Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159235 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Shanti
"Future trading adalah suatu bentuk jual beli dimana
penyerahan barang yang menjadi objek perjanjian ditunda
sampai waktu tertentu. Pada perdagangan semacam ini,
penjual belum memiliki barang yang diperjualbelikan. Selain
itu, prestasi perjanjian ini ditunda sampai waktu yang
ditentukan. Perjanjian ini juga menggunakan bentuk kontrak
baku dalam future contract-nya. Metodologi yang digunakan
dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan. Terdapat
beberapa masalah yaitu bagaimanakah future trading apabila
ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer) dan
Unidroit Principles of Commercial Contracts – 2004 (UPICC),
serta apa persamaan dan perbedaannya. Merujuk pada Pasal
1268 - Pasal 1271 KUHPer, perjanjian ini dapat
dikategorikan sebagai perjanjian dengan ketetapan waktu,
sehingga diperbolehkan. Akan tetapi, perjanjian ini tetap
harus memenuhi syarat sah perikatan pada Pasal 1320 KUHPer.
Perjanjian future trading sendiri langsung lahir pada saat
kesepakatan tentang harga dan jenis barang tercapai, tidak
menunggu pelaksanaan prestasi. Hal ini merujuk pada asas
konsensualisme pada Pasal 1458 KUHPer. Sedangkan pada
UPICC, perjanjian semacam ini diperbolehkan dalam Pasal 3.3
ayat 2. Dalam UPICC terdapat pengaturan tentang kontrak
baku, yaitu dalam Pasal 2.1.19 – Pasal 2.1.22, dan Pasal
4.7 mengenai penafsiran kontrak baku. Persamaan dari
pengaturan future trading menurut kedua instrumen hukum
ini, yaitu sama-sama mengatur mengenai masalah kesepakatan
para pihak yang menjadi syarat sahnya kontrak ini,
kebolehan menjual barang yang belum ada pada penjual,
keadaan yang menyebabkan wanprestasi, dan alasan-alasan
untuk menghindari tuduhan wanprestasi. Sedangkan
perbedaannya, dalam KUHPer tidak diatur tentang kontrak
baku. Selain itu, terdapat perbedaan dalam konsep
perjumpaan utang antara KUHPer dan UPICC, untuk
penyelesaian future trading dengan cara offsetting."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21352
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yondrizal
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas beberapa keputusan pengadilan di bidang Hukum Antar Tata Hukum yang cukup aktuil pada saat ini. Ada 7 putusan pengadilan yang merupakan inti pembahasan, yaitu, putusan pengadilan dalam masalah peralihan agama, peleburan, badan hukum, adopsi internasional, pilihan hukum, pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing serta merek dagang internasional. Persoalan penting yang dibahas pada masing-masing putusan itu ialah sampai sejauh mana hakim mempertimbangkan persoalan-persoalan hukum antar tata hukum dalam setiap putusannya. Dari pembahasan yang dilakukan, diperoleh gambaran bahwa antara teori dengan praktek tidak selalu sejalan. Pada umumnya hakim tidak akan mempersoalkan adanya perbedaan hukum diantara para pihak yang berperkara apabila tidak didalilkan demikian oleh salah satu pihak kepada hakim. Dari pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa masalah - masalah hukum antar tata hukum yang timbul, dari hari kehari semakin kompleks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kendenan, Florensani
"Gugatan perwakilan (kelompok) atau yang dikenal dengan class action merupakan bentuk prosedur beracara, yang dilakukan dalam perkara perdata, yang memberikan hak prosedural kepada satu orang atau sejumlah orang, untuk dapat bertindak sebagai penggugat, guna memperjuangkan kepentingannya dan kepentingan kelompoknya, yang merasa telah dirugikan.
Bagi Indonesia kehadiran gugatan class action diatur secara khusus dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Jasa Konstruksi. Tanggal 26 April 2002 Ketua Mahkamah Agung RI mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No.l Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Adapun manfaat mengajukan gugatan secara class action adalah :
Pertama, sarana pengadilan dapat dimanfaatkan lebih efektif dan efisien, karena Class Action mengurangi biaya yang dikeluarkan, yang bila diajukan secara individual menjadi mahal, sebab biaya proses berperkara menjadi tidak ekonomis (judicial economy), karenanya Class Action memberikan akses yang lebih Iuas kepada pencari keadilan untuk mengajukan gugatan dengan cara cost efficiency.
Kedua, putusan yang bertentangan atau tidak konsisten mengenai tuntutan sejenis dapat dihindari.
Ketiga, gugatan perwakilan mempermudah penyelesaian tuntutan yang menyangkut ganti kerugian uang, serta menjamin bahwa tuntutan terhadap tergugat yang kemampuan membayarnya terbatas dapat diselesaikan dengan adil.
Keempat, Gugatan perwakilan mencegah pengulangan (repetition) gugatan sejenis, apabila gugatan sejenis tersebut ditangani satu persatu.
Kelima, akses ke pengadilan melalui gugatan perwakilan berpeluang mendorong perubahan sikap (behaviour modification) dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T17972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S25886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S25864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S25841
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin
"Konflik yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia mengundang perhatian untuk diteliti penyebab dari konflik itu. Berbagai usaha yang dilakukan untuk menghentikan konflik, salah satu diantara usaha menghentikan atau menyelesaikan konflik adalah penelitian masalah konflik.
Penelitian yang membahas mengenai Resolusi Konflik di Pertambangan Emas Kab. Bout menemukan penyebab terjadinya konflik yaitu tidak ada aturan yang legal dalam pertambangan tradisional sehingga warga pendatang maupun penduduk asli bebas melakukan pertambangan, dan tentang partisipasi masyarakat dalam pertambangan tradisional belum diharapkan.
Keberpihakan tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pada salah satu kelompok membuat masyarakat yang lain merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum yang akhimya mengarah pada penyelesaian persoalan secara fisik.
Usaha-usaha pengendalian konflik yang diharapkan dalam pertambangan ini yaitu dengan mengadakan dialog musyawarah antara tokoh-tokoh yang berkonflik. Mediator dalam hal ini adalah aparat keamanan, Pemda, Ormas Masyarakat. Di daerah ini terjadi berulang-ulang pada persoalan yang sama pada obyek yang berbeda. Hal ini terjadi karena kurang tegasnya aparat keamanan dalam menindak para pengacau dalam masyarakat pertambangan.
Untuk lancarnya dan amannya pertambangan tradisional maka penulis menyarankan agar pada masyarakat setempat segera membuat aturan tentang pertambangan tradisional dengan penerapan konsep pertambangan skala kecil (PSK)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarti Sari Marina
"Tesis ini membahas mengenai aspek hukum perdata internasional dalam klausul pilihan hukum dan pilihan forum serta aspek hukum perdata Indonesia dalam klausul pemberian lisensi kepada pihak ketiga (studi terhadap Perjanjian Kerja Sama antara LIPI dengan Zhejiang University). Penelitian tesis ini menggunakan penelitian dengan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan analitis dengan tujuan untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilahistilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum, yang dilakukan dengan menelaah dan mengkaji asas-asas hukum perdata internasional dalam hukum perjanjian, serta ketentuan-ketentuan perundangundangan, terutama KUH Perdata dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Dianalisisnya klausul pilihan hukum dan pilihan forum dengan aspek hukum perdata internasional karena adanya unsur hubungan internasional, dan unsur luar negeri yang merupakan ruang lingkup dalam hukum perdata inernasional.
Dengan melihat kenyataan pada praktik penyusunan perjanjian di LIPI bahwa klausula pilihan hukum ini seringkali "diabaikan" karena tidak tercantum dalam perjanjian, sedangkan bagi klausula pilihan forum seringkali dipilih forum non litigasi yang kurang memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Bagi klausula pilihan hukum walaupun sering dilakukan dengan pilihan hukum yang diam-diam, dan seringnya dipilih forum non litigasi menunjukkan minimnya perhatian para pihak terhadap kedua klausula tersebut. Selain masalah substansi, kedua klausula tersebut tidak dapat didiamkan begitu saja, harus ada perhatian lebih para pihak untuk lebih serius terhadap kedua klausula tersebut untuk dicantumkan secara tegas dalam perjanjian dan dipilihkan pilihan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak.

This thesis discusses International Private Law in Clauses of Choice of Law and Choice of Forum, and Clauses of Licensing to The Third Party (Study in Agreement between Indonesian Institute of Sciences and Zhejing University). This thesis research uses methods normative juridical using analytical approach to analyze international private law practice in law of contract by examining and reviewing the provisions of legislation, particularly of Indonesia Civil Code and Law of Patent No. 14 Year of 2001. There is some reason for using international private law to analyze clauses of choice of law and choice of forum because there are international connection and foreign element in that agreements which are included in international private law.
In fact to the practice of agreements making in Indonesian Institute of Sciences (LIPI) that clause of choice of law often to "be ignored" by both parties because it is not lined in the agreements, and non litigation forum which are both parties often to choose are not giving legal certainty for both parties. It is showed that both parties are not giving much attention to that clauses. Besides of substansial problem, that two clauses can not be waived, there must be more attention form both parties to lined it in the agreements and to choose a dispute resolution forum which is giving legal certainty to both parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28597
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Ibrahim
"Skripsi ini membahas tentang consent sebagai pengecualian larangan intervensi bersenjata negara asing pada konflik non-internasional dalam kasus Permintaan Pemerintah Transisional Mali atas Operation Serval ke Perancis. Kodifikasi hukum internasional dalam Pasal 20 ILC Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts telah mengatur consent selaku prinsip yang dapat mengecualikan pelanggaran internasional, khususnya larangan penggunaan kekuatan bersenjata. Perkembangan kodifikasi hukum internasional yang dikumpulkan International Law Commission dan preseden kasus intervensi militer asing di Yunani (1946), Muscat & Oman (1957), Kongo (1964), Chad (1968 dan 1978), Zaire (1977 dan 1978), dan Liberia (1990) telah mengembangkan pengaturan pemberian consent maupun kriteria otoritas yang berlegitimasi memberikan consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa permintaan Pemerintah Transisional Mali atas Operation Serval adalah sah sebagai consent yang mengecualikan larangan intervensi bersenjata negara asing dalam konflik Mali utara. Pemerintah Transisional Mali merupakan otoritas yang berlegitimasi dalam memberikan consent.

This study explains the application of consent as preclusion to the prohibition of foreign military intervention in non-international conflict on the case of Malian Transitional Authority's request of Operation Serval to France. The codification of international law under Article 20 of ILC Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts has invoked consent as a principle to preclude internationally wrongful acts, specifically, prohibition of use of force. The development of consent as had been compiled by International Law Commission and precedents of foreign military intervention in Greece (1946), Muscat & Oman (1957), Congo (1964), Chad (1968 and 1978), Zaire (1977 and 1978) and Liberia (1990) has shaped together the requirement of consent which needs to be fulfilled and the criteria for the legitimate authority to provide consent. Hence, the study concludes that the formal request from Malian Transitional Authority is accepted as a valid consent to preclude the prohibition of foreign military intervention in northern Mali conflict and Malian Transitional Authority as legitimate authority to provide such consent."
2014
S53947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>