Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21840 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Huckfeldt, Robert
New York: Cambridge University Press, 2004
320.1 HUC p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Free Press, 1966
301.16 REA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Amsterdam: John Benjamins Publishing, 2013
320.014 ANA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ilham Arif
"ABSTRAK
Agenda desentralisasi di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat pasca Reformasi 1998. Berbagai aturan diterapkan untuk memperkuat agenda-agenda desentralisasi itu sendiri secara institusional. Namun, meskipun penguatan terus dilakukan, masalah dalam pengelolaan daerah otonom tetap muncul, dengan salah satu kasus terbaru adalah konflik dalam penunjukan figur Sekda di Kota Bandung. Dengan berlatar belakang kasus tersebut, penelitian ini mencoba menyelidiki kekurangan dari berbagai program institusionalisasi desentralisasi yang telah diberlakukan selama ini dengan meneliti baik aktor-aktor yang terlibat dalam kasus tersebut hingga ragam aturan perundangan yang telah ditetapkan.
Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian tesis ini adalah: Mengapa konflik antara Ridwan Kamil dan Oded Danial dalam memperebutkan posisi Sekda Kota Bandung ini terjadi, dan apa yang sebenarnya mereka perebutkan?
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah birokrasi dan politik Smith dan Hill, dan teori konflik Simon Fisher dan Maurice Duverger. Dalam menemukan jawabannya, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam kasus penunjukan Sekda Kota Bandung, telah terjadi politisasi birokrasi yang dilakukan oleh aktor-aktor politik lokal yang bekerjasama dengan aktor-aktor politik pusat, kepada birokrat-birokrat senior baik di tingkat lokal maupun pusat. Politisasi tersebut terjadi dikarenakan dua faktor. Faktor pertama adalah motif politik elit politik lokal Bandung dan Jawa Barat untuk mengamankan posisi Sekda Bandung sebagai sumberdaya politik dan politik balas jasa. Adapun faktor kedua adalah masih ditemukannya celah dalam sistem perundangan yang mengatur keberjalanan pemerintahan di daerah, baik dalam UU 23/2014, UU 5/2014, PP 11/2017, dan UU 10/2016. Celah tersebut terlihat di dalam bab yang mengatur tata kelola pemerintahan daerah terkhusus di masa transisi kekuasaan.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa peraturan perundangan yang mengatur tata kelola administrasi pemerintahan daerah di Indonesia masih membutuhkan banyak perbaikan, terkhususnya perbaikan dalam bab yang mengatur aturan main kekuasaan di masa transisi pemerintahan. Tidak hanya itu, peraturan perundangan yang mengatur ata kelola birokrasi di negara ini juga masih menyimpan celah politisasi yang bisa dimanfaatkan para elit politiknya. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa laju agenda desentralisasi di Indonesia terbukti masih sangat bergantung pada kemauan dan motif politik aktor-aktor elit politiknya, terutama di level pusat.

ABSTRACT
The decentralization agenda in Indonesia has progressed quite rapidly after the Reformation in 1998. Various rules were implemented to strengthen the decentralization agenda itself institutionally. However, despite continued reinforcement, problems in the management of autonomous regions continue to emerge, with one of the most recent cases being conflict is the appointment of local primary secretary figures in the city of Bandung. With this background, this study tries to investigate the shortcomings of various decentralization institutionalization programs that have been implemented so far by examining both the actors involved in the case and the various rules that have been established.
The research question to be answered in this research is: Why did the conflict between Ridwan Kamil and Oded Danial over the position of Local Primary Secretary of the Bandung City occur, and what were they actually fighting for?
The main theories used in this study were Smith and Hill's bureaucracy and politics, and conflict theory by Simon Fisher and Maurice Duverger. In finding the answer, this study uses qualitative research methods with a case study approach.
This study found that in the case of the appointment of the Secretary of the City of Bandung, there had been a politicization of bureaucracy carried out by local political actors who collaborated with central political actors, to senior bureaucrats both at the local and national levels. The politicization occurred due to two factors. The first factor was the political motives of the local political elite of Bandung and West Java to secure the position of the Bandung Regional Secretary as a political resource in return. The second factor is the fact that there are still gaps in the regulatory system that regulate the running for local government, both in Law 23/2014, Law 5/2014, PP 11/2017, and Law 10/2016. The gap is seen in the chapter that regulates regional governance especially in the transition period of power.
This study concludes that the legislation which governing the governance of local government administration in Indonesia still requires a lot of improvement, especially the improvement in the chapter that regulates the rules of play of power in the transition period. Not only that, the laws and regulations governing the management of bureaucracy in this country also still hold a gap in the politicization that can be utilized by the political elite. The theoretical implication of this research is that the pace of the decentralization agenda in Indonesia is proven to still depend heavily on the political will and motives of the actors of the political elite, especially at the central level."
2019
T53784
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catlyn Yohana Pardosi
"Media sosial semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk di dalamnya adalah kebutuhan edukasi politik. Melalui penerapan konsep mediatisasi politik komunikasi dalam media sosial yang berfokus pada kajian konten-konten edukasi politik, tulisan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana media sosial dimanfaatkan sebagai ruang edukasi politik oleh generasi muda. Penulis mengidentifikasi bahwa media sosial dengan berbagai karakteristiknya dapat menyajikan konten-konten edukasi politik yang beragam. Terdapat tiga karakteristik khas yang dibahas dalam tulisan ini: media sosial dengan karakteristik visual, media sosial dengan karakteristik audio, dan media sosial dengan karakteristik audio visual. Melalui klasifikasi ini, penulis mengidentifikasi bahwa konten dengan karakteristik yang berbeda pada media sosial ini merupakan hal positif yang berpotensi meningkatkan partisipasi dan pengetahuan politik pengguna media.

Social media is increasingly being used for community needs, including political education. Through the implementation of the mediatization of political communication concepts in social media that focuses on the study of political education content, this paper aims to explore how social media serves as educational political space by the younger generation. The author identifies social media as having various characteristics providing diverse political education contents. This paper discusses three points: social media with visual characteristics, social media with audio characteristics, and social media with audio-visual characteristics. Through this classification, the author identifies content with different characteristics on social media as a positive factor that potentially increases the participation and political knowledge of media users.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1963
302.2 COM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Frederik Masri Gasa
"Tesis ini membahas tentang perjuangan Gerakan Selamatkan Pantai Pede dalam menolak rencana privatisasi Pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat oleh PT Sarana Investama Manggabar. Konsep pemikiran Pierre Bourdieu tentang habitus, kapital dan arena digunakan sebagai landasan konseptual dalam mendalami dan menganalisis konflik tersebut. Pantai Pede menjadi arena perjuangan beberapa aktor, diantaranya PT Sarana Investama Manggabar, Pemprov NTT, Pemkab Manggarai Barat, Gerakan Selamatkan Pantai Pede, dan masyarakat biasa. Setiap aktor memiliki dan menggunakan habitus dan kapital demi mememenangkan kompetisi dan meraih posisi atau kedudukan strategis dalam arena tersebut. Pantai Pede juga menjadi ruang publik yang merepresentasikan hak-hak politik masyarakat Manggarai Barat. Analisis wacana kritis Norman Fairclough digunakan sebagai metode penelitian untuk menganalisis beberapa teks, yakni poster, mural dan tulisan yang diamati dalam penelitian ini. Teks-teks ini menggambarkan perlawanan kelompok Gerakan Selamatkan Pantai Pede terhadap dominasi Pemprov NTT dan PT Sarana Investama Manggabar yang pada akhirnya juga mampu menggerakan kelompok lainnnya untuk bersama-sama menolak rencana privatisasi Pantai Pede.

This thesis discusses about the struggle of Gerakan Selamatkan Pantai Pede in rejecting the privatization plan of Pede beach in Labuan Bajo, West Manggarai Regency by PT Sarana Investama Manggabar. The concept of thought of Pierre Bourdieu about habitus, capital and arena used as a conceptual basis to deepen and analyze the conflict. Pede beach became an arena of struggle of several actors, such as PT Sarana Investama Manggabar, Provincial Government of NTT, District Government of Manggarai Barat, Gerakan Selamatkan Pantai Pede, and the community. Every actor had and used the habitus and capital as a strategy for winning the competition and getting a better position. Pede beach also became a public sphere that represent political rights of the community of Manggarai Barat. Critical discourse analysis Norman Fairclough used as the research method to analyze texts, such as poster, mural and inscription that observed in this study. These texts described resistance of Gerakan Selamatkan Pantai Pede towards the domination of Provincial Government of NTT and PT Sarana Investama Manggabar and incapable of inspiring other groups to refuse privatization of Pede beach."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederik Masri Gasa
"Tesis ini membahas tentang perjuangan Gerakan Selamatkan Pantai Pede dalam menolak rencana privatisasi Pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat oleh PT Sarana Investama Manggabar. Konsep pemikiran Pierre Bourdieu
tentang habitus, kapital dan arena digunakan sebagai landasan konseptual dalam mendalami dan menganalisis konflik tersebut. Pantai Pede menjadi arena perjuangan beberapa aktor, diantaranya PT Sarana Investama Manggabar, Pemprov NTT, Pemkab Manggarai Barat, Gerakan Selamatkan Pantai Pede, dan masyarakat biasa. Setiap aktor memiliki dan menggunakan habitus dan kapital demi mememenangkan kompetisi dan meraih posisi atau kedudukan strategis dalam arena tersebut. Pantai Pede juga menjadi ruang publik yang merepresentasikan hak-hak politik masyarakat Manggarai Barat. Analisis wacana
kritis Norman Fairclough digunakan sebagai metode penelitian untuk menganalisis beberapa teks, yakni poster, mural dan tulisan yang diamati dalam penelitian ini. Teks-teks ini menggambarkan perlawanan kelompok Gerakan Selamatkan Pantai Pede terhadap dominasi Pemprov NTT dan PT Sarana Investama Manggabar yang pada akhirnya juga mampu menggerakan kelompok
lainnnya untuk bersama-sama menolak rencana privatisasi Pantai Pede

This thesis discusses about the struggle of Gerakan Selamatkan Pantai Pede in rejecting the privatization plan of Pede beach in Labuan Bajo, West Manggarai Regency by PT Sarana Investama Manggabar. The concept of thought of Pierre
Bourdieu about habitus, capital and arena used as a conceptual basis to deepen and analyze the conflict. Pede beach became an arena of struggle of several actors, such as PT Sarana Investama Manggabar, Provincial Government of NTT,
District Government of Manggarai Barat, Gerakan Selamatkan Pantai Pede, and the community. Every actor had and used the habitus and capital as a strategy for winning the competition and getting a better position. Pede beach also became a public sphere that represent political rights of the community of Manggarai Barat. Critical discourse analysis Norman Fairclough used as the research method to
analyze texts, such as poster, mural and inscription that observed in this study. These texts described resistance of Gerakan Selamatkan Pantai Pede towards the domination of Provincial Government of NTT and PT Sarana Investama Manggabar and incapable of inspiring other groups to refuse privatization of Pede beach.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McNair, Brian
London: Routledge, 1995
320.014 MCN i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsurizal HB
"Dewasa ini, bentuk partisipasi politik para pemuda di Indonesia agaknya semakin beragam. Salah satu di ataranya adalah keikutsertaan para pemuda dalam kegiatan kampanye atau . penggalangan massa menjelang penyelenggaraan pemilihan umum. Golkar misalnya, dalam hal ini DPD Golkar Tingkat I Bengkulu, cukup banyak melibatkan pemuda dalam kegiatan kampanye. Pada kampanye. Pemilu tahun 1992 umpamanya, DPD Golkar Tingkat I Bengkulu, melalui permbentukan Pusat Koordinasi (Posko) Penggalangan Massa sebagai instrumen utama bagi kegiatan kampanyenya, melibatkan lebih dari 34 persen pemuda dari 247 orang total anggota atau fungsionaris institusi perpanjangan tangan Golkar setempat tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mangetahui, apakah ada pengaruh latar belakang sosial yang meliputi tingkat pendidikan, status ekonomi, keaktifan berorganisasi, latar belakang politik keluarga dan jenis kelamin pemuda berpengaruh terhadap tingkat partisipasinya dalam Posko Penggalangan Massa DPD Golkar Tingkat I Bengkulu pada kasnpanye Pemilu tahun 1992 yang lalu, dan bagaimana profit partisipasi pemuda dalam Posko tersebut.
Dengan menggunakan metode kuesioner dan wawancara untuk mendapatkan data atau informasi dari para responden dan informan di lapangan, dan setelah dianalisis dengan menggunakan Distribusi frekuensi dan tabulasi silang dua dimensi serta konsep atau teori partisipasi politik dari para ilmuan politik terkemuka, seperti Huntington, Lipset, Almond, Verba dan lain-lain, ternyata ditemukan bukti bahwa tingkat pendidikan, ekonomi, keaktifan berorganisasi dan jenis kelamin responden (pemuda) berpengaruh terhadap tingkat partisipasi mereka dalam Posko tersebut. Dalam artian, semakin tinggi tingkat pendidikan, ekonomi dan keaktifan berorganisasi responden, cenderung diikuti dengan semakin tinggi pula tingkat partisipasinya dalam Posko. Dan, ternyata responden pria lebih tinggi, tingkat partisipasinya dalam Posko tersebut ketimbang wanita. Hanya variabel latar belakang politik keluarga responden raja yang tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasinya dalam Posko.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa latar belakang sosial yang meliputi: tingkat pendidikan, ekonomi, keaktifan berorganisasi dan jenis kelamin, terkecuali latar belakang politik keluarga pemudaa berpengaruh terhadap tingkat partisipasinya dalam Posko Penggalangan Massa DPD Golkar Tingkat I Bengkulu pada kampanye Pemilu tahun 1992."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>