Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8608 dokumen yang sesuai dengan query
cover
May, Larry
New York: Cambridge University Press, 2005
345.0235 MAY c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sellars, Kirsten
"Summary:
A legal and historical analysis of the first modern attempts to prosecute national leaders for embarking upon aggressive war"
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2015. ©2013
341.62 SEL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Clarissa
"Dalam perjalanan menuju negara tujuan untuk mendapatkan perlindungan, pencari suaka seringkali melakukan perjalanan melalui laut dengan menggunakan kapal yang tidak laik laut dan seringkali pula dilakukan dengan bantuan kelompok penyelundup migran. Perjalanan yang berbahaya ini mengakibatkan banyaknya kapal pencari suaka yang mengalami kecelakaan di laut sehingga para pencari suaka seringkali berada dalam keadaan bahaya di laut. Hukum internasional mewajibkan negara untuk melakukan SAR untuk menyelamatkan setiap orang yang berada dalam keadaan bahaya di laut, termasuk pencari suaka. Ketentuan SAR secara khusus diatur dalam International Convention on Maritime Search and Rescue. Pelaksanaan upaya SAR bagi pencari suaka terkait pula penentuan place of safety, prinsip non-refoulement dan tindak pidana penyelundupan migran.

The journey to the destination country to seek protection, asylum-seekers frequently take the journey through sea by sea unworthy boats and they are seldom helped by migrant smugglers. This dangerous journey has caused a lot of asylum-seekers faced accident at sea and made them in distress at sea. International law obliges states to do SAR operation to save every person who is in distress at sea, including asylum-seekers. The special provisions related to SAR are consisted in International Convention on Maritime Search and Rescue. SAR operation to save asylum-seekers also related to the determination of place of safety, non-refoulement principle and migrant smuggling.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endi Junaedi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1976
S5992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldrian Tri Putra Oenang
"Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa kerap terjadi di Indonesia tanpa memandang usia, status, pekerjaan atau jabatan, bahkan jenis kelamin. Akibat pengaruh dari teknologi dan media yang semakin canggih, memungkinkan masyarakat mengakses berita-berita tentang kejahatan terhadap tubuh dan nyawa dan menjadikan hal tersebut sebagai topik perbincangan. Salah satu dari kasus kejahatan terhadap tubuh dan nyawa yang kerap menjadi topik perbincangan masyarakat adalah kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin, yang diduga di racun oleh temannya sendiri yaitu Jessica Kumala Wongso. Dengan meluasnya berita mengenai kematian Wayan Mirna Salihin serta besarnya rasa keingintahuan masyarakat mengenai kasus tersebut, membuat beberapa media meliput acara persidangan dengan Terdakwa Jessica Kumala Wongso disiarkan secara langsung pada televisi. Diskusi mengenai rumusan Pasal 340 KUHP dalam kaitannya dengan pembuktian unsur “dengan rencana” menjadi isu yang hangat, sehubungan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan. Hal ini didasari karena ditemukannya senyawa kimia berupa sianida di dalam kopi Wayan Mirna Salihin yang telah dipesankan terlebih dahulu oleh Jessica Kumala Wongso. Setelah melewati beberapa kali persidangan, Jessica Kumala Wongso akhirnya dituntut 20 tahun penjara atas tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Di dalam persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, tergambar bahwa pembuktian unsur berencana selalu terkait dengan unsur kesengajaan yang sulit sekali dibedakan maknanya. Maka dari itu Penulis meneliti bagaimana hubungan dari unsur berencana dengan unsur kesengajaan, serta bagaimana Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim mendasarkan pertimbangannya untuk membuktikan unsur berencana dalam suatu tindak pidana terhadap tubuh dan nyawa, dengan menganalisa rumusan delik pada Pasal 340 KUHP terhadap kasus Jessica Kumala Wongso serta empat putusan pengadilan lainnya dengan dakwaan yang sama yaitu Pasal 340 KUHP.

Crimes against the body and life are often occur in Indonesia it is regardless of age, status, occupation or position, even gender. Due to the increasingly sophisticated influence of technology and media, it enables people to access news about crimes against the body and life and make it a topic of conversation. One of the cases of crimes against body and life that are often being a topic of public discussion is the case of the death of Wayan Mirna Salihin, who allegedly poisoned by his friend Jessica Kumala Wongso. As the widespread news of the death of Wayan Mirna Salihin and the public goes curiosity about the case, some media covered the trial over a Defendant, Jessica Kumala Wongso broadcast live on television. A discussion on the formulation of Article 340 of the Indonesian Criminal Code in relation to the proof of the element "with the intention" becomes a hot issue, in relation to the indictment of the Public Prosecutor in the letter of indictment. This is based on the discovery of a chemical compound in the form of cyanide that found in Wayan Mirna Salihin’s coffee which has been ordered in advance by Jessica Kumala Wongso. After passing several trials, Jessica Kumala Wongso was eventually charged with 20 years in prison for murder under Article 340 of the Criminal Code. In the trial of the murder of Wayan Mirna Salihin, it is envisaged that the proof of the element of intention is always related to the element of deliberate that is difficult to distinguish the meaning. Therefore the author examines how the relationship of the elements of intention with the element of deliberate, and how the Public Prosecutor and the Panel of Judges based their consideration to prove the element of intention in a crime against the body and life, by analyzing the formulation of offense in Article 340 of the Criminal Code against the case of Jessica Kumala Wongso, as well as four other court decisions on the same indictment, namely Article 340 of the Criminal Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharina Triananda
"ABSTRAK
Tugas Karya Akhir (TKA) ini membahas mengenai viktimisasi sekunder oleh sistem peradilan pidana terhadap perempuan korban kekerasan. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk melihat apa saja bentuk-bentuk viktimisasi sekunder terhadap perempuan korban kekerasan yang dilakukan oleh sistem peradilan pidana. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus dari hasil wawancara 2 informan pendamping perempuan korban kekerasan dan data-data sekunder. Terdapat beberapa temuan penting dari penelitian ini, yaitu adanya viktimisasi sekunder terhadap perempuan korban kekerasan oleh sistem peradilan pidana melalui institusi, aparatur negara, dan prosedur persidangan. Hasil penelitian menyarankan perlunya objektivitas dari sistem peradilan pidana dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.

Abstract
This study focus on secondary victimisation by the criminal justice system against women victims of violence. The goal is to analyze what are the forms of secondary victimisation by the criminal justice system against women victims of violence. Using qualitative method, this study collected data from short interview with 2 accompanying victims to court and secondary data. This study found that there are secondary victimisation against women victims of violence by criminal justice system through the institution, state apparatus, and trial procedure. The result suggest that criminal justice system need an objectivity when handle the case of violence against women."
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andry Haryanto
"Tesis ini membahas fenomena kejahatan digital terhadap jurnalis di ruang siber dengan modus doxing atau menyebarkan identitas target di berbagai platform media sosial dengan sengaja dan niat jahat sebagai respons pemberitaan atau kerja-kerja jurnalistik oleh individu atau kelompok. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak doxing terhadap kebebasan pers serta doxing sebagai pintu masuk kejahatan terhadap jurnalis. Fenomena doxing dijelaskan dengan menggunakan Teori Masyarakat Jaringan, Teori Panoptikon, dan Teori Transisi Ruang.  Penelitian kualitiatif ini dilakukan terhadap 20 jurnalis sebagai subjek riset. Adapun metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan data sekunder dokumen dan jejak digital jurnalis korban doxing. Temuan penelitian adalah bahwa praktik penyebaran identitas dengan sengaja dan niat jahat berpengaruh terhadap kebebasan jurnalis dalam pemberitaan dan aktivitas jurnalistik. Beberapa jurnalis menjadi korban kejahatan usai identitasnya disebar seperti pelecehan, perisakan, ancaman pembunuhan, peretasan akun berbayar daring, serta penyalahgunaan identitas oleh pelaku untuk pinjaman online (pinjol).

This thesis is to study the digital crime against some journalists in cyber space by Doxing. Doxing is the act of publicly revealing previously private personal information without any consent which has a bad purpose as a response to their works by a solo or groups. On the other hand, the purpose of this thesis is to reveal the doxing’s impact on freedom of the press, including the entry gate of criminalization to the journalist. Moreover, a doxing phenomenon is explained with some theories. The first is Network Society Theory, the second is Panopticon Theory, and the third is Space Transition Theory. In this case, the source of qualitative research comes from 20 persons with various background reports. They consist of 10 fielder journalists, three of them are represented by their supervisor and the rest of them through their digital traces who have ever been doxed. To conclude, the research reveals doxing is delegitimate to journalists’ work and freedom. Some of them are victims of bullying, abuse, death threats, and hacking online payments, including data manipulated by illegal loaners."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmatu Shalihah
"Skripsi ini membahas mengenai pengaruh dari Policy Paper on Sexual and Gender-Based Crimes 2014 terhadap penuntutan kejahatan seksual yang diadili di Mahkamah Pidana Internasional. Dalam penelitian ini juga akan dibahas secara kronologis terkait pengaturan dan penuntutan kejahatan seksual di pengadilan- pengadilan sebelum Mahkamah Pidana Internasional untuk melihat signifikansi dari setiap pengadilan dalam penuntutan kejahatan seksual. Kejahatan seksual pada International Military Tribunal of Nuremberg and Tokyo (IMT dan IMTFE) pada masa Perang Dunia II belum dianggap sebagai kejahatan yang terpisah dan hanya sebagai bagian dari “mass atrocities”. Perkembangan dan pengaturan juga kejahatan seksual dapat dilihat pada pengadilan pidana internasional yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB yaitu ICTY, ICTR dan SCSL. Dengan berkembangnya pengaturan kejahatan seksual dalam pengadilan-pengadilan ini maka keberhasilan Penuntut Umum dalam membuktikan kejahatan seksual telah menghasilkan landmark cases seperti putusan Prosecutor v. Tadic yang merupakan keberhasilan pertama oleh Penuntut Umum dalam membuktikan kejahatan seksual. Namun, tidak ada kejahatan seksual yang berhasil dituntut di Mahkamah Pidana Internasional sebelum diterbitkannya Policy Paper on Sexual and Gender-Based Crimes 2014. Kasus pertama yang berhasil membuktikan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa kejahatan seksual adalah kasus Prosecutor v. Bemba setelah diterbitkan Policy Paper on Sexual and Gender Based Crimes 2014. Maka dari itu, penulis bertujuan untuk menjelaskan faktor- faktor dari ketidakberhasilan penuntutan kejahatan seksual di Mahkamah Pidana Internasional melalui kasus-kasus dan pengaruh Policy Paper on Sexual and Gender Based Crimes 2014 sebagai pedoman Penuntut Umum terhadap penuntutan kejahatan seksual di Mahkamah Pidana Internasional.

This thesis discusses the implementation of the Policy Paper on Sexual and Gender-Based Crimes 2014 on the prosecution of sexual crimes tried at the International Criminal Court. This study will also discuss chronologically regarding the regulation and prosecution of sexual crimes in courts before the International Criminal Court to see the significance of each court in prosecuting sexual crimes. Sexual crimes at the International Military Tribunal of Nuremberg and Tokyo (IMT and IMTFE) during World War II were not considered separate crimes and only as part of "mass atrocities". The development and regulation of sexual crimes can be seen in the international criminal courts established by the UN Security Council, namely ICTY, ICTR and SCSL. With the development of the regulation of sexual crimes in these courts, the success of the Public Prosecutor in proving sexual crimes has resulted in landmark cases such as the decision of Prosecutor v. Tadic which is the first success by the Public Prosecutor in proving a sexual crime. However, no sexual crimes were successfully prosecuted in the International Criminal Court prior to the publication of the 2014 Policy Paper on Sexual and Gender-Based Crimes. The first case that succeeded in proving crimes against humanity in the form of sexual crimes was the case of Prosecutor v. Bemba after the publication of the Policy Paper on Sexual and Gender Based Crimes 2014. Therefore, the author aims to explain the factors of the unsuccessful prosecution of sexual crimes at the International Criminal Court through cases and the influence of the 2014 Policy Paper on Sexual and Gender Based Crimes as the Public Prosecutor guide for the prosecution of sexual crimes at the International Criminal Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalar Gramsia Budiman
"Pengalaman kekerasan terhadap perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di lingkungan universitas belum banyak didokumentasikan dalam penelitian sosial. Alih-alih mendapatkan dukungan karena sudah mendampingi korban/penyintas kekerasan seksual, para perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual ini justru mengalami kekerasan, yang salah satunya dilakukan oleh institusi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor, pengalaman, dan dampak dari kekerasan yang dialami perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di lingkungan universitas dengan menggunakan teori feminis radikal. Penelitian ini merupakan penelitian feminis naratif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap enam perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di Universitas Indonesia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai-nilai patriarki dan neoliberal di universitas menciptakan kondisi yang menindas perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual. Ancaman, intimidasi, rumor, hingga kekerasan fisik yang dialami oleh partisipan penelitian ini merupakan upaya kontrol yang dilakukan oleh laki-laki yang merasa terancam oleh perlawanan perempuan pendamping. Selain itu, universitas yang memprioritaskan reputasi demi keuntungan finansial juga melakukan kekerasan sebagai upaya kontrol untuk menghindari risiko publikasi negatif yang akan memengaruhi keuntungan finansial. Penelitian ini melihat bahwa pada dasarnya kekerasan yang dialami oleh perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual merupakan bentuk kontrol yang dilakukan oleh laki-laki, baik secara individu maupun secara institusi. Penelitian ini menemukan bahwa kekerasan yang dialami perempuan pendamping perempuan korban/penyintas kekerasan seksual menimbulkan dampak berupa perlukaan, seperti rasa takut, khawatir, dan ingin menyerah. Meski begitu, kekerasan yang mereka alami juga menumbuhkan amarah dan resistensi yang semakin menguatkan perlawanan mereka.

The experiences of violence faced by women supporting victims/survivors of sexual violence in university settings have not been extensively documented in social research. Rather than receiving support for advocating victims/survivors, these women often become targets of violence themselves, some of which is perpetrated by the institution itself. This study examines the factors, experiences, and impacts of violence encountered by women advocates for sexual violence victims/survivors in universities, using radical feminist theory as its framework. The research adopts a feminist narrative approach, conducting in-depth interviews with six women advocating victims/survivors of sexual violence at Universitas Indonesia. The findings reveal that patriarchal and neoliberal values within universities create oppressive conditions for these women. Threats, intimidation, rumors, and even physical violence experienced by participants are strategies of control employed by men who feel threatened by the resistance of these women. Furthermore, universities, driven by a desire to protect their reputation for financial gain, also engage in violence as a form of control to avoid the risk of negative publicity that could affect their profitability. The study highlights that the violence experienced by women advocates of victims/survivors of sexual violence is fundamentally a form of control exercised by men, both individually and institutionally. This violence results in harm, including feelings of fear, anxiety, and the desire to give up. However, it also fuels anger and resistance, ultimately strengthening their determination to continue their fight against injustice."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>