Ditemukan 116303 dokumen yang sesuai dengan query
G. Moedjanto
Yogyakarta: Kanisius, 1994
959.8 MOE k (1)
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Audhilla Novieta Putri
"Penelitian ini berangkat dari adanya perbedaan kebijakan yang diterapkan di dalam pelaksanaan pemerintahan daerah yang bersifat Istimewa. Keistimewaan DIY diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 18B. Kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 dan dalam bidang pertanahan secara lengkap diatur dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten di Yogyakarta.
Rumusan permasalahan penelitian ini, Bagaimana kewenangan DIY berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY, bagaimana peran pemerintah dalam urusan pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan bagaimana hubungan pengelolaan dan pemanfaatan tanah terhadap tanah yang memiliki sertifikat hak milik. Tujuannya adalah menganalisis bagaimana kewenangan, peran pemerintah dan hubungan pengelolaan dan pemanfaatan tanah dengan tanah yang memiliki sertifikat. Metodologi yang digunakan adalah studi normatif dengan model deskriptif analitis.
Hasil yang diperoleh adalah bahwa terdapat pendelegasian peraturan yang berasal dari undang-undang kepada peraturan dibawahnya yang dalam pendelegasian peraturan tersebut melekat pula kewenangan pemerintah daerah yang bersifat atribusi untuk merumuskan peraturan-peraturan dibawahnya dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan diatasnya. Peran pemerintah daerah telah diatur dalam Peraturan Gubernur No. 33 Tahun 2017 dan terdapat beberapa perbedaan dengan peran daerah lainnya. Terkait dengan tanah yang memiliki sertifikat, Peraturan Daerah Istimewa No. 1 Tahun 2017 tidak mengatur karena peraturan tersebut hanya mengatur mengenai pengelolaan dan pemanfaatan tanah saja.
This study departs from the existence of differences in policies that are applied in the implementation of special regional administrations. DIY features mandated in the 1945 Constitution Article 18B. The authority of the Special Region of Yogyakarta is regulated in Law No. 13 of 2012 and in the field of land completely regulated in the Special Region Regulation of Yogyakarta No. 1 of 2017 concerning Management and Utilization of the Sultanate and Duchy Land in Yogyakarta. Formulation of the problem of this research, How is the authority of DIY based on Law No. 13 of 2012 concerning the Privileges of DIY, what is the role of the government in matters of management and utilization of land and how is the relationship between management and utilization of land to land that has a certificate of ownership. The aim is to analyze how the authority, the role of government and the relationship of management and use of land with land that has a certificate. The methodology used is normative study with analytical descriptive model. The results obtained are that there is a delegation of regulations originating from the law to the rules below which in the delegation of these regulations also attaches the authority of the regional government that has the character of attribution to formulate the rules below by referring to the laws and regulations above. The role of the regional government has been regulated in Governor Regulation No. 33 of 2017 and there are some differences with other regional roles. Regarding land that has a certificate, Special District Regulation No. 1 of 2017 does not regulate because the regulation only regulates land management and utilization."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53935
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Carolus Bregas Pranoto
"Undang-Undang No. 30 tentang Pokok Agraria Tahun 1960 mengatur bahwa negara Indonesia (pemerintah pusat dan pemerintah daerah) merupakan satu-satunya pemegang wewenang pertanahan yang dapat menguasai dan memberikan hak atas tanah pada warganegara. Namun, penerapan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta (UUK), tidak hanya memberikan status hukum yang jelas bagi lembaga Kasultanan Yogyakarta, melainkan juga memberikan kepadanya klaim dan wewenang atas tanah miliknya, Sultanaat Grond (SG). Pendekatan hukum-formal melihat bahwa ini adalah hasil dari pluralisme hukum pertanahan dan menyodorkan unifikasi hukum sebagai solusinya. Artikel ini berargumen bahwa pluralisme hukum bukanlah hasil dari kesalahan tata kelola pemerintahan, melainkan hasil rancangan dari pembangunan negara Indonesia sejak masa kolonial sampai dengan masa kini. Dengan menggunakan teori rezim penguasaan tanah (land tenure regime) untuk analisis, artikel ini melihat bahwa UUK Tahun 2012 yang melembagakan dan menghidupkan kembali Sultanaat Grond (SG) sebagai tanah kerajaan di Yogyakarta adalah konsekuensi logis dari kewenangan berlapis dari negara Indonesia: antara pemerintah pusat dan daerah, serta menguatnya politik tradisionalisme pasca-Reformasi."
Depok: Departemen Ilmu Politik FISIP UI, 2017
320 JURPOL 3:1 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Muhammad Zainal Abidin Al Ayaadi
"Mataram sebagai sebuah Kasultanan membagi wilayahnya menjadi beberapa bagian, yaitu Keraton, Kuthanegara, Nagaragung, Mancanagara, dan Pasisiran. Pembagian wilayah ini nampaknya diteruskan oleh Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai salah satu penerus trah Mataram. Berdasarkan berbagai riwayat penelitian, agaknya telah disepakati bahwa pembatasan wilayah antara Keraton dan Kuthanegara dibatasi oleh Benteng Baluwarti, sementara Kuthanegara dengan Nagaragung ditandai dengan adanya Masjid Pathok Negoro yang berada di wilayah Kasultanan Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang dilakukan Kasultanan Yogyakarta terhadap wilayah kekuasaannya yang ditandai dengan fitur arkeologi melalui pendekatan Political Geography. Basis data yang akan digunakan adalah data arkeologi, sehingga analisis yang diterapkan adalah analisis arkeologi keruangan yang akan dipadu dengan pendekatan Political Geography. Berdasarkan hasil analisis, pembagian wilayah Kasultanan Yogyakarta memang mempertimbangkan aspek politik; power, politics, policy, dan aspek geografi; space, place, territory.
The Mataram sultanate divided its territory to severalzones, Keraton, Kuthanegara, Nagaragung, Mancanagara, and Pasisiran. This zonale division is replicated by one of Mataram’s descendent polity, the Scholars agree that boundaries between Keraton and Kuthanegara is bordered by the Baluwarti Fort, while boundaries between Kuthanegara and Nagaragung is bordered by the Pathok Negoro Mosques. What is less clear, however, is how these physical markers articulate with the broader spatial and political landscape of Central Java. Utilizing archaeological dataset focusing on the four historic Pathok Negoro Mosques, this research utilizes space-geographical and analysis to answer the question of how these imagined territories are made real through the use of archaeological features. Specifically, this research examines how boundaries are placed through a historically sensitive, political geographic lens. Based on analysis results, the territory division of Yogyakarta Sultanate’s indeed considering political aspects; power, politics, policy, and geographical aspects; space, place, and territory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Harto Juwono
"
ABSTRAKDisertasi ini menguraikan tentang proses kontrak sewa tanah dan semua ketentuan yang mengaturnya di wilayah Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta selama periode 1818-1912. Fokus penelitian ini adalah terjadinya kontrak sewa atas tanah-tanah apanage dan tanah-tanah lain di kerajaan-kerajaan Jawa oleh pengusaha asing dalam berbagai bentuk hak sewa. Pendekatan struktural dan teori tentang hukum adat digunakan untuk menjelaskan terjadinya proses perubahan yang berlangsung di wilayah Projo Kejawen, terutama dengan adanya pergeseran di bidang hukum.
Kajian ini menemukan bahwa proses persewaan tanah mengakibatkan terdesaknya penggunaan hukum adat oleh hukum positif Barat, terutama dengan adanya penerapan prinsip Konkordansi. Prinsip ini bertujuan untuk memberlakukan hukum yang berlaku di Belanda bagi tanah koloninya, termasuk di wilayah raja-raja Jawa (Vorstenlanden). Seiring dengan perubahan itu, sejumlah peraturan kontrak sewa tanah dibuat oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda bagi persewaan tanah di Projo Kejawen. Sebagai akibat proses tersebut, muncul berbagai bentuk hak atas tanah yang tidak pernah dikenal dalam hukum adat Jawa. Kondisi yang diciptakan dalam struktur kepemilikan tanah oleh perubahan ini menjadi dasar yang kuat untuk memotivasi pemerintah kolonial melakukan reorganisasi agraria di Vorstenlanden.
ABSTRACTThis dissertation describes the process of landlease contract and all provisions that regulate it in the Kesunanan of Surakarta and the Sultanate of Yogyakarta the period 1818-1912. The focus of this study was the occurrence of a lease of apanage lands and other lands in the Javanese royal realm by foreign businessmen in various forms of lease rights. Structural approach and a theory of adat law is used to describe the process of change that taken place in the Projo Kejawen, especially with the shift in the legal aspect.This study finds that the process of the landlease resulted in the replacing of customary law by the Western positive law, especially with the implementation of Concordance principle. This principle aims to enforce the laws of the Netherlands for the land colonies, including in the area of the kings of Java (Vorstenlanden). Along with those changes, a number of landlease regulations were made by the Dutch East Indies colonial government for leasing land in the Projo Kejawen. As a result of the process, other forms of land rights which never recognized in the adat law of Java were applied. Conditions that created in the structure of land ownership by this change was a strong basis to motivate the colonial government to make a program of agrarian reorganization in Vorstenlanden."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
D1195
UI - Disertasi Open Universitas Indonesia Library
Bayu Surianingrat
Jakarta: Rineka Cipta, 1990
352 BAY p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
JIP 44(2014)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
JIP 44(2014) (1)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
JIP 44(2014)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
P.J. Suwarno
Yogyakarta: Kanisius, 1994
959.827 SUW h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library