Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4291 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanjung Akbar
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007
324.2 Tan g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Otto Cornelis, 1942-
Jakarta: O.C. Kaligis & Associates, 2001
324.2 KAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dasman Djamaluddin
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
324.6 GOL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Andhika Josep Jeremia
"ABSTRAK
Penelitian ini tentang keterpilihan Airlangga Hartarto menjadi ketua umum Partai Golkar secara aklamasi pada Munaslub tahun 2017 dan ini baru pertama kali terjadi di Partai Golkar pasca Orde Baru. Keterpilihan Airlangga Hartarto menunjukkan adanya pergeseran faksi Partai Golkar dari kompetitif ke kooperatif. Untuk menganalisa, penelitian ini menggunakan pendekatan institusionalisme pilihan rasional dari Peters, Clarke & Foweraker, Hall & Taylor serta Shesple. Selain itu peneliti juga menggunakan teori demokrasi internal partai dari Alan Ware, Huntington dan Norris. Untuk melihat faksionalisasi, peneliti menggunakan teori faksi dari Boucek, Belloni & Beller serta Paul Lewis. Teori penyatuan elit dari Higley & Burton serta teori kepemimpinan dari Alan Ware serta Heywood. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer dan sekunder. Data primer didapat dari wawancara dan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan atau analisis dokumen. Terdapat beberapa faktor mengapa Airlangga Hartarto terpilih secara aklamasi. Peneliti memulai dari faktor pendorong dilaksanakannya Munaslub, terdapat faktor internal serta eksternal. Faktor internal, ketua umum Setya Novanto menjadi tersangka dalam kasus E-KTP sehingga terjadi kekosongan pimpinan partai. Faktor eksternal, akibat kasus tersebut, citra partai di mata publik menurun, terlihat dengan menurunnya elektabilitas. Selain itu, terdapat agenda politik Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang perlu dihadapi oleh partai. Keterpilihan Airlangga Hartarto secara aklamasi ini merupakan bentuk "ekuilibrium nash". Selain itu, terdapat hubungan "mutualisme" antara kepentingan pemerintah dan Partai Golkar. Partai ini memiliki pragmatisme untuk selalu menjadi bagian dari pemerintah. Sehingga posisi Airlangga sebagai satu-satunya menteri dari Partai Golkar di Kabinet Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menjadi sangat berpengaruh.

ABSTRACT
This research is about Airlangga Hartarto's winning as the chairman of the Golkar Party by acclamation at the Extraordinary National Conference in 2017 and it was the first time has happened in the Golkar Party on post-New Order. It shows the shifting of faction in Golkar Party from competitive to cooperative. To analyse, this research use the rational choice institutionalism approach of Peters, Clarke & Foweraker, Hall & Taylor and Shesple. In addition, researchers also use the theory of internal democracy of party from Alan Ware, Huntington and Norris. To see factionalism, researchers used factional theories from Boucek, Belloni & Beller and Paul Lewis. The theory of the union of elites from Higley & Burton and leadership theory from Alan Ware and Heywood. This research uses qualitative methods with primary and secondary data sources. Primary data obtained from interviews and secondary data obtained from literature study or document analysis. There are several factors why Airlangga was chosen by acclamation. Researchers start from the driving factors for the implementation of the Extraordinary National Conference, there are internal and external factors. Internal factors, the chairman Setya Novanto became a suspect in the E-KTP case, and then the leadership vacancy occured in the Golkar Party. External factors, due to the case, the party's image in the public declined, seen with the decreased of electability. Additionaly, political agenda such as Pilkada 2018 and Pemilu 2019 need to be faced by the party. Airlangga's winning by acclamation is a form of "equilibrium nash". There is a "mutualism" relationship between the interests of the Government and the Golkar Party. This party has the pragmatism to always be a part of the Government. So, Airlangga's position as the only minister from Golkar Party in the Cabinet of Joko Widodo-Jusuf Kalla become very influential."
2019
T55358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burhan Agung Swastiko
"Penelitian ini hendak mengetahui strategi sayap perempuan partai politik yaitu Kesatuan Perempuan Partai Golongan Karya (KPPG) dalam mendorong keterwakilan perempuan di Partai Golongan Karya pada pemilihan umum legislatif 2014. Dengan diakuinya KPPG dalam landasan formal AD/ART Partai Golkar pada 2009 sebagai organisasi sayap yang bertugas menjadi sumber rekrutmen perempuan Partai Golkar baik untuk kepengurusan maupun pencalegan pada Pemilu Legislatif 2014. Namun, meskipun jumlah pengurus perempuan Partai Golkar mengalami kenaikan akan tetapi angka keterwakilan perempuan Partai Golkar dalam parlemen tidak mengalami kenaikan. Pijakan teoritis penelitian ini yaitu politik kehadiran dari Anne Philips, strategi partai politik dalam meningkatkan representasi perempuan dalam politik dari Joni Lovenduski, teori proses rekrutmen dari Pippa Norris, dan teori lainnya yang terkait penelitian. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan wawancara dan studi dokumen.
Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya peraturan perundang-undangan tentang afirmasi, KPPG berusaha memanfaatkannya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di internal Partai Golkar. Strategi yang dilakukan KPPG untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan adalah membuat program Desa Dasa Karya dan berusaha memasukkan perempuan di dalam peran-peran strategis dalam kepengurusan Partai Golkar. Sedangkan strategi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pencalonan legislatif Partai Golkar pada Pemilu Legislatif 2014 adalah dengan membuat kebijakan 'One Gate Policy', mengawal nomor urut caleg perempuan, memberikan pendampingan dan pembekalan terhadap caleg-caleg perempuan, dan menjalin kerjasama dengan sayap-sayap perempuan lintas partai. Namun terdapat faktor-faktor yang menghambat strategi KPPG. Faktor-faktor tersebut adalah aturan Partai Golkar, struktur Partai Golkar yang didominasi laki-laki, rekrutmen yang oligarki, tipe kepemimpinan ketua umum Partai Golkar, kepemimpinan internal KPPG, motivasi dan kapabilitas kader perempuan, serta internal KPPG yang tidak fokus mengangkat isu perempuan. Sehingga implikasi teoritis yang muncul bahwa meskipun partai politik membuka kesempatan kepada perempuan untuk berkarir dalam dunia politik tetapi partai politik tetap tidak menyediakan jalan bagi perempuan untuk memasuki posisi yang berpengaruh dalam politik. Perempuan minim posisi strategis di dalam partai politik dan posisi strategis juga sulit diraih oleh perempuan.

This study discussed about the strategies of womens movements in political party that is Golongan Karya Womens Union in encouraging womens representation in the Golongan Karya (Golkar) Party in 2014 Legislative Elections. With the recognition of KPPG in the formal basis of Statutes and Bylaw Golkar's Party in 2009 as an organization who has duty to become a source of women recruitment for Golkar Party both for stewardship and scrutiny in the 2014 Legislative Election. However, although the number of women members of Golkar Party has increased, Golkar Partys female representation in parliament has not increased. The theoretical basis of this research is political presence from Anne Philips, the strategy of political parties in increasing womens representation in politics from Joni Lovenduski, the theory of the recruitment process from Pippa Norris, and other theory related to this study. This study uses a qualitative method with interview and document study approach.
Findings in this study indicated that with the existence of legislation concerning affirmations, KPPG has utilized the legislation to increase womens representation within Golkar Party. The strategy carried out by KPPG to increase women's representation in the management by establishing Desa Dasa Karya program and including women in the strategic roles in the Golkars management. While the strategy to increase the womens representation in Golkar Party legislative nomination in the 2014 Legislative Election is establishing One Gate Policy, guarding the serial numbers of female candidates, providing assistance and debriefing for female candidates, and establishing the cooperation with cross-party womens wings. However, there are factors that inhibit the strategies from KPPG. The factors such as: the rules in Golkar Party, the men-dominated structure, the oligarchy recruitment, the General Chairmans leadership type, KPPG internal leadership, the motivation and capability of women cadres, as well as internal KPPG does not focus on raising womens issues. So, the theoretical implications appeared that eventhough the political parties has given opportunities for women to pursue careers in politics, the political parties still not yet provide a path for women to take an influential positions in politics. The lack of womens strategic positions in political parties also strategic positions are difficult for women to achieve.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Syamsuri
"Tesis ini meneliti tentang permasalahan Partai Golkar pada pemilihan kepala daerah 2015 di Kabupaten Gowa. Partai Golkar merupakan partai yang terkuat di Sulawesi Selatan dengan memiliki jaringan infrastruktur yang kuat ditandai dengan penguasaannya di sebagian besar jabatan di DPRD Sulawesi Selatan dan kemenangan pasangan calon yang diusung Partai Golkar dalam pemilihan kepala daerah sejak pemilihan kepala daerah secara langsung pada tahun 2005. Menjelang Pemilihan kepala daerah 2015 terjadi konflik internal Partai Golkar dengan adanya dualisme kepengurusan di DPP yaitu kepengurusan Aburizal Bakri dan Agung Laksono. Akibatnya, Partai Golkar mengalami sejumlah permasalahan dalam Pilkada di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Kabupaten Gowa. Untuk mengalisis sejumlah permasalahan Partai Golkar, penulis menggunakan teori institusionalisasi partai politik dari Randal & Svasand, teori faksionalisme elit partai politik dari Francis Boucek dan teori oligarki dari Jeffrey Winters. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data melalui kajian literatur, analisis dokumen serta wawancara mendalam. Temuan dari penelitian ini menunjukkan terdapat tiga permasalahan yang menyebabkan sangat lemahnya pelembagaan Partai Golkar yang berdampak terhadap hasil pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gowa. Permasalahan tersebut seperti; pertama, rekrutmen politik yang masih lemah. Proses rekrutmen Golkar dalam menentukan dan menetapkan calon kepala daerah tidak dilakukan sesuai dengan prosedur kebijakan dan aturan partai. Kedua, faksionalisme Partai Golkar yang bedampak terhadap tidak berjalannya mesin pemenangan partai secara maksimal dalam masa pemenangan kandidat akibat konflik internal dan dukungan dari kader yang terpecah. Ketiga, kepemimpinan yang personal dan oligarkis yang membuat pengambilan keputusan di partai semata-mata memberikan ruang kepada tumbuh kembangnya dinasti politik dan pertahanan jaringan kekuasaan di daerah.

This thesis examines the problems of the Golkar Party in 2015 head of regency elections in Gowa Regency. The Golkar Party is the strongest party in South Sulawesi with strong infrastructure network marked by its control in most positions in the South Sulawesi DPRD (the regional house of representative) and the victory of the candidates in the  regional head elections that was supported by the this party since direct regional elections was conducted in 2005. Closer to the regional head  election in 2015, Golkar Party faced the internal conflict with the dualism of management in the DPP (central executive board) namely the management of Aburizal Bakri and the management of Agung Laksono. As a result, the Golkar Party experienced a number of problems in the elections in the  numbers of regions in Indonesia, including Gowa Regency. To analyze the number of problems of Golkar Party, the researcher uses the theory of institutionalization of political parties from Randal & Svasand, the electoral theory of elite political parties from Francis Boucek and the oligarchic theory of Jeffrey Winters. This study uses qualitative methods, while the technique of collecting data conducted through literature review, analysis documents as well as in-depth interviews. The findings of this study indicate that there are three problems that have caused the very weak institutionalization of the Golkar Party which has an impact on the results of regional head elections in Gowa Regency. The First problem is the political recruitment is still weak. The process of Golkar recruitment in determining and assigning regional head candidates is not carried out according to party policy and rule procedures. Second, the factionalism of the Golkar Party has an impact on the failure in maximazing the the party's winning machine for its candidates due to internal conflicts and the support of cadres is divided. Third, personal and oligarchic leadership that makes decision-making in parties solely provides space for the development of political dynasties and the defense of power networks in the regions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rachman
"Studi ini meneliti citra khalayak terhadap Golkar. Secara spesifik, studi ¡ni diarahkan pada upaya menjawab 3 (tiga) pertanyaan pokok sebagai berikut: (1) Bagaimana persepsi khalayak terhadap Golkar pada saat ini? Apakah citra mereka tentang Golkar masih terkait dengan posisi Goikar di masa lalu (Orde Baru)? (2) Apakah citra khalayak tersebut (positif atau negatif) mempunyai hubungan/asosiasi yang signifikan dengan faktor sosic demografiS (khususnya umur, pendidikan dan tempat tinggal) ? (3) Sagaimafla persepsi khalayak terhadap Partai-Partai Politik Iainnya khususnya yang termasuk dalam 5 (lima) besar pemenang Pemilu (PDI Perjuangan, PPP, PKB dan PAN)? Apakah citra negatif hanya berlaku bagi Golkar atau juga melekat pada keempat partai politik Iainnya?
Penelitian dilakukan terhadap warga masyarakat berusia 17 tahun ke atas, khususnya yang berdomisili di Jakarta Timur, Depok, Bogor dan Purwakarta. Jumlah sampel seluruhnya 340 responden. Penarikan sampe dJakukan secara acak melalui teknik ?multi stage random sampling?.
Hasil studi menunjukkan bahwa secara umum, mayoritas responden dalam penelitian ini mempunyai pandangan yang ?negatif? terhadap visi, misi dan identitas dan 5 (lima) partai besar pemenang pemilu yaitu PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKB dan PAN. Pandangan negatif tersebut terungkap dan jawaban mereka yang umumnya menilai bahwa kelima partai tersebut sebagai : (1) lebih mementingkan tokoh dalam kampanye pemilu ketimbang program, (2) hanya peduJi pada rakyat kecil saat menjelang pemjlu (3) hanya mengobral janjijanji politik dalam kampanye, (4) (5) Lebih mementingkan diri dan golongannya politik uang, dan besar kadernya tidak Iayak untuk duduk darjpada rakyat, (6) sebagnya hanya mengejar kedudukan sebagai anggota legislatif, dan (7) elit politik negatif tersebut terutama lebih menonjol pada golkar dibandingkan dengan keempat partai politik lainnya.

This study is concerned with the audiences image towards Golkar. The study specifically addressed 3 (three) basic questions: (1) How do audiences presently perceive Golkar? Are their perceptions associated with Golkar's position during the New Order (Orde Baru) era ? (2) Are there significant relationships between their perception and their socio-demographic characteristics i.e age, education and social-environment? (3) How do they perceive the other 4 (four) big political parties (PDI Perjuangan, ppp, PKB and PAN) ? Are their perception of these four political parties different with their perception of Golkar?
The study was carried out in East Jakarta, Depok, Bogor and Purwakarta. The subjects were community members, 17 years of age and above. The total sample was 340, and selected randomly through multi stage random sampling technique.
The findings revealed that, overall majority of the respondents held a negative view towards the vision, mission and identity of the 5 (five) big political parties (PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKB arid PAN). This was reflected from the data in wtiich, those political parties were viewed as: (1) concerned more with their leaders than the platforms, (2) paid attention to common people only during the campaign, (3) full of promises during the camnpaign, (4) oriented more to their own group interests, (5) involved in money politics, (6) majority of their cadres were not eligible to become parliament members, and (7) their elites only fought for the strategic positions in executive. Nevertheless, their negative perception towards Golkar was stronger compared to the other 4 (four) political parties. When asked about identity, position, vision and mission of the party, only few respondents who viewed Golkar as : (1) open to all people from various groups and layers, (2) independent from the current government, and (3) having clear vision and mission. On the other hand, majority of the respondents perceived the other four political parties as possessing clear Vision and mission. It should be noted, that their positive view was particularly strong for PDI Perjuangan. Golkar according to the majority of respondents? perception was associated with the following characteristics : (1) inseparable part of the New Order (ORBA) regome, (2) was big because of Suharto?s dominant role, (3) full of corruption, collution and nepotism practices, (4) involved in money politics, (5) not democratic, (6) ignored the common people?s aspirations and interest, and (7) was not categorized as a modern political party.
The study also found significant relationships between the respondents? image and their socio-demographic characteritics i.e. age, education and social environment. It can be summarized that, the respondents who held negative image towards Golkar were else who lived in urban areas, younger in their age, and possessed higher educational background.
Based on the study findings, it is necessary for Golkar to change their identity as well as their vision and mission. This can be done, among other things, by way of evaluating the current ?positioning ? and ?orientation? strategy (repositioning and reorientation strategy). In this regard, Golkar should carry out internal consolidation, self-evaluation, and nation-wide socialization programs, in order to convince all people that the current Golkar is completely different from Golkar during the New Order era.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T6118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shirley Doornik
"Dengan bergantinya sistem politik, maka jumlah partai di Indonesia pun semakin menjamur. Tidak disangkal secara nasional Indonesia mengalami krisis kepemimpinan yang cukup akut, yang pada gilirannya mempengaruhi kepemimpinan di dalam partai itu sendiri.
Untuk itu penelitian ini mencoba untuk menjawab seberapa besar keterkaitan kepemimpinan terhadap proses pengambilan keputusan dan seberapa besar keterkaitan kemajemukan di dalam partai itu terhadap proses pengambilan keputusan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengerti lebih jauh keterkaitan kesemuanya itu dengan proses pengambilan keputusan.
Masalah kepemimpinan dikupas oleh White dan Lippitt yang membagi tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut: autocratic leadership, yang kepemimpinan yang cenderung menyelesaikan seluruh masalah secara sendiri; democratic leadership, yang mengambil keputusan melalui proses diskusi kelompok dan laissez-faire, dimana pemimpinnya cenderung untuk menghindar dari tanggung jawabnya.
Penelitian ini memakai metode deskriptif, dimana yang menjadi objek penelitiannya adalah DPP PDI Perjuangan. Dari hasil penelitian didapat keterangan bahwa ada keterkaitan antara tipe kepemimpinan yang otokratik dengan kecenderungan pengambilan keputusan secara otokratik juga. Di samping itu ada keterkaitan antara kemajemukan anggota DPP dengan proses pengambilan keputusan. Dimana keterkaitan itu melahirkan kecenderungan keputusan yang mengabaikan aspirasi lembaga lain, tetapi ada kesempatan dimana proses aktualisasi diri terjadi.
Dari penelitian ini diharapkan PDT Perjuangan khususnya DPP mampu untuk merubah tipe kepemimpinan agar kontroversi seputar keputusan DPP dapat diredam. Hal ini juga nantinya akan berdampak pada image partai sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanto Supriyatno
"Pemilihan umum merupakan suatu keikutsertaan rakyat di dalam memilih anggota Badan Perwakilan Rakyat yang akan menjadi wakil mereka untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Oleh karena itu keikutsertaan rakyat dalam Pemilu selain berfungsi sebagai salah satu bentuk partisipasi rakyat juga berfungsi sebagai implementasi kekuasaan yang sah dari rakyat.
Pemilihan pada satu Organisasi Peserta Pemilu terbentuk oleh suatu proses sosialisasi yang memakan waktu cukup panjang sehingga keyakinan untuk memilih salah satu partai bisa sepanjang masa atau berubah tergantung sejauhmana proses sosialisasi itu dilakukan. Memudar dan menguatnya keyakinan pemilih padfa suatu partai berpengaruh terhadap dukungan suaru yang diperoleh OPP pada pelaksanaan Pemilu.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai beberapa faktor penyebab kemenangan PDI-P pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi. Pertanyaan tesis adalah ; Bagaimana terjadinya penegakan kepercayaan masyarakat terhadap PDI-P sehingga mempengaruhi kemenangan pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi?. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel penyebab yaitu faktor identifkasi partai, faktor mitos, faktor tradisi, faktor program partai, faktor calon dan faktor kepemimpinan politik. Sedangkan variabel terpengaruh adalah kemenangan PDI-P pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai Sosiologi Politlk, Sosialisasi Politik dan Partisipasi Politik. Guna menjawab pertanyaan penelitian tersebut dilakukan melaiui wawancara mendalam dengan berbagai pihak yang dipandang mengetahui persoalan tersebut. Penetapan responden ditentukan melalui teknik purposive sampling dan Jens peneltian ini bersifat kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh: Beberapa Faktor penyebab kemenangan PDI-P dalam Pemilu 1999 adalah faktor identifikasi partai yang didasarkan pada catatan tradisi/adat merupakan salah satu yang menjadi penyebab kemengan PD1-P pada Pemilu 1999. Faktor lainnya adalah faktor calon yang ditawarkan terutama yang didasarkan pada kharisma dan popularitas calon juga menjadi penyebab kemenangan PDI-P dan yang juga faktor program penegakan hukum, faktor mitos, faktor tradisi dan kepemimpinan politik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Ary Savitri
"Konflik internal dalam partai politik sesungguhnya tidak banyak terjadi pada masa Orde Baru, akan tetapi ketika Orde Baru runtuh kemudian muncul yang dinamakan sistem multi partai maka konflik internal dalam tubuh partai-partai politik di Indonesia mulai banyak terjadi. Konflik internal dalam partai politik paling banyak dialami oleh partai-partai politik Islam, salah satunya adalah PPP. PPP adalah partai politik yang telah ada sejak jaman Orde Baru, dan hingga kini masih tetap eksis. Selanjutnya adalah bagaimana konflik internal PPP digambarkan dalam suatu surat kabar. Ketika suatu surat kabar menonjolkan mengenai seorang tokoh atau suatu isu, maka dapat dikatakan bahwa tokoh atau isu tersebut adalah sesuatu yang dianggap penting oleh surat kabar tersebut, yang pada gilirannya para pembaca surat kabar tersebut juga dapat memiliki anggapan yang lama mengenai hal tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi. Analisis isi adalah suatu penelitian yang sifatnya membahas secara mendalam isi suatu infonnasi yang tertulis atau tercetak dalam media massa, khususnya surat kabar. Karena sifat dan analisis isi adalah pembahasan secara mendalam maka, akan kurang makna interpretasinya apabila tidak dikaitkan dengan situasi lingkungan pada saat terjadinya suatu peristiwa atau dengan kata lain sumber analisisnya tidak hanya berdasarkan apa yang tertulis atau tercetak dalam surat kabar tetapi juga dikaitkan dengan kondisi pada saat peristiwa terjadi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pemberitaan dan apa yang tersirat di dalamnya.
Penelitian ini dilakukan terhadap 3 surat kabar, yaitu surat kabar Kompas, Media Indonesia, dan Republika. Dengan waktu penelitian selama 4 bulan, yaitu selama bulan Oktober 2001 sampai dengan bulan Januari 2002 (tepatnya 16 Oktober 2001 sampai dengan 21 Januari 2002).
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut; surat kabar Kompas selama periode penelitian menampilkan berita yang relevan dengan konflik internal PPP sebanyak 17 berita (yang terdiri dari liputan berita, artikel dan tajuk), surat kabar Media Indonesia menampilkan 22 berita (yang terdiri dan liputan berita dan artikel), sedangkan surat kabar Republika menampilkan 22 berita yang relevan dengan konflik internal PPP (yang terdiri dari liputan berita dan tajuk).
Dari ketiga surat kabar yang ada, surat kabar Republika adalah surat kabar yang paling banyak menampilkan berita yang relevan dengan konflik internal PPP. Hal ini disebabkan karena surat kabar Republika adalah surat kabar yang memiliki latar belakang berbasis Islam dan surat kabar yang banyak menyuarakan aspirasi Islam.
Umumnya ketiga surat kabar yang ada sangat berhati-hati dan mencoba netral ketika membahas mengenai seorang tokoh atau mengenai suatu isu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>