Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170562 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagir Manan
Jakarta: Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Supremasi Hukum, 2001
323.1 BAG p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soehino
Yogyakarta: BPFE UGM, 2013
323.095 98 SOE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anhar Gonggong
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995
323.409 ANH s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ramdlon Naning
Jakarta : Lembaga Kriminologi UI, 1983
323.459 8 RAM c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A. Masyhur Effendi
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005
341.48 MAS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
R. Wiyono
Jakarta: Kencana, 2006
323.4 WIY p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Arsyafira
"ABSTRAK
Keserasian antara kebebasan dan ketertiban sebagai suatu antinomi atau pasangan nilai dibutuhkan untuk mencapai kedamaian sebagai salah satu tujuan hukum. Harmoni kedua nilai tersebut di alam demokrasi negara hukum Indonesia dapat diupayakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga yang berwenang membentuk hukum, yang di antaranya mengatur kemerdekaan pers sebagai elemen penting demokrasi. Dalam rangka memperoleh keserasian yang dimaksud, adakalanya kemerdekaan pers harus dibatasi untuk mencegah ekses kebebasan. Kemerdekaan pers sebagai wujud hak asasi manusia mensyaratkan pembatasan hukum yang sesuai dengan kaidah hak asasi manusia dan konstitusi, di antaranya dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan absah tertentu necessary for a legitimate aim, seperti untuk melindungi hak dan kebebasan orang lain, dan tanpa merusak esensi hak. Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan kemerdekaan pers di Indonesia oleh hukum positif yang berlaku telah cukup menyelaraskan nilai-nilai kebebasan dan ketertiban dalam aspek pembatasan peliputan, aksesibilitas informasi publik, independensi lembaga regulasi pers, keleluasaan partisipasi pers oleh swasta, dan kebebasan aktivitas jurnalistik. Sedangkan porsi nilai kebebasan masih belum dapat bersanding secara ideal dengan nilai ketertiban dalam aspek jaminan konstitusional kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi dan konsekuensi atas pencemaran nama baik pejabat atau negara. Untuk mengusahakan keselarasan nilai-nilai kebebasan dan ketertiban yang lebih menyeluruh dalam menegakkan kemerdekaan pers, diajukan saran untuk melakukan reformasi legislasi demi meminimalisasi kriminalisasi pers dan mempertegas rumusan jaminan konstitusional bagi kemerdekaan pers untuk mencegah penyelewengan terhadapnya.

ABSTRACT
The consonance of freedom and order as an antinomy or a pair of values is imperative to achieve peace as one of the objectives of law. The harmony between the two values in the realm of democracy that is occupied by Indonesia as a state that abides to the rule of law can be acquired by the Peoples Consultative Assembly through its legislative capacity, which governs, among others, press freedom as a crucial element to democracy. To obtain said consonance, press freedom may sometimes need to be limited in order to prevent an excess of freedom. Inasmuch as press freedom is a manifestation of human rights, legal restrictions upon it must be imposed according to the conditions prescribed by human rights principles and the constitution, namely a justified necessity to accomplish a legitimate aim, such as to protect the rights and freedoms of others, and the exclusion of restrictions jeopardizing the essence of the right concerned. This research finds that the legal regulation of press freedom in Indonesia has rather succeeded in harmonizing the two aforementioned values in the aspects of reporting restrictions, public information accessibility, independence of the press regulatory body, press participation of private parties, and freedom of journalism activities. On the other side, order is more dominant than freedom in the aspects of existing constitutional guarantee for press freedom and freedom of expression and penalties for libelling officials or the state. Finally, a reassessment of the current constitutional guarantee for press freedom and a legislative reform aimed at minimizing press criminalization may prove to be effective in facilitating a more holistic coherence between freedom and order in the preservation of press freedom."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Chotidja
"Sepuluh Toserba di DKI langgar Perda, demikian pemberitaan dalam Kompas, Senin 31 Maret 2008. Kesepuluh Toserha dikatakan melanggar Perda dimaksud karena belum memenuhi kewajiban menyediakan ruang tempat usaha bagi usaha kecil atau informal seluas 20 persen dari bangunan. Bagaimanakah epistemologi Derrida akan menemukan jejak hak asasi manusia dalam prinsip-prinsip kapitalisme yang tersirat dalam Perda no. 2 tahun 2002 Tentang Perpasaran Swasta dan dalam praxis kapitalisme saat ini? Prinsip utama kapitalisme adalah kebebasan, antara lain kebebasan dalam berkontrak.
Prinsip utama hak asasi manusia juga kebebasan antara lain kebebasan untuk nafkah yang layak. Kebebasan dalam kapitalisme dan kebebasan dalam hak asasi manusia, berujung pada tujuan yang sama yakni 'the good life (kehidupan yang baik). Kapitalisme adalah sistim sosial yang mengakui hak individu dan melarang pengunaan kekerasan dalam hubungan antar manusia. Pada dasarnya hak hanya bisa dilanggar dengan kekerasan. Larangan melakukan kekerasan berarti implementasi praktis pengakuan hak individu. Pengakuan atas hak individu mengharuskan penghapusan penggunaan kekuatan kekerasan dalam hubungan hermasyarakat.
Pengakuan atas hak individu berarti mengakui bahwa manusia berhak sepenuhnya atas diri, pikiran, hidup, pekerjaan dan hasil pekerjaan atau usahanya.Bagi Rawls, ada dua prinsip yang disebutnya sebagai prinsip-prinsip keadilan yang akan membimbing sesama manusia dalam mendapatkan kehidupan yang baik. Dua prinsipnya ini berurutan dengan kebebasan menduduki posisi tertinggi. Disamping ini, bagi Rawls usaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya adalah sahih. sepanjang yang paling terpuruk juga diuntungkan.Bagi Derrida, sebuah teks sarat dengan banyak dinamika dan makna.
Kebenaran tidak satu dan baku dan ia menganjurkan agar kita jangan terlalu cepat menyatakan makna sebuah teks karena sebuah teks senantiasa berkorelasi, sebuah teks adalah kontekstual dan interkontekstual sehingga selalu mengandung kemungkinan makna¬makna yang lain.Dengan prosedur yang diberi nama 'dekonstruksi' Derrida berusaha mencairkan setiap pembakuan makna dan mempersoalkan secara radikal setiap pemastian makna teks.
Dekonstruksi adalah cara interpretasi, bukan dengan merekonstruksi kembali sebuah makna atau jaringan makna dengan mencoba merekonstruksinya dari sudut penulis sebagaimana dilakukan Dilthey, atau sebaliknya dari sudut pembaca sebagaimana dilakukan Ricoeur. Bagi Derrida, rekonstruksi makna sebuah teks untuk mendapatkan makna asali adalah mustahil karena adanya kendala jarak waktu antara pengarang dan pembaca dan juga karena tidak ada ur-text atau sub-text, tidak ada makna 'origin' (makna asli) sebagaimana dimaksud oleh pengarangnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T24757
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>