Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44870 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: LP3ES, 1988
320.9598 PEM it
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : LP3ES , 1969
320.959 8 PEM it (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Citra Media Persada, 1995
R 959.8 LIM I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2006
959.8 PEM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
Jakarta: Gramedia, 1978
320.959 8 ALF p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ide Anak Agung Gde Agung, 1921-1999
The Hague: Mouton, 1973.
327.598 IDE t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Putri Indriany
"Abdurrahman Wahid adalah figur yang menarik dan pemikirannya tentang hubungan Islam dan negara yang disertai argumen-argumen dan praksis yang sering kontroversial, telah menjadi salah satu arus besar dalam khasanah intelektual dan perpolitikan kontemporer di Indonesia. Dalam hal ini, selain mempunyai implikasi secara normatif-substansial, Abdurrahman Wahid secara empirik-prosedural memainkan peran yang lebih besar dan berimplikasi luas dalam realitas politik. Hal ini dikarenakan Abdurrahman Wahid dalam aktivitasnya lebih kuat warna politiknya daripada warna akademisnya. Hal ini kemudian yang menyulitkannya untuk mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang guru bangsa, yang dapat berdiri di atas semua golongan dan kelompok kepentingan.
Penelitian yang dititikberatkan pada library research ini dimaksudkan untuk memetakan, menggambarkan dan menganalisis penolakan Abdurrahman Wahid terhadap negara Islam di Indonesia. Dari pemetaan ditemukan bahwa penolakan Abdurrahman Wahid tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam satu pemahaman, 'secara normatif-substansial atau secara empirik-prosedural; karena pemikiran Abdurrahman Wahid secara normatif dan empirik, ditemukan butir-butir pemikirannya yang berkelindan satu sama lain.
Penerimaan Abdurrahman Wahid terhadap Pancasila sebagai ideologi kebangsaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk finalitas negara bangsa di Indonesia, dan masyarakat Indonesia demokratis yang dicita-citakannya; adalah wujud dari penolakannya terhadap gagasan masyarakat atau negara Islam di Indonesia dari kalangan Islam modernis.
Walaupun secara umum, praktek politik Abdurrahman Wahid liberal dan sekuler, tetapi gagasannya tentang negara berakar dan dielaborasi dari keyakinan Abdurrahman Wahid terhadap Islam, baik Islam sebagai nilai-nilai ajaran maupun Islam sejarah. Sikap Abdurrahman Wahid yang moderat, inklusif, dan eklektis pada dasarnya adalah pengaruh ke-NU-annya yang sangat diwarnai oleh tradisi Sunni."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N. P. Basuki Ismael
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi pemikiran demokrasi sosial Hatta. Rekonstruksi itu menunjuk adanya pengaruh pemikiran demokrasi sosialnya Hatta dari tradisi kolektif masyarakat Minangkabau, ajaran Islam, dan sosialisme religius.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptifeksplanatif. Objek studi adalah seluruh gagasan Hatta tentang demokrasi sosial. Sedang titik tolak pembahasan penulis mengacu pada Pidato Hatta pada tanggal 27 November 1958 dimana Hatta menolak konsepsi demokrasi terpimpinnya Sukarno. Pidato Hatta ini kemudian disempurnakan dalam teks kecil yang diterbitkan dengan judul Demokrasi Kita. Dan dokumen resmi inilah ditemukan konsepsi Hatta tentang demokrasi sosial.
Dalam penelitian ini penulis hendak menjelaskan bagaimana Hatta sampai pada paham demokrasi sosial. Hatta berpendapat bahwa demokrasi sosial merupakan jembatan atas kemutlakan demokrasi politik di satu pihak dan demokrasi ekonomi di pihak lain. Pernyataan Hatta sendiri: di sebelah demokrasi politik berlakulah demokrasi ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paham demokrasi sosialnya Hatta merupakan sintesis antara demokrasi ekonomi dan demokrasi politik. Arti sintesis adalah bahwa unsur-unsur demokrasi sosialnya Hatta mengandung nilai demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Hatta antara lain menunjuk perwujudan demokrasi sosial di bidang politik pada asas kedaulatan rakyat dan asas otonomi daerah, sedang perwujudan demokrasi sosial di bidang ekonomi tampak dalam asas koperasi dan asas penyelenggaraan sistem perekonomian negara di mana sektor-sektor kepemilikan yang akan membawa kemakmuran seluruh masyarakat harus dikuasai dan dikontrol oleh negara.
Kita lebih mudah menyatakan paham demokrasi sosialnya Hatta merupakan paham sosialisme religiusnya. Artinya konsepsi sosialismenya Hatta tidak berciri khusus marxis, tetapi marxisme hanya digunakan Hatta sebagai alat analisis untuk melihat sejarah bangsanya yang pernah dijajah ratusan tahun. Sosialisme Hatta menolak kapitalisme dalam arti yang sangat kasar, yakni kapitalisme yang hanya menguntungkan kelas penjajah dan kelas bermodal. Sedang unsur-unsur kolektif dalam masyarakat Indonesia dan ajaran Islam turut serta mempengaruhi gagasan sosialisme religiusnya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Hatta tidak hanya menggunakan kebiasaan-kebiasaan di dalam masyarakat Minangkabau saja untuk membentuk konsepsi demokrasi sosialnya. Secara implisit dapat dikatakan bahwa kebiasaan gotong-royong dan hak untuk menyatakan protes juga ditemukan di luar Minangkabau, seperti di tanah Jawa sewaktu sistem-sistem kerajaan masih berlaku.
Informasi paling banyak tentang sumber-sumber pemikiran wawancara yang penulis lakukan terbatas kepada hal-hal yang tidak penulis kuasai. Untuk itu nara sumber yang dipilih juga sangat terbatas dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terstruktur.
Konsep-konsep dasar yang merupakan pembatasan studi ini tetap terbuka untuk suatu evaluasi di kemudian hari. Soalnya adalah apa yang dikemukakan tentang tradisi kolektivitas masyarakat Minangkabau, ajaran Islain, sosialisme religius tidak terdeskripsikan secara jelas. Mereka hanya mengatakan bahwa pemikiran Mohammad Hatta mendapat pengaruh dari ketiga unsur tersebut. Tetapi apa isi tradisi kolektif masyarakat Minangkabau, ajaran Islam, dan sosialisme religius tidak disistematisasikan, sehingga penulis perlu mencari dan membangun kerangka kosep itu sendiri.
Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk memberi isi kepada wadah yang sudah disiapkan oleh ilmuwan politik dan ekonomi yang sudah membahas pemikiran Mohammad Hatta, seperti dikemukakan oleh Deliar Noer, Mavis Roes, Sri-Edi Swasono. "
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Daniel P.
"Perkembangan perekonomian Indonesia setelah berakhirnya kekuasaan kolonialisme Belanda dan Jepang, memiliki fase yang menarik. Pergulatan mengenai rumusan konsep perekonomian nasional yang dicita-citakan menjadi perdebatan yang menarik. Trauma akan penjajahan Belanda menjadikan ekonomi yang dicita-citakan haruslah ekonomi yang mewadahi seluruh kepentingan rakyat dan upaya pengambilalihan semua kepemilikan Belanda yang berada di Indoneisa menjadi agenda utama. Namun setelah persetujuan KMB yang mengembalikan hak-hak kedaulatan pemerintahan ke tangan Indonesia dengan bentuk pemerintahan serikat (RIS), pemerintah yang baru memperoleh kedaulatan haruslah mengakui semua kepemilikan Belanda sebelumnya, artinya seluruh kekayaan Belanda yang ada di Indonesia tetap menjadi kepemilikan Belanda sesuai dengan yang diatur dalam persetujuan KMB. Dalam kondisi seperti inilah Sumitro Djojohadikusumo Menteri Perdagangan dan Industri pada Kabinet Natsir dipercaya untuk menyusun sebuah rumusan kebijakan ekonomi yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ekonomi Indonesia. Kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun kekuatan industri menengah kebawah atau industri rakyat agar dapat menjadi dasar ekonomi Indonesia. Industri ini nantinya diharapkan dapat menunjang industri-industri besar yang sebelumnya sudah mapan. Namun kuatnya modal asing dan lemahnya kernampuan masyarakat dalam mengakses kemajuan teknologi dilihat menjadi penyebab tidak jalannya program tersebut, sehingga titik berat devisa coba diambil dengan pengembangan pengusaha importir nasional. Usaha ini juga dinilai gagal karena hampir semua pengusaha tidak mampu melakukan kegiatannya tanpa mendapat bantuan dari negara, sehingga posisi mereka sangat tergantung pada policy yang dikeluarkan negara. Sehingga hubungan yang muncul adalah hubungan nepotisme antara pengusaha dan penguasa. Juga bentuk pemerintahan parlementer yang berdasarkan demokrasi liberal menyebabkan tidak ada kabinet yang mampu bekerja secara maksimal, karena setiap kabinet langsung dijatuhkan apabila melakukan suatu kesalahan, sehingga umur tiap-tiap kabinet hanya beberapa bulan saja. Yang penting di sini adalah ketidakmampuan negara dalam mengembangkan dirinya sebagai pelaksana utama kegiatan ekonomi sehingga modal asing memiliki posisi yang semakin kuat dalam menguasai bidang usaha. Perencenaan ekonomi yang dijalankan dari awal juga dibuat terkesan darurat dan hanya sekedar untuk menjalankan sebuah kegiatan perekonomian, dengan tahapan waktu yang kurang jelas. Jadi kekuatan pasar yang diharapkan untuk mengarahkan kebijakan justru rnenjadi bumerang, karena ketidaksiapan negara dan juga pengusaha nasional, sehingga pencapaian hasil-hasil ekonomi hanya diperoleh segelintir orang yang memiliki akses ke arah itu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salim Said, 1943-
Jakarta: Aksara Karunia, 2002
355.009 SAL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>