Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13858 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Retty Kriswardhani
"Dalam kamus dwibahasa Indonesia-Prancis Dictionnaire General Indonesien-Francais disingkat DIF) di mana BSU-nya adalah bahasa Indonesia dan BSa -nya bahasa Prancis terdapat banyak masalah karena bahasa Indonesia memiliki sifat yang khas. Bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur daerah dan unsur unsur asing. Karena adanya unsur bahasa daerah dalam bahasa Indonesia maka penulis ingin melihat padanannya dalam DIF. Unsur bahasa daerah yang penulis pilih adalah bahasa Jawa. Adapun hal yang diteliti dalam skripsi ini, yang berjudul Kosakata nomina konkret bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa Jawa dalam Dictionnaire General Indonesien-Francais karya Pierre Labrousse. Sejauh mana ketepatan padanan kosakata nomina konkret bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Jawa yang diberikan dalam DIF. Untuk menganalisis ketepatan padanan kosakata nomina konkret bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Jawa digunakan analisis komponen makna dari Wida dan Taber. Juga digunakan syarat ketepatan padanan dari Zgusta bahwa makna leksikal kedua satuan leksikal identik dalam semua komponen, seperti penyebutan (designation), konotasi (connotation) dan ruang lingkup penggunaan (range of application). Selain itu ketepatan padanan juga dapat dilihat dari tipe padanan yang diberikan. Misalnya tipe terjemahan, tipe terjemahan (+penjelasan) dan tipe penjelasan (dari Zgusta dan Al Kasimi) . Setelah mengadakan analisis data terlihat bahwa dilihat dari komponen makna,padanan yang tepat menurut tipe padanan yaitu : padanan yang tepat menurut tipe padanan terjemahan berjumlah 68 entri dari 250 entri. (27,20%); menurut tipe padanan terjemahan (+penjelasan) berjumlah 22 entri (8,80%) dan menurut tipe padanan penjelasan berjumlah 37 entri (14,80%). padanan yang kurang tepat menurut tipe padanan terjemahan berjumlah 77 entri (30,00%); menurut tipe padanan terjemahan (penje1asan) berjumlah 20 entri (11,20%) dan menurut tipe padanan penjelasan berjumlah 10 entri (7,20%). dilihat dari gambar sebagai penunjang informasi, ternyata ada 9 entri (3,60%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyusun kamus DIF telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelaraskan satuan-satuan 1esika1 BSu ke dalam BSa. Adanya gambar tersebut menunjukkan bahwa kamus ini lebih ditujukan pada masyarakat BSa."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labrousse, Pierre
Paris: Association Archipel , 1984
R 499.221341 LAB d
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Emma L. M.
"Makian, sebagai salah satu perwujudan perasaan manusia, dapat di katakan bersi fat universal karena setiap manusia yang normal dapat dipastikan pernah marah atau pernah merasa jengkel. Bagaimanapun kuatnya seorang manusia berusaha mengendalikan diri, pada suatu saat ketika emosi memuncak, ia akan mengeluarkan 1uapan marahnya atau rasa jengkelnya dengan makian, secara sadar ataupun tidak sadar. Karena sifatnya yang universal ini, maka dapat dikatakan bahwa di dalam setiap bahasa terdapat kata-kata yang dipilih para penuturnya untuk memaki. Tentu saja pilihan kata yang digunakan untuk memaki dalam setiap bahasa berbeda-beda dan bersifat khas sesuai dengan dengan latar belakang kebudayaan bahasa itu masing-masing. Karena sifatnya yang universal sekaligus khas ini maka penulis ingin melihat padanan makian di dalam sebuah kamus dwi bahasa Indonesia-Francis (Dictionnaire General Indonesien-Francais atau DIF) mengingat bahwa sebuah kamus dwibahasa merupakan jembatan yang nenghubungkan dua masyarakat bahasa yang berbeda. Atau dengan kata lain, objek utama dalam kamus dwi bahasa adalah menerjemahkan pesan-pesan suatu masyarakat bahasa yang berhubungan dengan masyarakat bahasa lain secara memuaskan.Adapun hal-hal yang diteliti dalam skripsi ini, yang berjudul Makian dalam Kamus _Dictionnaire General Indonesien-Francais karya Pierre Labrousse_ adalah: 1. Apakah makna makian Bahasa Sumber (dalam hal ini Bahasa Indonesia) setara dengan makna padanannya dalam Bahasa Sasaran (dalam hal ini Bahasa Francis). 2. Bagaimanakah bentuk padanan makian Indonesia yang diberikan, apakah berbentuk makian juga atau berbentuk penjelasan. Untuk menganalisis ketepatan makna padanan makian digunakan analisis komponen makna dan untuk menganalisis bentuk padanan makian dilakukan dengan bantuan kamus Nouveau Dictionnaire des Injures (DI). Bila padanan makian itu terdapat dalam DI maka bentuknya makian juga; jika tidak terdapat dalam DI maka bentuknya bukan makian. Setelah mengadakan analisis data dapat terlihat bahwa: 1. Dari segi bentuk padanan, penyusun kamus DIF telah berusaha sedapat-dapatnya menyelaraskan bentuk (makian SI diberikan padanan dalam bentuk makian juga) karena 55 dari 75 data yang di teliti berbantuk makian. 2. Dilihat dari segi semantik maka padanan makian dapat di katakan masih cukup rnemadai karena 46 dari 75 data yang diteliti memiliki komponen makna yang relatif tetap. Tetapi harus disayangkan adanya 24 data yang maknanya kurang tepat dan bahkan terdapat 5 data yang maknanya tidak tepat. Sementara itu dari 29 padanan makian yang kurang memadai maknanya, 19 di antaranya dalam bentuk makian juga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, penyusun kamus DIF ini lebih mementingkan segi bentuk daripada segi makna karena jumlah padanan yang berbentuk makian lebih besar (73,33X) daripada padanan yang bermakna relatif tepat (61,33%). Hal ini patut di sayangkan karena dalam kamus dwibahasa yang terpenting adalah makna agar pesan-pesan masyarakat bahasa asing tersampaikan dengan baik. Kekurangtepatan atau ketidaktepatan informasi makna makian dapat menyesatkan atau merugikan bahkan membahayakan para pemakai kamus karena menyangkut bahasa kasar yang peng_gunaannya tidak sembarang waktu atau sembarang kesempatan. Oleh karena itu tanpa mengurangi penghargaan yang tinggi atas jerih payah penyusun kamus DIF, maka penulis ingin menyarankan, jika mungkin, dilakukan pemeriksaan kembali khususnya yang rnanyangkut makian. Akhirnya, dengan segala kekurangannya, penulis meng_harapkan panelitian ini bermanfaat, sekeci1 apapun, sebagai pembuka jalan bagi penelitian yang selanjutnya yang lebih mandalam terutama mengenai makian BI yang sepanjang pengetahuan penulis masih luput dari perhatian para ahli BI."
1987
S14274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moussay, Gerard
Paris: Cahier d'Archipel, 1995
R PRA 423.43 MOU d I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Yuwono
"This study is aimed to explore a construction in Indonesian that contains clause relations linked without any conjunction. The construction is traditionally called asyndetic construction. The discussions about clause relations in Indonesian have been generally emphasized on the use of conjunctions as clause relation markers. Some grammarians have actually also discussed the use of asyndetic construction in Indonesian, such as Mees (1949), Fokker (1951), Lapoliwa (1999), Kridalaksana (l985 and 1999), and Baryadi (2000). However, the discussions were only some parts of the wider topics. It should also be noted that the term of asyndetic construction has not been sharpened during the discussions. This study, therefore, is expected to sharpen the concept.
By applying the Systemic Functional Grammar by Halliday (1994), which underlies the theoretical framework of this study, this study is focused on three discussions- Those are (i) the features of asyndetic construction in Indonesian, (ii) the production rules of asyndetic construction, and (ii) the relation between the use of asyndetic construction and certain language styles, especially journalistic style, which productively use the construction. As the lindings of this study, related to the features of the asyndetic construction, it is found that there are three types of asyndetic construction in Indonesian, which are (i) paratactic-asyndetic construction, (ii) hypotactic-asyndetic construction, and (iii) embedded-asyndetic construction. There are two main rules of the construction production, namely the clause joining and the logical meaning of clause relations. The clause joining shows a strategy of asyndetic construction forming based on the syntactical core functions. The logical meaning of clause relations shows a strategy of clause relation composing between main clause and main clause, dependent clause and dependent clause, and embedded clause and nominal group.
Concerning the features of asyndetic construction in Indonesian, the paratactic-asyndetic construction is formed by three ways, which are linking, juxtaposition, and juxtaposition-linking. The hypotactic-asyndetic construction is formed by subordination. The embedded-asyndetic construction is formed by rank-shifting.
Meanwhile, the logical meaning of clause relations can also be identified. The logical meanings of clause relations in paratactic-asyndetic construction are divided into two groups, which are expansion and projection. The expansion can be divided into (i) elaboration, which covers exposition, exemplitication, and clarification, (ii) extension, which covers addition and polar alternation, and (iii) enhancement, which covers temporal, causal, and conditional relations. The projection can be divided into locution and idea projection. The logical meanings of clause relations in hypotactic-asyndetic construction are also divided into two groups, which are expansion and projection. The expansion is only found in the form of enhancement, which covers temporal, causal, manner, purposive, conditional, and concessive relations. The projection covers both locution and idea projection. The logical meanings of clause relations in embedded-asyndetic construction are divided into expansion an projection. The expansion can be divided into elaboration, which is only found in the fonn exemplification, and enhancement, which is only in the form of purposive relation. The projection is only in the form of idea proj ection, which covers sense and cognition relations.
Related to the language style, this study explores data that is not limited to a certain style. The large ntunber of data obtained from joumalistic style, especially hom printed mass media, shows at least that the asyndetic construction becomes one of the special characteristics of the journalistic style. The high frequency of the construction use in the journalistic style is mainly caused by literal translation, e.g. literal translation from participial construction in English, as the source language, into hypotactic-asyndetic construction in Indonesian, as the target language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
D500
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Madia
"Konstruksi-dengan dapat berupa konstruksi frasal dan klausal. Dalam konstruksi frasal, dengan adalah preposisi, sedangkan dalam konstruksi klausal, dengan adalah konjungsi. Sebagai konjungsi, dengan selalu terdapat dalam konstruksi subordinatif (klausa subordinatif yang berkonjungsi dengan selanjutnya disebut "klausa-dengan"). Telah sejak lama perhatian para ahli tertuju pada konstruksi, berpreposisi dengan. Tidak demikian halnya dengan konstruksi berkonjungsi atau bersubordinator dengan.
Pemerian konstruksi berpreposisi dengan telah tersebar di dalam berbagai tulisan tata bahasa Indonesia (Melayu) baik yang ditulis oleh ahli yang sekaligus sebagai penutur bahasa Indonesia (Melayu) seperti Slametmuijana (1951), Hadidjaja (1985), Sastradiwirja (1960), Sudaryanto (1983), Harimurti Kridalaksana (1986), dan (sejumlah tulisan) Hamian (107Y, 1980, dan 198b); maupun yang ditulis oleh ahli asing seperti De Hollander (1819/1984), Van Wijk (1909/1985), Van Ophuijď·“sen (1910/1983), Alieva (1961/1991), dan Mees (1969).
Penyebutan adanya konstruksi bersubordinator dengan ditemukan dalam sejumlah tulisan yang terbatas, yaitu dalam Fokker (1979), Junus (1967), Hamlan (1981a), Moeliono {1988), dan Suwatno (1990/1991). Deskripsi terhadap konstruksi bersubordinator dengan dalam karyakarya ini hanyalah sepintas.
Pembahasan pelesapan subjek dalam bahasa Indonesia oleh Suguno (1991) sama sekali tidak menyinggung adanya pelesapan subjek dalam konstruksi berkonjungsi dengan. Pembahasan adverbial cara dan adverbial sarana dalam bahasa Indonesia oleh Sumadinata (1992) terbatas pada konstruksi yang berpreposisi dengan.
Berdasarkan fakta-takta yang disebutkan di atas, konstruksi bersubordinator dengan belum memikat perhatian para ahli untuk mendeskripsikan secara lebih mendalam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Hartanto
"Kita mengetahui bahwa setiap media massa memiliki kecenderungan untuk membuat aturan-aturan bahasa sendiri, baik itu sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia atau tidak. Pembuatan aturan-aturan yang berbeda-beda itu merupakan ciri khas sebuah media. Sejauh pembuatan aturan tersebut tidak terlalu menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia dan dilakukan dengan konsisten, hal tersebut sah-sah saja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perlulah kiranja isi uraian diatas itu, saja simpulkan disini dalam beberapa kalimat. Istilah wijzers van modaliteit jang dipakai oleh Prof. Gonda untuk menjebut fungsi sedjumlah kata2 tertentu, jang menjatakan modalitet dalam bahasa Indonesia itu, menurut pendapat saja terlalu umum sifatnja. Prpf. A.A. Fokker-pun setjara umum menjebut kata2 penjatakan modalitet itu modale woorde..."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1954
S11268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1962
S11312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dendy Sugono
Jakarta : Puspa Swara, 1999
499.221 DEN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>