of executions in several regions. The realization of the land settlement program shows the potential for exclusion of marginalized GAM. The relation of legitimacy and market in intimate exclusion in Langsa shows how GAM's marginal access to land through legitimacy of solidarity among fellow GAM. The case of Aceh Besar, force relations and legitimacy in land reform shows the marginal ways GAM has occupied corporate land. The practice of inclusion, namely GAM's marginal effort to involve the community in land reform, is a manifestation of the working of social bonding capital. Environmental forces also contribute to the exclusion of GAM from land access. Whereas licensed exclusion in the North Aceh case shows the way GAM's patronese network is the local GAM elite with GAM elite relations at the central level accessing land through regulations in the form of concessions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Yudha Apriliasari
"Memorandum of Understanding Helsinki merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka GAM sebagai bentuk penyelesaian konflik berkepanjangan di Aceh secara damai, menyeluruh, dan berkelanjutan. Implementasi atas butir-butir MoU menjadi instrumen bagi pemeliharaan perdamaian positif jangka panjang di Aceh. Pemerintah dan Eks kombatan GAM menjadi aktor penting dalam implementasinya, karena beberapa butir MoU menargetkan langsung pada kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan Eks Kombatan GAM. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, skripsi ini akan menjelaskan bagaimana implementasi MoU Helsinki memperbaiki kesejahteraan eks kombatan GAM pascakonflik. Skripsi ini menggunakan pendekatan welfare criminology dan didukung dengan pemikiran peacemaking criminology dari Richard Quinney dalam menganalisis seberapa jauh implementasi MoU Helsinki berperan sebagai pemelihara perdamaian di Aceh, dan sebagai tolok ukur untuk mengukur keseriusan pemerintah dalam pemenuhan kesejahteraan sosial bagi eks kombatan GAM, serta menjelaskan permasalahan dalam pengimplementasiannya hingga saat ini.

Helsinki MoU is an agreement between the Government of The Republic of Indonesia and The Free Aceh Movement GAM as the solution of long term conflict in Aceh in peaceful, whole, and sustainable. Implementation of the points of MoU becomes instrument for keeping the long term positive peace in Aceh. The government and the Ex GAM Combatant become important actors in the implementation, because some the MoU points directly target the welfare of Ex GAM Combatants. Using qualitative approach, this undergraduate thesis will explain how implementation of Helsinki MoU repairs the welfare of Ex GAM Combatants post conflict. This undergraduate thesis uses a welfare criminology approach that is supported by Richard Quinney's peacemaking criminology to analyze how far the implementation of Helsinki MoU takes role as the keeper of peace in Aceh, and as an indicator to measure the Government's seriousness in fulfilling social welfare for Ex GAM combatants, and to explain the problems in implementating the MoU until now."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>