Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102601 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizal Alif
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fikri Robbani
"

Meski Biological Weapons Convention (BWC) telah diberlakukan sejak tahun 1972, potensi ancaman dari senjata biologis masih membayangi banyak pihak. Senjata biologis yang sulit untuk dideteksi, mampu menimbulkan kepanikan massal, serta relatif murah dan mudah untuk diproduksi menjadi sesuatu yang menarik perhatian pihak-pihak yang tertarik pada senjata nonkonvensional. Penggunaan senjata biologis dapat ditujukan dalam serangan langsung kepada manusia ataupun secara tidak langsung dengan menyerang tumbuhan, hewan, makanan, atau minuman. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memetakan perkembangan literatur yang membahas isu penggunaan senjata biologis melalui metode taksonomi. Selain itu, tinjauan pustaka ini juga menganalisis perdebatan dan konsensus akademik dalam membahas isu penggunaan senjata biologis. Dari 49 literatur yang terkumpul, tinjauan pustaka ini memetakan tiga kategori pembahasan, yakni (1) karakter ancaman senjata biologis, (2) biological warfare and strategy, dan (3) regulasi penggunaan senjata biologis. Tinjauan pustaka ini melihat bahwa karakter ancaman senjata biologis berangkat dari adanya perkembangan dan penggunaan ganda bioteknologi. Ancaman senjata biologis menjadi semakin besar karena terjadi proliferasi kepada aktor negara dan non-negara. Aktor-aktor tersebut memiliki opsi strategi penggunaan senjata biologis sebagai pengganti senjata konvensional dalam perang, sebagai strategic deterrent, atau sebagai senjata dalam perang asimetris. Tinjauan pustaka ini melihat regulasi penggunaan senjata biologis yang ada tidak berfungsi secara efektif karena permasalahan kompleks. Kemudian, berkaca dari literatur yang ada, tinjauan pustaka ini merekomendasikan adanya agenda penulisan lanjutan yang membahas bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam konteks biodefense dan analisis terkait potensi strategi penggunaan senjata biologis sesuai dengan perkembangan terkini.


Although Biological Weapons Convention (BWC) has been imposed since 1972, the potential threats of biological weapons still overshadow many parties. Biological weapons succuessfully attract parties that interested in unconventional weapons because of its characters that hard to detect, capable to trigger mass panic, and relatively cheap and easy to produce. The use of biological weapons can be devoted directly to people or indirectly by attacking crops, animals, food, or drink. This literature review aims to map literatures that discusses the issue of biological weapons through taxonomy method. Futhermore, this literature review also analyzes the academic debates and consensus in discussing the issue of biological weapon. Based on 49 literatures that were reviewed, this literature review map three categories, (1) biological weapons’s nature of threats, (2) biological warfare and strategy, and (3) regulation of the use of biological weapons. This literature review observes that the biological weapons’s nature of threats departed from the development and dual-use of biotechnology. The threats becomes a big problem because of proliferation to state actors and non-state actors. The actors has options to use biological weapons as a subtitute for conventional weapons in war, as a strategic deterrent, or as a weapon in asymmetric war. This literature review observes that the BWC does not function effectively because of complex problems. Based on the literatures that were reviewed, this literature review recommends some further research agendas that addresses efforts that can be done in the context of biodefense and analysis related to potential strategy of the use of biological weapons in accordance with the current development.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Tri Tjahjawati S.
"Kerjasama pihak pemerintah Indonesia dengan pihak pemerintah Amerika Serikat dalam bidang penelitian biomolekul terwujud dalarn ketjasarna Narnru-2. Laboratorium penelitian bidang medis ini masuk dalarn kategori BSL 3 (Biosafety Level 3) yang artinya laboratorium ini agen-agen yang dite6ti dapat mengakibatkan potensi terkena penyakit berbahaya. Dalarn perkembangannya peneli!ian oleb pibak Narnru-2 yang beranggotakan staf peneliti dari Indonesia dan yang dari Amerika Serikat diwakili pihak militer dan peneliti (yang mempunyai hak kekebalan diplomatik), diduga tidak hanya melal,:ukan kegiatan penelitian narnun ada indikasi vaksin yang diteliti dijadikan senjata biologi. Kecurigaan ini disebabkan oleh beberapa hal, contohnya : staf peneliti dari Amerika Serikat mempunyai hak kekebalan diplomatik (hal ini memudahkan mereka untuk membawa keluar masuk barang tanpa adanya pemeriksaan dan bebas bea cukai), tidak transparannya penelitian yang dilakukan baik pada saat pengiriman, penelitian maupun hnsilnya, naiknya status Namru-2 dari detasemen menjadi komando (hal ini semakin menyulitkan pihak pemerintah Indonesia untuk mengontrol kegiatan yang dilakukan oleh Namru-2), penetapan kategori Namru dalarn BSL 3 ( bila ada kebocoran kuman di lahocatorium tersebut malca pemeriksa internasionai berhak untuk memeriksa selrnub wilayah Indcnesia dengan radins 500 km, dalam radius ini bampir semua wilayah dari Jakarta, Jawa Tengah, dan dan Jawa Barat akan diperiksa semua termasuk area vital dan penting) Dengan kecurigaan tersebut maka dikhawatirkan akan adacya ancaman terhadap

Governmental Cooperation side of Indonesia with governmental side of United States in the field of research of fonn biomolekul in cooperation of Namru-2. Laboratory research of this medical area eoter in category ofBSL 3 ( Biosafety Level 3) with the meaning this laboratory of accurate agents can result potency hit malignancy. In its growth of research by side of Narnru-2 which is have Indonesian researcher staff member to and which from United States deputized by military side and researcher ( having diplomatic immunity rights), anticipated do not only activity of research but there vaccine indication which is accurate to be made biological weapon. This suspicion because of several things, the example : researcher staff of United States have diplomatic immunity rights ( this matter facilitate them to bring exit enter goods without existence of duty postfroe and inspection), is not transparent by research him goodness at the time of delivery, research and also result him, go up status him ofNarnru-2 of detachment become commando (this matter progressively complicate governmental side of Indonesia to control activity by Namru-2), stipulating of category ofNamru in BSL 3 if any leakage of germ in the laboratory hence international examiner is entitled to check eotire'all Indonesia region with radius 500 km, in this radius most of all region ofJakarta, Central Java, and and West Java will be checked all in important and vital area). With the suspicion hence felt concerned about there will be of threat to defence of national health area. Because defence of national one of [the] element the core important SDM ( Human Resource), hence if buman being as the especial"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33469
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Justin Nurdiansyah
"Semenjak lahirnya teknologi nuklir serta terungkapnya keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan tenaga atom, negara-negara di seluruh dunia memulai era baru guna memperoleh kemampuan mengembangkan nuklir. Kekhawatiran atas penggunaan teknologi nuklir secara negatif untuk tujuan militer senantiasa mengancam keberadaan serta keamanan umat manusia di seluruh dunia. Guna memberikan keseimbangan atas situasi tersebut maka negara-negara di dunia dengan kedudukannya sebagai masyarakat internasional membentuk suatu konsensus atas adanya sistem serta perangkat peraturan yang berfungsi untuk menggalakkan penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai sekaligus juga menjamin adanya kepastian atas perlucutan serta pelarangan produksi dan penyebaran senjata nuklir secara bertahap dan konsisten. Skripsi ini secara khusus membahas mengenai Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir 1968 (NPT) yang pada hakekatnya dibentuk untuk mencegah penyebaran serta produksi dari senjata nuklir sekaligus mendukung adanya transfer dari teknologi nuklir untuk tujuan damai namun sarat dengan beberapa kekurangan.
Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif preskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan kelemahan dari NPT yang terdapat dalam pengaturan pasal-pasalnya, terlebih terkait dengan perkembangan transfer teknologi dan material nuklir, disertai dengan tujuan lainnya yakni memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hasil penelitian dari skripsi ini menyimpulkan bahwa sifat diskriminatif dari NPT yang berdampak kepada tidak hadirnya hakekat universalitas NPT serta kurangnya komitmen dan konsistensi negara-negara peserta NPT khususnya Nuclear Weapon States (NWS) terkait dengan kewajibannya sebagaimana diatur di dalam Pasal IV dan VI NPT menjadi salah satu kekurangan utama perjanjian ini.

Since the dawn of nuclear discovery and the revelation of the benefits of the atom, countries have attempted to acquire nuclear capabilities. However, the military misuse or abuse of the atom has always posed a threat to the existence and safety of humanity. In order to balance the situation, countries as the international community sought to establish a system to encourage the use of nuclear technology for peaceful purposes while simultaneously ensuring the non¬proliferation of nuclear weapons. This thesis specifically addresses some deficiencies of the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons 1968 (NPT) which is essentially formed to prevent the spread and the production of nuclear weapons and to support the transfer of nuclear technology for peaceful purposes.
This research is a legal study with normative juridical approach and descriptive prescriptive analysis which aim is to illustrate the weakness of the articles of the NPT, especially related to the development of the transfer of material and nuclear technology, along with the solutions or suggestions of the issues. The result of this thesis concludes that the discriminatory nature of the NPT which has an impact on the universality of the NPT, the lack of commitment and consistency of the participating countries, particularly the Nuclear Weapon States (NWS), regarding their obligations set forth in Article IV and VI of the NPT became the major deficiency of this Treaty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S441
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adamant Aldo Ruddyard
"Sejak detonasi senjata nuklir pertama, komunitas internasional telah mengakukan potensi yang dimilikinya. Hal tersebut menimbulkan inisiatif untuk membentuk hukum internasional dan peraturan untuk meregulasi senjata-senjata tersebut. Perjanjian internasional pertama yang mengatur tentang senjata nuklir ini adalah Partial Test Ban Treaty 1963, yang melarang pengujian senjata nuklir dalam atmosfer. Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons 1968 melanjutkannya dan merupakan perjanjian penting dalam bidang pengendalian senjata nuklir. Perjanjian tersebut mengatur proliferasi senjata nuklir dan memberi kewenangan kepada IAEA untuk menjadi badan pengawas tenaga nuklir internasional. Pembuatan beberapa wilayah bebas senjata nuklir mengikuti semangatnya komunitas internasional dari suksesnya NPT ini. Tujuan komunitas internasional berikutnya adalah untuk membuat suatu perjanjian internasional yang melarang pengujian senjata nuklir secara komprehensif, yaitu yang tidak hanya melarang pengujian dalam atmosfer, tetapi juga dibawah tanah. Dari segi pelucutan senjata nuklir, Amerika Serikat dan Rusia telah mengadakan perundingan dengan tujuan melimitasi senjata nuklirnya SALT I dan II, dan pada akhirnya berhasil membetnuk perjanjian INF 1987 dan NEW START 2010, yang berhasil mengurangi senjata nuklir milik kedua negara tersebut. Selain itu, dalam skala global, Nuclear Weapons Prohibition Treaty 2017 bertujuan untuk mengurangi senjata nuklir secara multilateral dan komplit, walaupun kesuksesannya sangat terbatas. Penelitian ini menganalisis berbagai perjanjian internaional yang berlaku dan belum berlaku yang mengatur tentang non-proliferasi dan pelucutan senjata nuklir. Penulis juga akan menganalisis berbagai kasus tentang pelanggaran dan praktik negara terkait dengan perjanjian-perjanjian yang berlaku, dan menunjukkan efektifitas, atau ketidak efektifitas, perjanjian-perjanjian tersebut.

Since the first detonation of a nuclear weapon, the international community has recognized its dangerous potential. This sparked the initiative to form legal international regulations regarding such weapons. The first of these regulations came in the form of the Partial Test Ban Treaty 1963, which banned the testing of nuclear weapons in the atmosphere. The Non Proliferation Treaty followed and became a landmark treaty in the world of nuclear non proliferation and disarmament. Said treaty regulated the proliferation of nuclear weapons and gave power to the IAEA to become the international nuclear watchdog. The NPT would become the most adopted treaty to regulate nuclear weapons. The formation of numerous nuclear weapon free zones followed the renewed spirit of nuclear non proliferation caused by the implied success of the NPT. A Comprehensive Test Ban Treaty, a treaty which bans nuclear testing underground in addition to the atmosphere, became the next target for the international community, which as of now has not yet entered into force. The efforts to reach nuclear disarmament was continued by the owners of the largest nuclear weapon arsenals, U.S and Russia, through diplomatic talks on limitation of strategic arms SALT I and II and culminated in the Intermediate Nuclear Forces Treaty and the NEW START, which aimed to reduce nuclear weapons of all forms. On a global scale, the Nuclear Weapons Prohibition Treaty aimed to achieve nuclear disarmament multilaterally, although its success has been very limited. This Research analyzes the many treaties in force and subsequent treaties regarding nuclear non proliferation and disarmament. The Writer also discusses cases of violations and practice regarding nuclear non proliferation and disarmament and notes the effectiveness, and ineffectiveness, of the treaties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tide Aji Pratama
"Tesis ini membahas mengenai Iran Sebagai salah satu negara yang menandatangani dan meratifikasi NPT (Non Proliferation Treaty). Melalui program nuklir damainya, Iran berencana untuk menjadi mandiri (self sufficient) dalam hal pengembangan teknologi dan melepaskan ketergantungan terhadap sumber energi konservatif (minyak dan gas). Iran memiliki hak yang sah dibawah NPT untuk mengembangkan teknologi nuklir sipil. Namun demikian, upaya Pemerintah Iran ini mengalami hambatan. Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan UE3 (Inggris, Perancis dan Jerman) memiliki kecurigaan bahwa Iran berencana untuk mengembangkan senjata nuklir. Terlepas berbagai kecaman dan tekanan dari Amerika Serikat dan sekutunya, Iran tetap melanjutkan program nuklirnya sebagai bagian dari kepentingan nasionalnya.
Dalam penelitian dengan topik Kebijakan Nuklir Iran khususnya dalam menghadapi respon Barat ini, tujuan dari penelitian adalah Menelaah signifikansi program nuklir Iran sebagai kepentingan nasional yang dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan oleh Pemerintah Iran. Menganalisa program nuklir Iran sesuai kerangka NPT dan program pengawasan IAEA, serta bagaimana Iran menjalankan diplomasinya ditengah kecaman Amerika Serikat dan sekutunya yang berargumen bahwa program nuklir tersebut memiliki tujuan militer. Serta menelaah bagaimana negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat merespon program nuklir Iran dan upaya-upaya diplomasi yang dilakukan Iran.

This thesis explains about Iran?s peaceful nuclear program intentions to support self sufficiency in terms of technology improvement and to be less dependence in conservative source of energy such as oil and gas. This intention was made clear as Iran became one of the first countries to sign and ratified the Non Proliferation Treaty (NPT). The Treaty provides legal and legitimate basis for Iran to develop such nuclear program. Western Countries, mainly United States and major European Countries like Britain, France and Germany, has long been suspecting Iran for developing nuclear weapons, and continues to press on Iran to stop the program. This condition does not prevent Iran to continue the development of its nuclear program as national interests.
In this research entitled Iran?s Nuclear Policy in Regards to West Response, the objectives are to studies significances of Iran?s nuclear program as a national interest that have been carried out consistently by the government of the Islamic Republic. To analyze Iran?s nuclear program within NPT framework and surveillance control mechanism of the IAEA. How Iran conducts its diplomacy, under United States and its European Allies pressure and perception that Iran nuclear purpose was to make a weapons of mass destruction. Further, to see how west particularly the United States responds to Iran?s diplomatic efforts in carrying its nuclear program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25107
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pugh, Michael C.
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1989
355.033 PUG a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Jaelani
"Sepanjang tahun 2006 hingga 2010 Iran didera dengan lima sanksi dari Dewan Keamanan PBB yang disponsori oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Hal ini diakibatkan dari sikap Iran yang terus mengembangkan program nuklirnya tanpa mematuhi resolusi DK PBB dan mengabaikan arahan badan atom internasional (IAEA). Dengan kebijakan luar negerinya, Iran berusaha menjelaskan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai dan sesuai dengan ketentuan Traktak Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Menariknya, di tengah deraan sanksi tersebut, dukungan dunia internasional semakin meningkat. Salah satunya terlihat dari penurunan dukungan negara-negara anggota DK-PBB terhadap sanksi Iran. Dengan demikian muncul permasalahan bagaimana kebijakan luar negeri Iran terhadap AS dan pengaruhnya terhadap resolusi DK PBB.
Dengan pendekatan kualitatif dan mengadopsi penelitian model studi kasus, penulis menemukan bahwa kebijakan luar negeri Iran secara umum terhadap AS bersifat konfrontatif dan responsif. Iran selalu menentang kebijakan luar negeri AS yang dominatif terhadap kestabilan dalam negeri dan kawasan. Sedangkan secara khusus, Iran memfokuskan diri untuk mengedepankan negoisasi dan diplomasi dalam rangka kerjasama mengembangkan program nuklir ke berbagai negara anggota DK PBB maupun ke negara-negara kawasan.
Kebijakan luar negeri Iran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kepentingan pengembangan energi listrik sebagai antisipasi keterbatasan sumber daya alam lainnya (minyak dan gas), posisi geopolitik dan geostrategis Iran di jantung dunia, ideologi revolusi Islam para penguasanya yang selalu dijaga dan dilestarikan, dominasi ulama dan kelompok konservatif di dalam struktur pemerintahan, dan dukungan mayoritas masyarakat Iran terhadap kebijakan pemerintahan Ahmadinejad yang pro rakyat miskin.
Dikarenakan kebijakan luar negeri ini, Iran mendapatkan sanksi secara berturut. Sanksi melalui resolusi DK PBB yang semakin berat. Tercatat dari resolusi dengan sanksi yang hanya sebatas penundaan (no. 1696), pembekuan aset (no. 1737), larangan bantuan keuangan dari negara lain (no. 1747), pembatasan hubungan negara lain terhadap Iran (no. 1803) dan embargo ekonomi dan senjata (no. 1929). Akan tetapi hingga saat ini Iran tetap bertahan untuk terus melakukan pengembangan program nuklirnya.

Since 2006 until 2010 Iran has been the subject of five UN sanctions sponsored by the United States and its allies. These sanctions resulted from the Iranian policy to continue their nuclear program despite of UN Security Council?s resolution and international atom agency (IAEA)?s advice. Iran continues to state that their nuclear program is for peace keeping purposes and is in accordance with Nuclear Non-Proliferation Treaty.
Interestingly, in this unfortunate blow of sanctions, international support increases. One of them is the decreasing support of member countries of UN Security Council toward the sanctions; this lead to the question on US foreign policy against Iran and their implications on the Security Council resolutions.
By using qualitative approach and by adopting case study model of research, the writer assumes that Iranian foreign policy is generally confrontative and responsive. Iran is always against US foreign policy which is dominative to domestic and regional stability. On the other hand, Iran focuses on negotiation and diplomacy to promote cooperation to develop nuclear program with the members of UN Security Council and with neighboring countries in the region.
There are several key elements that give shape to Iranian foreign policy; development of electricity alternative energy, in an anticipation of the depletion of other natural resources (oil and gas), Iranian geopolitics and geocenties in the world, preserved Iranian Islamic Revolution ideology, ulama and conservative domination in the administration, and Iranian people?s support of Ahmadinejad administration policy which is in favor of the poor.
Iranian foreign policy has led to multiple sanctions. UN Security council releases tougher resolutions day to day. The sanctions range from suspension (no. 1696), freezing of the assets (no. 1737), prohibition on foreign aid (no. 1803), to economic and weaponry embargo (no. 1929). However, Iran survives them and continues to develop its nuclear program."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusran
"Tesis ini bertujuan menjelaskan strategi Amerika menghentikan program pengembangan nuklir Iran pada masa pemerintahan presiden George Walker Bush. Peneiitian ini menggunakan metode kualitatif dan tingkat analisa individu. Kerangka teori yang digunakan adalah teori pengamhilan keputusan Model I, dan didukung oleh teori strategi. Dalam penelitlan ini ditemukan bahwa program pengembangan nuklir Iran dapat mengancam kepentingan nasional Amerika seperti militer, ekonomi, dan hegemoninya. Alasan itulah yang membuat Amerika berkeinginan keras untuk menghentikan program nuklir Iran tersebut. Amerika sebcnarnya dapat menggunakan strategi unilateral rnelalui impelemtasi doktrin prepentif, tetapi Amerika justru memilih altematif lain, yakni dengan menggunakan strategi-strategi multilateral melalui diplomasi. Inilah yang membuat paradoksal dalam politik luar negeri Amerika. Strategi diplomasi yang ditempuh Amerika berisikan opsi-opsi dan tindakan-tindakan yang target utamanya untuk menarik simpati dan menggalang dukungan masyarakat intemasional terhadap Amerika. Dengan strategi multilateral itu Amerika berhas1I memperoleh dukungan dati elemen-elemen penting aktor intemasional dan membuat OK PBB menjatuhkan sanksi resoiusi yang sangat mempersullt Iran untuk meJanjutkan perogram pengembangan nuklimya. Jadi, pilihan strategi multilateral yang dijalankan Arnerika teJah berhasil mempersempit dan mempersulit pos1s1 [ran untuk melanjutkan program pengembangan nuklirnya.

The purpose of this Thesis to explain American's strategy to stoping Iran's Nuclear Programs during George Walker Bush government. This thesis use qualitative method, and individual level analysis. Decision Making Model I and strategy theory used to analyse this thesis. This research found that Iran's Nuclear Programs potential to threat American's national interests, such as ma!itary, economy, and hegemony. So that, America want to end that program. American foreign policy to Iran's Nuclear Programs to catch sight of paradox. In fact, America can use preemptive military strike doctrine implementation (unilateral strategy) to stoping Iran's Nuclear Programs. But. with rationabie judgement. America prever to use diplomacy (multilateral strategy). With diplomacy strategy. America sucsess to get international community support to stoping Iran's nuclear programs."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33541
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Hosianna Rugun Anggreni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri yang diambil Indonesia terkait isu nuklir Iran. Indonesia yang bergabung menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2007 turut mendukung resolusi nomor 1747 tahun 2007 tentang penjatuhan sanksi terhadap Iran untuk pengembangan nuklir Iran. Kebijakan luar negeri Indonesia ini mengundang perhatian di dalam negeri terutama dari pihak DPR RI yang berujung pada pengajuan hak interpelasi. Dalam Resolusi DK PBB nomor 1803 tahun 2008, Indonesia memilih untuk abstain.
Penelitian ini ingin melihat apakah dan bagaimanakah sikap DPR turut menjadi faktor domestik yang menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia dalam memilih kebijakan luar negerinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DPR RI pasca reformasi memiliki wewenang untuk turut mempengaruhi kebijakan luar negeri dan hubungan luar negeri Indonesia. Dalam kasus kebijakan luar negeri Indonesia mengenai isu nuklir Iran, DPR telah menunjukkan perannya untuk terlibat di dalam proses yang turut mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia (KLNI) pada tahap tertentu, namun demikian faktor diplomasi bilateral yang dilakukan antara pemerintah Indonesia- Iran tetap menjadi faktor kunci.

ABSTRACT
This thesis discusses Indonesian foreign policy on Iranian nuclear issue. Indonesia who was a non-permanent member of the United Nations Security Council in 2007 voted in favor for resolution number 1747 year 2007, imposing sanctions against Iran for its nuclear development. This has in turn triggered criticism, particularly from the Indonesian House of Representative (DPR RI) that resulted in interpellation. In the United Nations Security Council Resolution number 1803 year 2008, Indonesia decided to abstain.
This research looks into whether and how the Parliament is constituting the so called domestic factors for the Government of Indonesia in determining its foreign policy. The research shows that the DPR RI post-reform era holds the power to influence Indonesian foreign policy and its international relations. In the case of Indonesian foregin policy on Iranian nuclear issue, DPR RI has shown its ever expanding role to be involved in the process of influencing Indonesian foreign policy to a certain extent. Nevertheles, bilateral diplomacy between the Government of Indonesia and Iran plays pivotal role."
2009
T26672
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>