Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9787 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Link, Godehard
Munchen: Wilhelm Fink , 1976
430.143 LIN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hormann, Hans
Frankfurt : Suhrkamp , 1978
430.143 HOR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Parera, Jos Daniel
Jakarta: Erlangga , 1991
412 PAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Chaer, 1942-
Jakarta: Rineka Cipta, 2002
412 ABD p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ullmann, Stephen
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007
412 ULL st
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R.B. Slametmuljana
Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1965
I 499.251 S 245
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Beeh, Volker
Munchen: Max Heuber, 1973
432 BEE a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Klarissa Adzhaniqisthin Lamurvie
"Puisi merupakan bidang yang menantang didalam area penerjemahan karena bahasanya yang sulit. Selain bentuk dan bunyi, majas dari bahasa asal harus diterjemahkan ke bahasa sasaran tanpa mengubah makna dari puisi tersebut. Oleh karena itu, penerjemah mengambil andil yang besar dalam keputusannya menggunakan suatu prosedur penerjemahan tertentu karena interpretasi penerjemah akan memengaruhi makna puisi. Studi ini membahas prosedur penerjemahan menurut teori Vinay dan Darbelnet 1958 di puisi terjemahan oleh Harry Aveling berjudul 'Sermon'.
Puisi kontemporer ini ditulis pada tahun 1968 dengan judul 'Khotbah' oleh seorang penulis ternama dan berpengaruh di Indonesia, W.S. Rendra. Puisi ini merupakan syair bebas yang mengkritik ketidakpedulian orang-orang terhadap agama mereka sendiri di masa tersebut. Perubahan makna akan direkonstuksi dan kemudian dibandingkan dengan menggunakan analisis teori makna referensial dan konotatif oleh Nida dan Taber 1982 . Hasil dari studi ini akan membuktikan adanya pengaruh dari interpretasi penerjemah dalam menciptakan makna di puisi terjemahannya.

Poetry serves as a challenging subject in the area of translation for its use of a specialized language. Apart from the form and sound, the figurative language from the source language must be translated with the same meaning or sense to the target language. In this way, the translator rsquo;s decision to use certain translation procedures to translate the text to the target language, in which it includes his interpretation of the text, would affect the meaning in the poem. Facing the challenge, this study examines the translation procedures by Vinay and Darbelnet 1958 in a contemporary Indonesian poem translation by Harry Aveling titled 'Sermon'.
The poem was originally written in 1968 as 'Khotbah' by a famous and influencing Indonesian poet, W. S. Rendra. The poem is a free verse to criticize the religious ignorance of the people in the era. The alternation in translating the poetry is being analysed using referential and connotative meaning by Nida and Taber 1982 to reconstruct the meaning in the translation version of this poem, as well as the original form for the comparative analysis. In return, this alteration reveals the evident power of translator to use his interpretation in rewriting the poem to the target language.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lapoliwa, Hans
"Salah satu ciri yang membedakan bahasa orang dewasa dari bahasa anak adalah pemakaian variasi kalimat yang lebih banyak, baik dalam hal panjang maupun dalam hal jenis atau tipe konstruksinya. orang dewasa, terutama dalam menulis, cenderung menggunakan kalimat panjang berupa kalimat kompleks dan/atau kalimat majemuk, sedangkan anak lebih banyak menggunakan kalimat sederhana. Hal itu mudah dimengerti karena orang dewasa--sebagai hasil pendidikan dan pengalaman bergaul dengan bahasa yang bersangkutan--telah menguasai secara lebih baik berbagai pola kalimat serta kaidah untuk memanipulasi pola-pola kalimat dan satuan-satuan lingual yang ada dalam bahasa yang bersangkutan. Akan tetapi, kecenderungan menggunakan kalimat panjang sering mengakibatkan kekaburan pengertian sehingga pendengar (pembaca) terpaksa "bekerja" lebih keras dalam usahanya menafsirkan makna untaian katakata itu. Kekaburan itu pada umumnya terjadi karena untaian kata-kata itu, walaupun sudah cukup panjang, belum dapat dikatakan bentuk (kalimat) yang apik (well-formed). Dengan perkataan lain, untaian kata-kata itu menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang bersangkutan. Gejala penyusunan kalimat panjang yang menyalahi kaidah-kaidah bentuk kalimat yang apik dalam bahasa Indonesia cukup memprihatinkan para pembina bahasa Indonesia. Terjadinya bentuk-bentuk yang tidak apik (ill-formed) itu terutama disebabkan oleh kurang mantapnya penguasaan kaidah-kaidah bahasa Indonesia, khususnya kaidah-kaidah sintaKsis.
Mengingat bahwa bahasa Indonesia merupakan sarana yang penting bagi pembangunan bangsa dan negara (Halim, 1976:17), gejala penyimpangan yang sering tampak pada kalimat panjang dalam bahasa Indonesia dewasa ini tidak dapat dibiarkan terlalu lama. Untuk itu perlu diusahakan pengadaan buku-buku pedoman pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam hubungan itu, penyediaan buku tata bahasa Indonesia untuk berbagai lapisan masyarakat merupakan hal mutlak. Oleh karena kaidah bahasa pada asasnya merupakan rumusan mengenai keteraturan yang terdapat pada bahasa (Stockwell, 1977:3), penelitian deskriptif merupakan suatu hal yang hares dilakukan sebelum penulisan buku tata bahasa yang baik dapat dilaksanakan. Penelitian pemerlengkapan (complementation) dalam bahasa Indonesia ini merupakan salah satu usaha yang berorientasi ke arah penulisai: tata bahasa Indonesia yang dapat diandalkan yang, pada gilirannya, dapat meningkatkan mutu pemakaian bahasa Indonesia di kalangan masyarakat luas.
Telaah pemerlengkapan adalah'telaah yang menyangkut konstituen frasa atau klausa yang mengikuti kata yang berfungsi melengkapi spesifikasi hubungan makna yang terkandung dalam kata itu (Quirk et al, 1985:65). Istilah "pemerlengkapan" mencakup konstituen kalimat yang lazim disebut objek, pelengkap, dan keterangan yang kehadirannya bersifat melengkapi makna kalimat. Konstituen ke warung pada Dia pergi ke warung atau membeli rokok pada ilia pergi membeli rokok merupakan pemerlengkapan karena kehadirannya melengkapi makna kalimat. Meskipun bentuk dia pergi termasuk bentuk yang apik dari segi sintaksis, kalimat itu belum lengkap dari segi makna. Verba pergi menuntut adanya keterangan tempat atau keterangan tujuan (yang menyatakan perbuatan)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
D1036
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudaryono
"Pada Bab,d pasal 3 telah dinyatakan bahwa tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimanakah negasi diungkapkan dalam bahasa Indonesia. Tujuan ini didasari asumsi bahwa negasi bersifat universal, tetapi diungkapkan secara berbeda-beda dalam bahasa yang satu dan yang lain. Sebagai kategori semantis, negasi dalam bahasa Indonesia diungkap_kan dengan beberapa cara, baik secara suprasegmental (dengan pemberian intonasi tertentu) atau segmental (dengan menggunakan konstituen nega_tif). Dengan membatasi pada negasi yang dinyatakan secara segmental, penelitian ini menemukan adanya tiga macam konstituen yang lazim dipakai sebagai pengungkap negasi, yaitu (1) tidak, bukan, dan berbagai varian_nya, (2) a-, non-, dan seterusnya, dan (3) jangan, belurn, dan lainnya. Pengungkap negasi yang pertama dan kedua disebut konstituen negatif formal babas dan terikat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
D1821
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>