Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172273 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siagian, Pangihutan
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S25686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"This paper is pondering about trafficking of dangerous waste across border. The reason why such act considered to be a harmful act to community health and environment since many industrious and developed countries were willing to pay a lot of money for undeveloped countries to be their dumping ground. This explains why many undeveloped countries tend to receive such dangerous waste.
Trafficking of dangerous waste from developed to undeveloped countries exists in two form, cargo and trade. Cargo means that trafficking dangerous waste across border were considered to be illegal. Trade means that it was conducted through a legal mechanism.
This paper explains such phenomenon by linking economic and political powers through the used of dependentia and world system theory. In concluding remark, it is recommended that industry from developed countries must produced, recycled and reused material on components it manufactured so it will not harm the environment. And for the undeveloped countries are expected to be consistent with the Basel Convention which banned receiving such dangerous waste."
[Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Departemen Kriminologi. FISIP UI], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Annaisabiru Ermadi
"Tugas karya akhir ini membahas tentang perpindahan lintas batas limbah B3 ilegal yang terjadi dari negara maju ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam penelitian penulis menggunakan studi pustaka sebagai metode penelitian dan teori anomi global untuk menjelaskan fenomena ini dengan kerangka analisis eco-global criminology. Indonesia adalah salah satu negara tujuan tempat perpindahan lintas batas limbah B3 secara ilegal dari negara maju. Meskipun Indonesia telah meratifikasi Konvensi Basel pada tahun 1989, yaitu konvensi yang menentang perpindahan lintas batas limbah B3 antara negara maju dengan negara berkembang, pada praktiknya perpindahan lintas batas limbah B3 ilegal ini masih berlangsung. Kecenderungan yang terjadi adalah negara penerima biasanya merupakan negara yang memiliki nilai tawar yang lebih rendah dibidang ekonomi, hukum, politik dan budaya dibanding negara maju. Negara tersebut memiliki regulasi lemah dan pengetahuan yang kurang memadai perihal barang yang masuk di negaranya. Sehingga mereka tidak mengetahui cara memproses limbah B3 yang aman. Disisi lain, limbah B3 diketahui merupakan limbah yang sangat berbahaya dan berpotensi merusak lingkungan secara global. Penelitian ini juga menunjukan bahwa perpindahan lintas batas limbah B3 merupakan transnational environmental crime yang dilakukan oleh transnational organized crime.

This research focus on illegal transboundary movement of hazardous wastes from developed countries to developing countries where Indonesia is included. The author uses literature studies as the research method and Global Anomie Theory to explain this phenomenon with Eco global Criminology as the analytical framework. Indonesia is one of the destination countries where hazardous wastes from developed countries is illegally transferred of. Although Indonesia has ratified the Basel Convention in 1989, the convention against trade of hazardous wastes between developed to developing countries, the illegal transboundary movement of hazardous waste is still going. In fact, most of the recipient countries have lower bargaining power in economic, legal, political, and culture than developed countries. Those countries have weak regulation and inadequate knowledge about goods that enter the countries. As the result, they do not know how to manage hazardous waste in safely. In the other hand, the hazardous waste is known as a dangerous waste that potentially damage the global environment. This research also shows that illegal transboundary movement of hazardous wastes from developed countries to developing countries is transnational environmental crime conducted by transnational organized crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S8022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasrul
"Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan sistem landfill di Indonesia dimulai sejak tahun 1994. Dasar dari pengelolaan dengan sistem landfill tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Limbah Saban Berbahaya dan Beracun. Sebelum adanya PP Nomor 19/1994 tersebut tidak ada Iimbah B3 yang dikelola sesuai dengan standar lingkungan termasuk belum ada landfill limbah B3 di Indonesia. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan industri maka pertumbuhan Iimbah B3 semakin banyak oleh karena itu pemerintah merasa perlu membangun pusat pengelolaan Iimbah B3 termasuk landfill.
Terdapat dua alasan mengapa dibangun Pusat Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Pertama, sebagian besar industri di Indonesia merupakan industri skala menengah dan skala kecil. Kedua, jika setiap industri diharuskan untuk mengelola dan menimbun limbahnya sendiri, maka biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih besar terutama bagi pengahasil skala kecil. Sebagai perbadingan adalah untuk memproses 4000 ton limbah berbahaya biayanya mencapai US$ 539 per ton, sedangkan biaya untuk mengolah 52.000 ton Ilimbah hanya membutuhkan US$ 63 per ton dengan menggunakan "fuel blending process" (Kupchenko, 1993).
Namun demikian sudah hampir 12 tahun sejak landfill pertama dibangun di Cileungsi, Bogor, belum ada lagi fasilitas serupa dibangun di tempat lain di Indonesia, padahal ada beberapa investor yang tertarik untuk masuk kedalam bisnis ini. Dilihat dari potensi pasar, maka PT. PPLI yang mengoperasikan landfill limbah B3 di Cileungsi Bogor tersebut baru dapat menyerap sekitar 10% dari potensi pasar limbah B3. Dengan demikian ada sekitar 90% lagi limbah B3 yang dikelola atau dibuang secara illegal. Dari survey yang dilakukan terhadap responden/calon investor diketahui bahwa ada paling tidak empat faktor yang menjadi kendala bagi investor untuk masuk kedalam bisnis landfill yaitu, sulitnya mencari lokasi yang sesuai dengan persyaratan teknis, sulitnya prosedur perizinan, resiko yang relatif besar dan adanya masalah sosial masyarakat. Responden mengharapkan jika keempat kendala tersebut bisa teratasi oleh pemerintah maka akan menarik bagi mereka untuk masuk kedalam bisnis landfill."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasichatun Asca
"Kebijakan hukum di bidang lingkungan hidup dalam pengelolaan B3 harus direncanakan dengan cermat karena merupakan bagian dari proses pembangunan industrialisasi. UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Dalam UUPLH, mengenai pengelolaan Limbah B3 diatur dalam pasal 17 dan pasal 21.
Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pengelolaan B3, antara lain PP No.19/1994 tentang Pengelolaan Limbah B3. PP No.19/1994 merupakan jawaban pertama Pemerintah dalam upaya untuk memberikan pedoman peraturan yang dapat diterapkan oleh para pelaku usaha atau dunia industri yang berhubungan langsung dengan lingkungan terutama dengan limbah B3 lain. PP No. 19 Tahun 1994 dengan perangkat hukum yang dimaksudkan untuk mendorong industri penghasil limbah B3 agar meminimalisasi jumlah limbah B3, PP ini kemudian digantikan dengan PP No. 12 Th 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti lagi dengan PP No. 18 Th 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, kemudian dirubah dengan PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti dengan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3. Ada banyak perubahan yang dalam PP yang baru ini, antara lain mengenai istilah, tidak lagi dengan istilah limbah tetapi langsung dengan penyebutan Bahan Berbahaya dan Beracun dan diijinkan kegiatan ekspor dan impor B3.
Peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan lalu lintas batas limbah, dengan dasar ratifikasi Konvensi Basel, yang bertujuan mengatur ekspor dan impor serta pembuangan limbah B3 secara tidak sah, antara lain: Keputusan Presiden RI No. 61/1993 tentang Pengesahan Convention on The Control of Trans-boundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 349/Kp/X/f92 tentang Pelarangan Limbah B3 dan Plastik, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 155/Kp/VII/95 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Import dan Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 156/Kp/VII/95 tentang Prosedur Impor Limbah.
Penegakan hukum dalam masalah B3, berkaitan erat dengan kemampuan aparat dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Hal ini merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana administrasi, kepidanaan dan keperdataan. Aparat penegak hukum lingkungan adalah: Polisi; Jaksa; Hakim; dan Pejabat/Instansi yang berwenang memberi izin; serta Penasihat Hukum. Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan secara preventif dan represif, sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Penegakan yang bersifat preventif berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada peraturan tanpa kejadian langsung. Instrumen bagi
penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan. Penegakan hukum yang bersifat represif dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan. Penegakan hukum secara pidana umulnnya selalu mengikuti pelanggaran peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan akibat pelanggaran tersebut. Penegakan hukum lingkungan keperdataan hendaklah dibedakan dari upaya penyelesaian sengketa dengan cara gugatan lingkungan. Untuk memperoleh ganti kerugian bagi korban pencemaran akibat perbuatan melawan hukum oleh pencemar, karena sifatnya individual. Gugatan perdata yang dimaksud dalam penegakan hukum lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum administratif kurang memadai.
Sarana yang dipergunakan dalam upaya penegakan hukum lingkungan meliputi: sarana administrasi; pidana dan Perdata. Sarana administrasi bersifat preventif dan tujuannya sebagai penegakan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan. Dalam sarana administrasi ini dapat diterapkan konsep "Pollution Prevention Pays" terhadap perusahaan dalam proses produksinya. Sanksi administrasi memiliki fungsi instrumental, yaitu untuk mengendalikan perbuatan terlarang, juga sebagai perlindungan kepentingan yang dijaga dengan ketentuan tersebut. Bentuk administrasi ini antara lain: Paksaan Pemerintah atau tindakan paksa, Uang paksa, Penutupan tempat usaha, Penghentian kegiatan mesin perusahaan, Pencabutan izin melalui proses, teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa. Sarana Kepidanaan, dalam delik lingkungan diatur dalam Pasal 41 s.d 48 UUPLH yang menyangkut penyiapan alat-alat bukti serta penentuan hubungan kausal antara pencemar dan yang tercemar. Tata caranya dalam beberapa pasal tersebut tunduk terhadap UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sarana Keperdataan, dalam hal ini yang dimaksud adalah penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-¬undangan lingkungan, terdapat kemungkinan beracara singkat bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa ("injuction"). Gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan atas dasar Pasal 34 UUPLH jo. Pasal 35 PP No. 74 Tahun 2001, dapat dilakukan baik melalui cara berperkara di pengadilan atau melalui media penyelesaian sengketa lingkungan.
Mengenai hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3 meliputi: Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat dan hak untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat perlu dimengerti secara yuridis dan diwujudkan melalui saluran sarana hukum, sebagai upaya perlindungan hukum bagi warga masyarakat di bidang lingkungan hidup. Dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 Pasal 5 ayat (1) disebutkan: "Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat." Peran serta masyarakat dalam pengelolaan limbah B3 lebih diutamakan dalam hal prosedur penerapan peraturan. Peran serta
masyarakat dalam pengelolaan B3 tersebut selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, juga dapat mereduksi kemungkinan terjadinya konflik. Peran serta masyarakat dapat efektif dan berdaya guna, apabila kepastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya, adanya Informasi lintas batas dan informasi tepat waktu. Pasal 35 PP No. 74 Tabun 2001 tentang Pengelolaan B3, menyebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang upaya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan pengelolaan B3 ini sedangkan dalam Pasal 36 PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, disebutkan setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan B3 sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T19184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Larastika
"Aktivitas di laboratorium atau rumah sakit pendidikan di Universitas Indonesia, pasti akan menghasilkan limbah bahan berbahaya Dan beracun (B3) yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan dapat mengancam lingkungan, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Sampai saat ini, Universitas Indonesia belum memiliki sistem pengelolaan limbah B3 secara terpadu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber dan karakteristik limbah B3 di beberapa laboratorium di Fakultas Teknik, Fakultas Matematika dan IPA, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, serta sistem pengelolaan limbah B3 yang dapat diterapkan di lingkungan Universitas Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang karakteristik dan sistem pengelolaan limbah B3 di Universitas Indonesia. Analisa data diolah dengan teknik kualitatif dan wawancara untuk menggambarkan secara rinci karakteristik limbah B3 yang dihasilkan dan merekomendasikan sistem pengelolaan limbah B3 berdasarkan sistem pengelolaan eksisting yang telah diterapkan pada beberapa laboratorium di FT, FMIPA, FK, dan FKG di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah yang dihasilkan beberapa laboratorium di FT, FMIPA, FK, dan FKG Universitas Indonesia berasal dari limbah laboratorium dan limbah medis. Karakteristik limbah B3 meliputi limbah laboratorium (flammable, harmful, korosif, toksik, eksplosif, oxidizing, karsinogenik, dangerous for the environment, limbah organik, dan bahan kadaluarsa) dan limbah medis (limbah benda tajam, limbah lain yang terkontaminasi, limbah patologis, limbah cairan tubuh manusia/darah/produk darah, limbah kandang binatang/binatang yang dimatikan/alas tidur binatang dan kotorannya, dan limbah farmasi).
Rekomendasi sistem pengelolaan limbah B3 yang dapat diterapkan di Universitas Indonesia meliputi pengumpulan, penyimpanan sementara, dan pengolahan. Berdasarkan hasil penelitian maka setiap laboratorium atau rumah sakit pendidikan di Universitas Indonesia disarankan harus melakukan upaya minimisasi limbah B3, melakukan manajemen pengelolaan limbah B3 secara konsisten dan pengawasan secara rutin, dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai sistem pengelolaan limbah B3 di Universitas Indonesia.

Activities in the laboratory or teaching hospital at the University of Indonesia, will inevitably produce waste. One of which is hazardous waste, when thrown into the environmental media can threaten the environment, health, and survival humans and other living creatures. Today the University of Indonesia does not have hazardous waste management system. The aim of research was to determine the sources and the characteristics of the hazardous waste in several laboratories in the Faculty of Engineering, Faculty of Mathematics and Science, Faculty of Medicine, and Faculty of Dentistry, University of Indonesia, and hazardous waste management system that can be applied at the University of Indonesia.
This research was a qualitative research with the objective of making the description about characteristics and hazardous waste management system at the University of Indonesia. Data analysis was taken by qualitative techniques and interviews to describe in detail the hazardous waste characteristics and recommend the hazardous waste management system based on the existing hazardous waste management system that has been applied in several laboratories in the FT, FMIPA, FK, and FKG at the University of Indonesia.
Result of the study showed that the waste was produced several laboratories in the FT, FMIPA, FK, and FKG University of Indonesia comes from laboratory waste and medical waste. Characteristics of hazardous waste consist of laboratory waste (flammable, harmful, corrosive, toxic, explosive, oxidizing, carcinogenic, dangerous for the environment, organic waste, and expired material) and medical waste (sharps, other contaminated waste, pathological waste, waste human body fluids/blood/blood products, waste animal enclosures/disabled animals/animal bedding and manure, and waste pharmaceuticals).
Recommendation of hazardous waste management proposed consist of collection, temporary storage, and treatment. Based on research results, any laboratory or teaching hospital at the University of Indonesia to expected to have hazardous waste minimization efforts, do the hazardous waste management in a consistent and routine monitoring, and conduct further research on the hazardous waste management systems at the University of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S860
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susanto
"Evaluasi pengelolaan limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) di Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBBN) telah dilakukan. Limbah B3 tersebut dihasilkan dari bekas pemakaian bahan dan peralatan proses kimia yang digunakan untuk kegiatan analisa di laboratorium. Metode yang dipakai adalah dengan mempelajari peraturan peraturan tentang pengelolaan limbah B3, melakukan pengamatan terhadap kegiatan pengelolaan limbah B3, kemudian menganalisa hasil dari pengelolaan limbah B3. Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui apakah pengelolaan limbah B3 di PTBBN sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Dari hasil evaluasi diketahui bahwa pengelolaan limbah B3 secara umum sudah memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 dan Standar Opersional Prosedur (SOP) di PTBBN. Namun demikian dalam jangka panjang ada beberapa hal yang perlu ditindak lanjuti, yaitu: Perlu adanya Gudang khusus limbah B3 yang dilengkapi dengan detector limbah B3, yang digunakan untuk menampung limbah B3 dari Gedung 20 Instalasi Radiometalurgi (IRM) maupun Gedung 65 Instalasi Elemen Bakar Eksperimental (IEBE). Sedangkan dalam jangka pendek perlu segera disusun dokumen hiradc yaitu dokumen yang berisi tentang sifat kegiatan, risiko dan potensi bahaya yang diakibatkan oleh kegiatan pengelolaan limbah B3, sesuai dengan Perka Batan Nomor 20 Tahun 2012. Hal ini perlu dilakukan mengingat jumlah dan jenis limbah B3 di PTBBN akan terus meningkat, sehingga perlu dilakukan persiapan dalam jangka pendek maupun jangka panjang."
Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2016
620 PIN 9:17 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Prasmono
Jakarta: Universitas Indonesia, 2003
T36380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>