Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202639 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farida Helianti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S25811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Nusanty Cellarosa Desiree
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deltavina Wulansari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S25893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Syamsu Utami
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S25751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wienda Messabela
"Setiap individu tentu membutuhkan barang dan/atau jasa dalam kehidupan sehari-harinya. Keberadaan barang dan/atau jasa tersebut tentunya tidak terlepas dari aspek merek. Sebagai salah satu bidang dalam Hak Kekayaan Intelektual, merek, khususnya merek terkenal yang lebih ditekankan disini memiliki suatu nilai tersendiri yang bersifat komersil. Merek terkenal umumnya lebih diprioritaskan seseorang dalam menentukan pilihan, dan dengan sendirinya, menjadikan pemilik dari merek terkenal pada umumnya mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pemilik merek biasa.
Dengan tingginya nilai yang terkandung dalam merek terkenal, maka menimbulkan minat dari pihak lain untuk turut dapat menikmati keuntungan merek terkenal tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Cara yang dimaksud adalah dengan pemberian lisensi. Dinyatakan baik dalam ketentuan internasional melalui Paris Convention dan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dan peraturan perundang-undangan nasional melalui Undang-undang Horror 15 tahun 2001 bahwa pemilik merek berhak dan dapat memberikan izin bagi pihak ketiga untuk dapat turut serta menggunakan nama merek yang dimilikinya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Apabila kita berbicara mengenai lisensi, tentunya berbicara mengenai sejumlah hak dan kewajiban baik bagi pemberi lisensi maupun penerima lisensi. Hal ini dikarenakan pada intinya setiap perjanjian menerbitkan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, serta salah satu pihak lainnya yang berhak akan prestasi tersebut. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan hukum yang ada dalam lisensi, serta kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual maka umumnya pemilik merek mengkaji kualitas dari penerima lisensi terlebih dahulu sebelum memberikan lisensinya. Di sisi lain, penerima lisensi juga mengadakan pengkajian terlebih dahulu terhadap merek terkenal yang dimiliki pemberi lisensi. Hal inilah yang menyebabkan perjanjian lisensi dalam bidang merek umumnya terjadi terhadap merek terkenal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nofrizal
"[Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Tinjauan
Pencatatan Perjanjian Lisensi Merek Pada Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual menurut UU no. 15 tahun 2001 tentang merek. Permasalahan dalam
tesis ini adalah apakah undang-undang merek sudah cukup mengatur tentang
perjanjian lisensi merek, apakah konsekuensi atas perjanjian lisensi yang belum
dicatatkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, apakah kendalakendala/
hambatan dalam praktek dengan belum diterbitkannya PP tentang tata
cara pencatatan perjanjian lisensi merek. Penulisan tesis ini menggunakan metode
penelitian hukum normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya.
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, belum cukup mengatur
tentang hal-hal yang berkaitan dengan merek terutamanya tentang perjanjian
Lisensi Merek. Karena dalam undang-undang ini hanya terdapat aturan secara
umum, belum terdapat aturan yang mengatur secara khusus tentang merek
tersebut. Konsekuansi yang didapat oleh penerima atau pemberi lisensi adalah
tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap perjanjian lisensi yang mereka
buat atas Hak Kekayaan Intelektual. Karena perjanjian lisensi yang tidak
dicatatkan pada Direktorat Jenderal, maka tidak akan mengikat pihak ketiga..
Kendala-kendala/hambatan dalam praktek dengan belum diterbitkannya Peraturan
Presiden tentang tata cara pencatatan perjanjian lisensi adalah mengakibatkan
perjanjian lisensi itu tidak di proses oleh Direktorat Jenderal, serta syarat-syarat
atas pencatatan perjanjian lisensi tersebut tidak dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Akibat lain adalah pemohon merasa kurang perlu mencatatkan suatu
perjanjian lisensi yang dibuatnya, sehingga mengakibatkan berkurangnya
pemohon;This thesis aims to determine how Registration Overview Trademark
License Agreement In the Directorate General of Intellectual Property by Law no.
15 2001 about the trademark. The problem in this thesis is Does the law
governing the trademark has enough trademark licensing agreement, whether the
consequences of the license agreement which has not been recorded at the
Directorate General of Intellectual Property, whether the obstacles / barriers in
practice by not issuing the PP regarding the procedure of recording the license
agreement trademark. This thesis uses normative law research method with
secondary data as its data source.Act No. 15 of 2001 on Trademarks, have not
sufficiently regulate on matters relating to the trademark mainly on Trademark
License Agreement. Because in this law there are only general rules, yet there
were rules governing specifically about the trademark. Consequences obtained by
the recipient or licensor is no legal protection against license agreements they
make. Due to licensing agreements that are not listed in the Directorate General,
it will not be binding on third parties .Constraints / obstacles in practice by not
issuing a Presidential Regulation on the procedure of registration of the license
agreement is resulting in a license agreement it is not in the process by the
Directorate-General, as well as on registration terms of the license agreement
can not be implemented properly. Another consequence is the applicant felt less
need to record a license agreement made, thus resulting in fewer applicants, This thesis aims to determine how Registration Overview Trademark
License Agreement In the Directorate General of Intellectual Property by Law no.
15 2001 about the trademark. The problem in this thesis is Does the law
governing the trademark has enough trademark licensing agreement, whether the
consequences of the license agreement which has not been recorded at the
Directorate General of Intellectual Property, whether the obstacles / barriers in
practice by not issuing the PP regarding the procedure of recording the license
agreement trademark. This thesis uses normative law research method with
secondary data as its data source.Act No. 15 of 2001 on Trademarks, have not
sufficiently regulate on matters relating to the trademark mainly on Trademark
License Agreement. Because in this law there are only general rules, yet there
were rules governing specifically about the trademark. Consequences obtained by
the recipient or licensor is no legal protection against license agreements they
make. Due to licensing agreements that are not listed in the Directorate General,
it will not be binding on third parties .Constraints / obstacles in practice by not
issuing a Presidential Regulation on the procedure of registration of the license
agreement is resulting in a license agreement it is not in the process by the
Directorate-General, as well as on registration terms of the license agreement
can not be implemented properly. Another consequence is the applicant felt less
need to record a license agreement made, thus resulting in fewer applicants]"
Universitas Indonesia, 2015
T44285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sundusing, Monalia Sandez
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S25912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Ayu Spica
"Merek sangat penting dalam dunia perdagangan barang ataupun jasa. Merek sebagai salah satu kekayaan intelektual berfungsi sebagai tanda pengenal atau daya pembeda dari merek lainnya. Dapat dikatakan bahwa merek merupakan aset bagi pemilik merek yang bersangkutan, terutama apabila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik. Karena pentingnya nilai dari suatu merek bagi pemilik merek yang bersangkutan maka diperlukan perlindungan hukum bagi pemilik merek tersebut dari setiap tindakan yang dilakukan oleh pihak lain yang dapat mendatangkan kerugian bagi pemilik merek tersebut. Perlindungan hukum terhadap merek telah diatur di dalam ketentuan hukum internasional seperti Konvensi Paris, TRIPs, dan sebagainya. Hukum nasional pun telah mengatur ketentuan hukum merek sejak jaman penjajahan hingga saat ini, yaitu Reglement Industriele Eigendom 1912, Undang-Undang No. 21 Tahun 1961, Undang-Undang No. 19 Tahun 1992, Undang-Undang No. 14 Tahun 1997, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Walaupun Undang- Undang Merek yang berlaku saat ini telah diterbitkan sejak tahun 2001, namun hingga saat ini belum terdapat Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Hal ini menyebabkan terdapat beberapa definisi dan juga pengaturan yang penting dalam hukum merek, seperti merek terkenal dan itikad baik, tidak diberikan secara tegas. Seringkali sengketa merek yang timbul disebabkan adanya perbedaan persepsi di antara pemilik merek mengenai apakah suatu merek dianggap terkenal atau tidak dan apakah pemilik merek memiliki itikad baik dalam pendaftaran merek ataupun penguasaan atas merek yang bersangkutan. Merek dapat dibedakan menjadi merek dagang dan merek jasa. Merek jasa dalam usaha kulinari memiliki nilai yang sangat penting bagi pemilik merek yang bersangkutan karena konsumen tidak hanya mengenalinya dari merek yang terpajang di luar restoran tersebut, namun juga ciri khas masakan yang disajikan. Perlindungan hukum terhadap merek jasa terkenal menjadi fokus dalam penulisan tesis ini dengan uraian pembahasan mengenai perkembangan perlindungan hukum terhadap merek jasa terkenal, penegakan hukum dalam penyelesaian sengketa merek jasa terkenal, dan analisis kasus sengketa merek Waroeng Podjok melawan Warung Pojok.

Trademark is very essential in trade of goods or services. Trademark as one of intellectual property has function as badge or distinctive sign from other trademark. It can be said that trademark is an asset for the trademark owner, especially if such mark is used by considering business aspect and good managerial process. Because of the importance of trademark's value for the trademark owner, thus legal protection is needed for the trademark owner from any action conducted by another party that may cause damage for the said trademark owner. Legal protection of trademark has been regulated in international conventions, such as Paris Convention, TRIPs, and so on. National laws also have regulated trademark law since colonialism period until now, i.e. Reglement Industriele Eigendom 1912, Law No. 21 of 1961, Law No. 19 of 1992, Law No. 14 of 1997, and Law No. 15 of 2001. Although prevailing Trademark Law has been issued since 2001, there is no Government Regulation as implementing regulation of Law No. 15 of 2001 until now. This matter causes some definitions and some important provisions in trademark law, such as wellknown trademark and goodwill, are not strictly regulated. Trademark disputes often occur because of differences in perception between trademark owners whether a trademark is considered well-known or not and whether the trademark owner has goodwill in trademark registration or possession of trademark. Trademark can be divided into trade mark and service mark. Service mark in culinary business has really significant value for the trademark owner because consumers will not only recognize it from the sign put outside the restaurant, but also typical cuisine served by the restaurant. Legal protection of well-known service mark is the focus of this thesis with elaboration on chronology of legal protection on well-known service mark, law enforcement in dispute settlement of well-known service trademark, analysis on trademark dispute of Waroeng Podjok."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28848
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gindamora Andiafari
"Kekosongan hukum Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan ketentuan yang rentan menimbulkan masalah sehingga harus segera ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya, pengertian dan kriteria merek terkenal serta pengertian dan penjelasan lebih lanjut mengenai barang dan jasa tidak diketahui secara pasti dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Alasannya karena untuk menentukan keterkenalan suatu merek sangat tergantung pada penilaian hakim yang memeriksa sengketa tersebut. Walaupun Indonesia tunduk pada instrumen internasional seperti (The Paris Convention for the Protection of Industrial Property/Konvensi Paris) dan (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs), tetapi semua ketentuan yang terdapat didalamnya juga tidak memberikan pengertian yang jelas dan lengkap mengenai perlindungan barang yang tidak sejenis. Ketentuan ini juga memberikan kebebasan kepada setiap negara anggota untuk menetapkan dan mengatur keterkenalan suatu merek di negaranya masing-masing. Oleh sebab itu, penentuan keterkenalan suatu merek pada akhirnya diserahkan kepada Majelis Hakim. Pada dasarnya perlindungan terhadap merek terkenal bisa menerapkan azas itikad tidak baik kepada Pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak jujur karena membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran suatu merek sehingga merugikan pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Pada akhirnya semua pihak hanya berharap agar Peraturan Pemerintah yang sudah diamanatkan oleh undang-undang dapat segera disahkan sehingga sengketa yang berkaitan dengan pemboncengan merek terkenal dapat diselesaikan atau dapat dihindari.

The absence of law on article 6 (2) UU Nomor 15 Tahun 2001 on Trademark is a regulation that potentially will cause problems that has to be fixed by the Goverment. The result is that the definition and criteria of famous trademark along with whether the definition and explanation afterward of the different category of goods and service is not known so it result in uncertainly of law. The reason to determine the degree of famous on trademark relies heavily on jugde?s valuation that handle the dispute. Even though Indonesia had adopted to International convention such as Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs, the all the provisions inside those convention do not give clear and comprehensive definiton on protection of different category of goods. Those conventions give freedom to each member states to determine and govern the degree of famous in their territory. Therefore the determination on the degree of famous eventually will be given to the judges. Basically, the protection on famous trademark can also apply the good faith principle to the applicant who register their trademark untruthfully because they attach, imitate or copy the famous of a particular trademark causing loss on other sides or unhealthly competitions, tricked or deceived consumers. Finally, all sides only hope that Goverment Regulatory that is mandated by Regulations can be finalized and validated, so the disputes relating to the attachment of famous trademark can be settled or can be prevented as possible.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>