Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Andreas Purnawan
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fonataba, Anthon Gamaliel
"Latar Belakang: Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan tindak kekerasan yang terjadi pada pasangan maupun pada seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu lingkungan rumah tangga. Tindakan KDRT mencangkup kekerasan fisik, kekerasan seksual, pelecehan psikologis, penelantaran, penyalahgunaan finansial dan tindakan lain yang bertujuan untuk mengontrol korban. Angka pelaporan kasus KDRT di Papua lebih rendah jika dibandingkan dengan pelaporan kasus KDRT di provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Rendahnya kasus KDRT ini memiliki dua arti, angka kasus KDRT di Papua rendah, atau berarti rendahnya pelaporan oleh korban karena berbagai alasan. Hal yang mungkin berpengaruh pada rendahnya pelaporan kasus ini diantaranya adalah rendahnya ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan dan budaya patriarki.
Tujuan: Mengetahui persepsi istri Papua terkait KDRT dan faktor yang memengaruhi pelaporan kasus KDRT di Papua.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan fenomenologi melalui wawancara mendalam kepada perempuan asli Papua yang sudah menikah baik yang belum/pernah mengalami KDRT atau pernah menyaksikan kejadian KDRT.
Hasil: Sebagian besar subjek yang di wawancara pernah mendengar dan mengalami KDRT setidaknya sekali sejak menikah. Pemahaman atas KDRT masih terbatas pada kekerasan fisik dan verbal. Sebanyak 9 subjek yang di wawancara memilih tidak melaporkan kasus KDRT dengan alasan berupa menganggap masalah keluarga yang tidak perlu diceritakan, keadaan finansial keluarga yang bergantung pada suami, sayang kepada suami, takut akan keluarga suami dan tindakan KDRT yang dianggap masih ringan.
Kesimpulan:  Persepsi istri-istri Papua tentang KDRT masih terbatas pada kekerasan fisik dan verbal. Budaya Patriarki menjadi faktor sosiokuktural yang paling mempengaruhi pelaporan. Tingkat Pendidikan dan ketergantungan ekonomi menjadi faktor berikut yang paling sering dikemukakan oleh istri-istri Papua

Background: Domestic violence is an act of violence that occurs against a partner or all family members who live in the same household environment. Domestic violence includes physical violence, sexual violence, psychological abuse, neglect, financial abuse, and other actions aimed at controlling the victim. The reporting rate of domestic violence cases in Papua is lower compared to provinces of West Java and DKI Jakarta. The low number of domestic violence cases has two meanings, the number of domestic violence cases in Papua is truly low or it means low reporting by victims for various reasons. Factors that might influence the low reporting of these cases include low economic conditions, low levels of education and patriarchal culture.
Purpose: To find out the perceptions of Papuan wives regarding domestic violence and the factors that influence reporting of domestic violence cases in Papua.
Method: This research was conducted qualitatively using a phenomenological approach through in-depth interviews with married native Papuan women who had not/had experienced domestic violence or had witnessed incidents of domestic violence.
Result: Most of the subjects had heard of and experienced domestic violence at least once since getting married. Subjects’ comprehensions of domestic violence are still limited to physical and verbal violence. There where 9 subjects chose not to report cases of domestic violence for reasons such as considering it is a family problems that did not need to be discussed, the financial situation of the family being dependent on the husband, love for the husband, fear of the husband's family and acts of domestic violence that were considered minor.
Conclusion: Papuan wives' perceptions of domestic violence are still limited to physical and verbal violence. Patriarchal culture is the sociocultural factor that most influences reporting. Education level and economic dependence are the following factors most often mentioned by Papuan wives.
Conclusion: Papuan wives' perceptions of domestic violence are still limited to physical and verbal violence. Patriarchal culture is the sociocultural factor that most influences reporting. Education level and economic dependence are the following factors most often mentioned by Papuan wives.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Harsono
"Kepemimpinan yang telah dikenal luas dan dipraktikkan selama ini sesungguhnya merupakan perwujudan dari
paradigma ‘kepemimpinan ketua’ atau ‘kepemimpinan orang’. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa paradigma ini
ternyata mengandung belasan kelemahan yang kurang disadari oleh berbagai organisasi. Kelemahan ini telah dan akan
menimbulkan banyak kerugian, antara lain tampak dari berbagai krisis kepribadian, sosial kemanusiaan, ekonomi,
budaya, serta lingkungan hidup. Kelemahan paling dasar, yang berangkai dengan kelemahan lainnya, adalah sifat figursentris
atau person centered yang menempatkan figur ketua sebagai penentu akhir dalam pembuatan keputusan.
Leadership which has been well-known and applied in times is actually a manifestation of paradigm of ‘the chairperson
leadership’ or ‘person leadership’. Research shows that this paradigm implies several of weaknesses which the
organizations themselves are less aware of. This weaknesses have made and will cause many losses, such as crisis in
personality, social humanity, economy, culture, and environment. The fundamental weakness –linked to others– is the
person centered characteristic which empowers the chairperson to be the last one to judge in decision making."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Panni Genti Romauli
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran harga, pendapatan, dan selera terhadap konsumsi pangan lokal di Provinsi Papua. Penelitian ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2019 dari Badan Pusat Statistik. Metode yang digunakan adalah Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) dengan estimator Iterated Linear Least Square (ILLS). Hasilnya adalah peningkatan pendapatan sangat berdampak pada peningkatan konsumsi pangan lokal di daerah kota dan pendapatan tinggi dibandingkan di daerah desa dan pendapatan rendah. Peran harga pangan lokal sangat penting karena bersifat elastis yaitu ketika harga pangan lokal meningkat akan mengurangi proporsi konsumsi pangan lokal meskipun di kompensasi oleh pendapatan.

The objective of this study is to determine the role of price, income, and tastes on local food consumption in Papua Province. This study used the 2019 National Socio-Economic Survey (SUSENAS). The method used is Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) with Iterated Linear Least Square (ILLS) estimator. The results are the increase in income affects the local food consumption in urban areas with high incomes as opposed to rural areas with low incomes. The role of local food prices is very important because consumption local food will reduce if the price increase even though it is compensated by income."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Imparsial, 2011
355.4 SEK (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Rizky Fadilla
"This study explains the negative externalities of Information and Communication Technology (ICT) development with the distribution of information on grievance experienced by people in Papua Land, Indonesia. The approach uses fixed effects and instrumental variable regression at district level with panel data. The main result shows that there is a positive relationship between ICT development and social conflicts that occur in Papua Land. Further estimates show that there are two potential mechanism in which conflict intensifies by ICT development in Papua Land, ethnic polarization, including polarization of Indigenous Ethnic Papuans, and the economies’ natural resource intensity as represented by GDP per capita.

Studi ini menjelaskan eksternalitas negatif dari perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan adanya penyaluran informasi atas ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat di Tanah Papua, Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah fixed effect dan instrumental variable regression pada tingkat distrik dengan data panel. Hasil utama menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara perkembangan TIK dan konflik sosial yang terjadi di Tanah Papua. Estimasi selanjutnya menunjukkan bahwa terdapat dua mekanisme potensial yang dapat mendorong intensitas konflik yang diakibatkan oleh perkembangan TIK di Tanah Papua yaitu, polarisasi etnik, termasuk polarisasi penduduk asli Papua, dan perekonomian berbasis sumber daya alam yang direpresentasikan melalui PDB per kapita.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Suropati
"ABSTRAK
Insiden pembunuhan 28 pekerja PT Istaka Karya yang tengah mengerjakan proyek jalan Trans Papua tanggal 2 Desember 2018 oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Nduga kembali mengingatkan kita akan bara persoalan yang belum kunjung padam di Tanah Papua. Sudah tak terhitung aksi kekerasan yang menelan banyak korban jiwa di kedua belah pihak terjadi sejak Papua resmi menjadi bagian integral negara Republik Indonesia, menyusul dilaksanakannya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Kaum nasionalis dan masyarakat Indonesia pada umumnya menganggap bahwa pro-kontra masuknya Papua menjadi bagian integral negara Republik Indonesia dengan sendirinya selesai sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Klaim tersebut diperkuat dengan disetujuinya hasil Pepera di Sidang Umum PBB tanggal 19 November 1969. Dengan latar belakang dan argumentasi yang berbeda, tentu tidak demikian pandangan kaum nasionalis Papua dan warga asli Papua pada umumnya. Dengan fakta demikian, tidak aneh apabila Papua terus bergolak. Bukan hanya Jakarta yang harus terkuras energinya, tapi rakyat Papua mau tidak mau juga harus menanggung beban dan akibatnya. Di sinilah di satu sisi, para elite Jakarta perlu memahami duduk perkara konflik Papua, di sisi lain para tokoh Papua harus berpikir positif, konstruktif dan realistis. Kajian ini dibuat sebagai kontribusi pemikiran guna mencari solusi komprehensif menuju Papua Baru, yaitu Papua yang bebas konflik, maju dan sejahtera."
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2019
321 JKLHN 37 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Decki Natalis Pigay
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
320.959 8 DEC e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Apriani Anastasia Amenes
"Sejarah panjang opresi terhadap orang Papua memengaruhi cara pandang orang Papua mempersepsikan dirinya. Opresi terhadap identitas juga berdampak pada perempuan Papua. Perempuan Papua tidak hanya teropresi karena sejarah panjang kekerasan Negara dan struktural, tetapi berhadapan juga dengan kekerasan budaya terutama budaya patriarki. Patriarki yang melemahkan perempuan terjadi di ruang privat maupun publik, dan menempatkan perempuan pada posisi tersubordinasi. Akan tetapi, perempuan Papua tetap memiliki daya untuk berjuang dan mengambil keputusan di tengah kondisinya yang sulit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menelaah hambatan struktural maupun kultural yang berpengaruh pada diri, komunitas, dan organisasi perempuan Papua. Penelititan ini juga bertujuan untuk melihat otonomi diri perempuan Papua dalam mensikapi situasi kultural dan struktural. Metode yang digunakan untuk menghimpun data penelitian ini yaitu melalui wawancara mendalam kepada empat orang perempuan dalam lembaga MRP, observasi pasif, dan studi literatur. Beberapa temuan dari penelitian ini antara lain: (1) Sekalipun perempuan dalam MRP menginternalisasi opresi dan subordinasi yang sangat memengaruhi mereka melalui nilai-nilai adat, tetapi mereka masih memiliki agensi untuk dapat memberdayakan dan memengaruhi orang lain. (2) Peran komunitas sangat memengaruhi perempuan dalam menentukan pilihan-pilihan mereka terkait keputusan otentik melalui pertimbangan-pertimbangan untuk berada di dalam lembaga MRP. (3) Perempuan dalam MRP menginternalisasi opresi dan subordinasinya melalui nilai-nilai adat sehingga memengaruhi pembentukan identitas mereka sebagai anggota MRP yang merupakan agen yang memiliki determinasi diri dalam membuat keputusan yang emansipatif untuk mendorong agenda-agenda dan persoalan perempuan Papua. Melalui gagasan Meyers, didapati bahwa sekalipun ada pikiran opresif dan subordinasi yang diinternalisasikan oleh perempuan, akan tetapi perempuan dalam MRP mampu melawan dengan cara mereka masing-masing. Sebab perlawanan itu merupakan bentuk determinasi perempuan dalam MRP yang secara otonom membuat keputusan-keputusan otentik mereka.

The long history of oppression against Papuans has influenced the way Papuans perceive themselves. Oppression of identity also affects Papuan women. Papuan women are not only oppressed because of the long history of state and structural violence, but also of cultural violence, especially patriarchal culture. Patriarchy disempower women in both private and public sphere and subordinate women’s position. However, Papuan women still have the power to struggle and make decisions in the midst of difficult conditions. Therefore, this study aims to examine the structural and cultural barriers that affect themselves, communities and their organization. This research also aims to see Papuan women's autonomy in responding to cultural and structural situations. The methods used to collect the research data were in-depth interviews with four women in the MRP institution, passive observation, and literature studies. Some of the findings from the study include: (1) Even though women in the MRP internalize oppression and subordination that greatly influence them through customary values, they still have the agency to empower and influence others. (2) The role of the community greatly influences women in determining their choices regarding decisions to consider when they are in the MRP institution. (3) Women in the MRP internalize oppression and its subordination through customary values so that their reporting of identity as members of the MRP is an agent who has self-determination in making emancipatory decisions to push the agendas and problems of Papuan women. Through Meyers' ideas, it was found that even though there were oppressive thoughts and subordination which were internalized by women, women in the MRP were able to fight in their own ways. Because resistance is a form of determination of women in the MRP who autonomously make their authentic decisions."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>