Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114968 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atep Adya Barata
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1992
336.34 Bar p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Yohan Widur
"Sejak APBN tahun anggaran 1998/1999 sektor pajak menjadi fokus penerimaan yang paling potensial, yang ditandai dengan adanya peningkatan yang signifikan dari penerimaan pajak dibandingkan tahun anggaran sebelumnya. Dalam APBN tahun 2001 ini, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar 4.182 triliun atau 65% dan total penerimaan dalam negeri yang sebesar Rp. 276.8 7 7, 7 triliun.
Besarnya target penerimaan pajak tersebut menuntut Direktorat Jenderal Pajak bekerja lebih keras untuk mencapainya dengan melakukan intensifikasi pemunggutan pajak, ekstensifikasi pemungutan pajak, serta perluasan subjek dan objek pajak Salah satu potensi penerimaan pajak adalah pajak penghasilan atas bunga tabungan dan deposito. Untuk itu pemerintah melakukan revisi peraturan pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan dari tarif sebelumnya 15% menjadi 20%, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 131 Tabun 2000.
Revisi ini menimbulkan keresahan di kalangan perbankan yang mengkbawatirkan akan mengurangi kompetensi perbankan di dalam negeri sehingga akan terjadi pelarian dana (capital flight) dan sektor perbankan ke sektor lain atau ke luar negeri. Sehingga sektor perbankan mulai menaikkan suku bunganya sebagai tindakan antisipasi. Tindakan tersebut berpotensi muncul permasalahan barn, yaitu naiknya suku bunga kredit yang akan membuat cost investasi akan mahal, yang akan diikuti dengan inflasi, yang pada akhirnya membuat proses pemulihan ekonomi menjadi terganggu.
Atas dasar tersebut, penulis tertarik untuk mengambil terra tersebut sebagai tesis. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah sungguh capital flight itu terjadi?, apakah efektif tindakan antisipasi perbankan dengan menaikkan suku bunganya ? seberapa jauh dampak yang terjadi bila sektor perbankan menaikkan suku bunga tabungan dan depositonya ?
Dari hasil penelitian, penulis memperoleh kesimpulan bahwa kekhawatiran terjadinya capital flight yang diakibatkan peraturan baru tersebut tidak atau belum terjadi, tindakan menaikkan suku bunga tabungan dan deposito sebagai tindakan antisipasi ternyata tidak efektif, karena sebagian besar nasabah kurang melihat suku bungs tabungan dan deposito sebagai indikator yang penting, artinya ada indikator-indikator lain yang lebih penting dari suku bunga yang dapat mempengaruhi nasabah untuk memilih sektor perbankan sebagai tempat investasi. Tindakan inenaildcan suku bunga tabungan dan deposito juga berpotensi naiknya suku bunga kredit yang diikuti dengan naiknya inflasi."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi
"Obyek Pajak yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan bersifat "Global Taxation" yaitu sistem pengenaan pajak atas penghasilan dengan cara menjumlahkan semua jenis tambahan kemampuan ekonomis dimanapun didapat, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kemudian atas jumlah seluruh penghasilan tersebut diterapkan suatu struktur tarif progresif yang berlaku atas semua Wajib Pajak.
Penghasilan yang diperoleh dari bunga yang berasal dari deposito/ tabungan, merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang merupakan obyek pajak. Namun dalam pelaksanaannya, atas penghasilan itu dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan tarif flat dan bersifat final, kecuali yang diperoleh oleh Wajib Pajak Bank. Dengan demikian menimbulkan permasalahan yaitu apakah pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas bunga deposito dan tabungan yang diperoleh Wajib Pajak selain Bank sudah sesuai dengan azas keadilan, dan bagaimana akibatnya terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak yang bersangkutan.
Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis apakah ketentuan tersebut telah tepat ditinjau dari azas keadilan, dan apakah akibatnya terhadap penghasilan kena pajak serta pajak penghasilan yang seharusnya terutang apabila tidak diberlakukan ketentuan tersebut. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analitis, dengan tehnik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan pihak terkait.
Dari hasil pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan tidak memenuhi azas keadilan, baik keadilan horisontal maupun vertikal. Selain itu ketentuan final mempunyai akibat terhadap penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan yang seharusnya terhutang. Menerapkan kembali tarif umum yang progresif dan tidak final lebih mencerminkan keadilan. Selanjutnya perlu ditinjau kembali ketentuan dalam Undang-undang yang memberi wewenang terlalu besar kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur sendiri perlakuan PPh atas jenis-jenis penghasilan tertentu."
2001
T1792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"Selaras dengan perputaran mesin perekonomian. perkembangan perekonomian suatu negara sangat berpengaruh terhadap ragam atau jenis penghasilan. Satu diantaranya berasal dari harta yang dialihkan, yang dapat menghasilkan keuntungan berupa capital gains. Sebagai suatu jenis penghasilan, capital gains telah lama dikenakan pajak di Indonesia, yaitu sejak berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Ord. PPs 1925). Dari penelitian yang dilakukan oleh Richard A Musgrave dan Peggy B Musgrave menunjukkan bahwa perlakuan pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari capital gains sangat kontroversial. Untuk itu penyusun hendak mengkaji sejauh mana kontroversi pengenaan Pajak Penghasilan atas capital gains di Indonesia.
Dari penelusuran yang penyusun lakukan, terdapat tiga masalah pokok yaitu (1) apakah masih perlu memberikan penegasan mengenai pengertian capital gains dalam peraturan perpajakan Indonesia, (2) apakah pengenaan pajak atas capital gains di Indonesia sudah sesuai dengan prinsip pemungulan pajak. dan (3) apakah pengenaan pajak yang berbeda-beda terhadap capital gains memberi pengaruh yang cukup berarti terhadap transaksi atas harta.
Untuk menjawab masalah pokok tersebut, penyusun melakukan penelitian melalui kajian pustaka terhadap berbagai literatur baik dalam bentuk buku, artikel dan lainnya yang behubungan dengan teori pajak pada umumnya dan pajak atas capital gains pada khususnya. Penyusun juga melakukan pengkajian berdasarkan peraturan di berbagai negara mengenai pengenaan pajak atas capital gains.
Dari pengkajian, analisis dan pembahasan yang penyusun lakukan diperoleh kesimpulan bahwa (1) masih perlu memberikan penegasan pengertian capital-gains dalam peraturan perpajakan Indonesia. Juga capital assets perlu dihedakan sebagai short-term capital assets dan long-term capital assets; (2) pengenaan dan pemungutan pajak atas capital gains di Indonesia secara teoretis memenuhi prinsip perpajakan yang baik, dan (3) adanya pengenan pajak yang berbeda-beda terhadap capital gains ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi transaksi yang berhubungan dengan ohjek capital gains yaitu harta (capital assets).
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, penyusun memberikan saran (1) agar pengertian capital gains diperluas di dalam UU Pajak Penghasilan sehingga mencakup keuntungan yang diperoleh dari pengalihan atau pertukaran asset dan juga melakukan pembedaan atas jenis harta antara short-term capital assets dan long-term capital assets; dan (2) pengenaan pajak capital gains sehaiknya dibedakan dengan penghasilan biasa lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ning Rahayu
"Dalam rangka memasuki era globalisasi diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di kalangan dunia usaha, bentuk-bentuk alih teknologi dilakukan dengan berbagai cara, seperti hak untuk menggunakan intelectual property, technical advise dan sebagainya baik dari pihak asing maupun domestik. Untuk itu pemakai hak/pemakai jasa harus membayar royalti atau imbalan jasa teknik.
Pembayaran royalti dan imbalan jasa teknik itu sendiri merupakan obyek pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak (khususnya dari PPh) secara berarti. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan sering terjadi dispute antara Wajib Pajak dengan fiskus dalam menentukan royalti (khususnya yang berupa informasi) dan imbalan jasa teknik sebagai obyek pajak (PPh), sehingga berpengaruh pada treatment (perlakuan pemajakan) antara keduanya. Hal ini menyebabkan tingkat kepastian hukum mengenai hal tersebut menjadi kurang terjamin dan dapat menimbulkan penghindaran maupun penyelundupan pajak.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memperjelas perbedaan antara royalti dan imbalan jasa teknik, perlakuan pengenaan PPh antara keduanya serta menguraikan permasalahan-permasalahan yang timbul sekaligus mencari jalan keluarnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analistis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan'melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait.
Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa royalti dan imbalan jasa teknik sebenarnya merupakan obyek pajak yang sangat potensial, namun belum tergali secara maksimal, karena terhambat oleh kendala pemahaman yang belum merata mengenai pengetahuan perpajakan yang menyangkut masalah-masalah khusus di kalangan petugas, serta belum adanya surat edaran/penegasan lebih lanjut yang lebih terperinci mengenai royalti dan imbalan jasa teknik. Hal ini menyebabkan baik petugas pajak maupun wajib pajak membuat penafsiran sendiri-sendiri yang cenderung menguntungkannya. Untuk menjamin kepastian hukum, sebaiknya dibuat surat edaran khusus yang menjelaskan mengenai perbedaan dan ciri-ciri khusus antara royalti dan imbalan jasa teknik disertai dengan contoh-contohnya. Sedangkan untuk meningkatkan keseragaman. pemahaman mengenai pengetahuan perpajakan yang bersifat khusus, sebaiknya dilakukan pendidikan khusus secara periodik dan berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan
"Beberapa prinsip dasar yang terdapat pada perubahan kedua undang-undang perpajakan tahun 1984 (KUP dan PPh) antara lain, adalah ; (a) undang-undang pajak secara konsisten menganut prinsip self assessment. (b) perluasan basis pengenaan pajak dan penyederhanaan sistem pemungutan, yang selalu mencerminkan keadilan data kepastian hukum, (c) penyederhanaan sistem dan prosedur perpajakan sehingga memudahkan bagi Wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya. Dari beberapa prinsip dasar dimaksud, diantaranya tercermin pada Pasal 4 ayat (2) undang-undang PPh tahun 1994, yaitu perlakuan perpajakan atas penghasilan bunga deposito dan tabungan-tabungan lain nya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya. Penghasilan berupa taransaksi penjualan saham di bursa efek, diimplementasikan pada Peraturan pemerintah (PP) No. 41 tahun 1994, yang kemudian dirubah dengan PP. No. 14 tahun 1997. Yang menjadi masalah pokok adalah, bagaimana konsekuensi atas diberlakukannya PP. No. 14 tahun 1997 bila ditinjau dari asas-asas perpajakan, dan kesederhanaan administrasi pajak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis yang meliputi analisis teoritis dan empiris dengan tehnik pengumpuhan data berupa studi kepustakaan dan peninjauan kelapangan, yaitu ke Bursa Efek Jakarta dan Kantor Petayanan Pajak terkait. Hasil penelitian menunjukan, bahwa pelaksanaan PP. No. 14 Tabun 1997, tidak mencerminkan aspek keadilan dan kepastian hukum dalam pemungutan pajak, walaupun telah memberikan kesederhanaan administrasi pajak baik bagi Kantor Pajak, maupun bagi wajib Pajak. Disarankan agar Pasal 4 ayat (2) Undang-undang PPh tahun 1994 dicabut, karena PP. no. 14 tahun 1997 adalah merupakan aturan pelaksanaan'ketentuan tersebut, dan pengenaan pajak atas transaksi penjualan saham di bursa efek dikembalikan kepada mekanisme pemungutan yang sekarang ini berlaku, misalnya dengan melakukan pembayaran pendahuluan, atau dihitung penghasilan netonya dengan menggunakan % tage berdasarkan jenis, dan kegiatan usahanya, yang dalam penyusunannya melibatkan asosiasi pengusaha. Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya tidak mengatur tentang tarif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darussalam
"Krisis ekonomi yang diawali dengan adanya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, telah mengakibatkan perseroan-perseroan yang beroperasi di Indonesia mengalami kesulitan keuangan yang sedemikian berat. Sudah menjadi kesepakatan umum di antara pemerintah, ekonom dan pelaku bisnis, bahwa reorganisasi akuisitif yang berupa penggabungan, peleburan dan pengambilalihan serta reorganisasi divisif yang berupa spin-off, split-off dan split-up merupakan suatu solusi terbaik bagi perseroan-perseroan untuk memecahkan problem kesulitan keuangan tersebut.
Adanya berbagai bentuk reorganisasi akuisitif dan divisif seperti tersebut di atas, hendaknya diantisipasi oleh para pembuat kebijakan perpajakan dengan merumuskan bagaimana seharusnya perlakuan Pajak Penghasilan atas reorganisasi akuisitif dan divisif. Kebijakan perlakuan Pajak Penghasilan atas reorganisasi tersebut hendaknya mengacu kepada substansi ekonominya, sehingga dapat menimbulkan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak serta tidak digunakan sebagai alat penghindaran pajak (tax avoidance).
Metode penelitian dilakukan melalui wawancara dengan beberapa pejabat pajak, Wajib Pajak dan konsultan pajak. Penelitian atas dokumen dilakukan berdasarkan hasil karya ilmiah dan ketentuan-ketentuan perpajakan baik berdasarkan Undang-undang dan ketentuan pelaksanaannya.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ketentuan PPh yang mengatur tentang reorganisasi perseroan belum mengatur secara lengkap dan menyeluruh bentuk-bentuk dari reorganisasi akuisitif dan divisif, demikian juga perlakuan-perlakuan Pajak Penghasilannya belum didasarkan atas substansi ekonomi dari reorganisasi tersebut. Oleh karena itu, disarankan untuk dilakukan kaji ulang guna menyusun ketentuan yang mengatur secara lengkap dan menyeluruh perlakuan Pajak Penghasilan atas reorganisasi akuisitif dan divisif yang didasarkan atas substansi ekonomi masing-masing bentuk reorganisasi. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T1354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Riskon
"Teknologi informasi dan komunikasi saat ini terus berkembang dari waktu ke waktu. Internet merupakan hasil dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan pengiriman data informasi dilakukan dengan lebih cepat dan elisien. E-commerce merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut. E-commerce merupakan suatu transaksi perdagangan yang mempunyai kesamaan dengan transaksi konvensional. hanya media yang digunakan untuk transaksi tersebut berbeda. Penghasilan atas transaksi E-commerce merupakan penghasilan usaha seperti penghasilan atas transaksi konvensional. Karakterisasi penghasilan atas E-commerce merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menentukan sistem dan prosedur pemajakan serta hak pemajakan atas penghasilan tersebut. Penghasilan atas E-commerce dapat dikategorikan kedalam empat kategori yaitu penghasilan atas penjualan barang, penghasilan Royalti, penghasilan Jasa dan penghasilan Sewa. Sistem dan prosedur pemajakan atas masing-masing jenis penghasilan berbeda satu dengan lainnya. Pemajakan atas penghasilan Royalti dan jasa dan Sewa dipotong secara Withholding. Sedangkan penghasilan atas penjualan barang tidak dipotong secara withholding. Untuk penghasilan atas Royalti, Jasa serta Sewa Negara sumber mempunyai hak untuk memajaki, sedangkan atas penghasilan dari penjualan barang Negara sumber tidak mempunyai hak, kecuali ada Bentuk Usaha Tetap.
Penelitian ini menggunakan nnetodologi dengan pendekatan deskriptif analisis dan meng gunakan data sekunder. Melalui penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa faktor penentu untuk mengkategorikan penghasilan atas E-commerce dapat dilihat dari ciri-ciri transaksi yang dilakukan. Ciri-ciri dari suatu transaksi yang dikategorikan sebagai penjualan barang Royalti. Pemberian Jasa dan Sewa berbeda satu sama lain. Dengan mengetahui ciri-ciri dari suatu transaksi maka penghasilan atas transaksi tersebut dapat dikategorikan. Pemajakan penghasilan atas transaksi E-commerce di dalam negeri masih menggunakan peraturan yang ada seperti pemajakan atas laba usaha, penghasilan Royalti, penghasilan Jasa dan penghasilan sewa. Untuk Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan sesuai dengan peraturan domestik dan peraturan Tax Treaty yang telah dibuat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T12220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wijaya Subekti
"Kebutuhan akan adanya instrumen lindung nilai (hedging instrument) telah mendorong para pelaku pasar untuk menggunakan instrumen keuangan derivatif sebagai alat lindung nilai. Perkembangan yang pesat dalam transaksi instrumen keuangan derivatif pada kenyataannya sering menimbulkan perbedaan penafsiran yang pada akhirnya menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus.
Di satu sisi, Wajib Pajak menggunakan instrumen keuangan derivatif dengan tujuan lindung nilai dan atau spekulasi. Disisi lain pajak digunakan sebagai salah satu alat untuk meningkatkan penerimaan negara. Dalam hal ini dibutuhkan adanya sinergi perumusan kebijakan perpajakan yang seksama atas penghasilan yang berasal dari transaksi instrumen keuangan derivatif. Perumusan dan penyusunan kebijakan perpajakan harus dapat mencapai hasil yang optimal, sehingga Wajib Pajak dapat menggunakan instrumen keuangan derivatif sesuai dengan tujuan Wajib Pajak, yaitu sebagai lindung nilai dan atau spekulasi. Pemerintah dapat juga memperoleh penerimaan pajak yang optimal.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan yang diperoleh melalui buku, laporan penelitian, peraturan, dan media masa lainnya serta mengumpulkan data secara langsung dari otoritas pajak, konsultan pajak dan Wajib Pajak.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa peraturan perpajakan yang tersedia sampai dengan bulan Desember 2000, belum dapat memberikan kepastian dan kejelasan tentang perlakuan pajak atas penghasilan yang berasal dari transaksi instrumen keuangan derivatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para ahli instrumen keuangan derivatif dan atau ahli perpajakan lebih mempertimbangkan hakekat ekonomi dari transaksi instrumen keuangan derivatif. Demikian pula dengan Wajib Pajak pengguna instrumen keuangan derivatif. Sedangkan pihak fiskus lebih mempertimbangkan peningkatan penerimaan pajak.
Disarankan untuk segera dikaji dan disusun ketentuan perpajakan yang mengatur pengenaan pajak atas penghasilan dari transaksi instrumen keuangan derivatif secara menyeluruh dengan memperhatikan hakekat ekonomi dari transaksi instrumen keuangan derivatif sehingga Wajib Pajak dapat menggunakan instrumen keuangan derivatif sesuai dengan kebutuhannya dan negara akan menerima tambahan penerimaan pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T 7472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Rosliana Tetty
"Sistem perpajakan hendaknya didasari oleh azas-azas perpajakan dalam pelaksanaannya, sehingga tidak menimbulkan perlawanan dari masyarakat. Azas-azas perpajakan yang disarankan para ahli antara lain equity, convenience, certainty dan economy. Dari azas-azas tersebut yang sering menjadi persoalan adalah azas keadilan karena keadilan sendiri mengandung pertentangan, dalam arti adil bagi seseorang belum tentu adil bagi yang lain.
Begitu juga halnya dengan pelaksanaan pengenaan pajak atas penghasilan dari kegiatan Multilevel Marketing (MLM). Sampai saat ini masih banyak perbedaan pandangan antara wajib pajak dalam hal ini perusahaan dan distributor yang melakukan kegiatan Multilevel Marketing dengan Direktorat Perpajakan. Perbedaan pandangan menyangkut rasa keadilan yang menurut Wajib Pajak tidak ada karena pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan bruto, padahal ada biaya yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan MLM.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif artinya penelitian ini tidak menghubungkan variabel satu dengan variabel lain, hanya memberikan gambaran mengenai pokok permasalahan yang diajukan. Data diperoleh melalui wawancara dengan pihak perusahaan Multilevel Marketing, Pejabat Direktorat PPh Direktorat Jenderal Pajak dan kuesioner bagi distributor yang melakukan kegiatan Multilevel Marketing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh distributor Multilevel Marketing memenuhi hakekat ekonomi untuk dikenakan pajak Penghasilan Pasal 21. Mekanisme yang digunakan dalam memungut pajak adalah melalui perusahaan Multilevel Marketing yang paling mengetahui bagaimana jaringan bisnis distributor beserta groupnya. Ketentuan Perpajakan yang mengatur pengenaan PPh Pasal 21 atas Penghasilan dari kegiatan Multilevel Marketing telah memberikan kepastian hukum.
Saran yang bisa diberikan setelah dilakukan analisis adalah memberikan pengurangan berupa biaya jabatan kepada distributor MLM dan mengintensifkan pemungutan PPh badan bagi Perusahaan MLM dan bagi distributor yang sudah mencapai PTKP tetapi belum memiliki NPWP agar diefektifkan dengan menghimbau agar memiliki NPWP atau secara Jabatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>