Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Hayati
"Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Rumusan tersebut kemudian ditegaskan lagi antara lain dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang Perlindugan Upah dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No . Per-02/Men/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. Munculnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu ini dilatarbelakangi semakin banyaknya majikan yang memaksa pekerjanya untuk membuat perjanjian dalam jangka waktu tertentu (lazimnya disebut sistem kontrak), sebagai akibat pengusaha tidak mau disulitkan oleh ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja Akibatnya, terkadang meskipun jenis, sifat dan kegiatan pekerjaan secara objektif tidak mengharuskan dibuat kesepakatan kerja waktu tertentu, untuk menghindari berbagai resiko, pengusaha membuat kesepakatan kerja waktu tertentu dengan pekerjanya. Selanjutnya, sebagai penyelenggara negara, pemerintah paling sedikitnya punya dua peran dalam urusan perburuhan. Pertama, sebagai penyedia lapangan kerja. Ini dilakukan dengan macam-macam cara, dari menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga melancarkan perputaran roda perekonomian, menampung angkatan kerja sebagai pekerja di suatu perusahaan sampai proyek padat karya. Kedua, menjadi penengah atau wasit bilamana terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha. Fungsi wasit ini hanya diperlukan jika mekanisme penyelesaian perselisihan langsung secara bilateral antara kedua pihak yang bertikai ternyata gagal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chahyanti Shinta Dewi
"Komponen alam, tenaga kerja, dan modal merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait dalam pembangunan. Dalam dunia ekonomi, ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, walaupun kenyataannya komponen tenaga kerja kerap muncul sebagai faktor yang dominan. Oleh karena itu hubungan antara tenaga kerja dengan perusahaan harus tetap terjaga dengan baik. Untuk melindungi hak dan kewajiban tenaga kerja dengan perusahaan, perjanjian kerja perlu dibuat supaya diketahui dengan jelas hak dan kewajiban masing-masing. Dengan adanya perjanjian kerja yang jelas dan transparan, serta mewakili keinginan para pihak, maka akan tercipta iklim usaha yang konduksif. Namun perubahan sosial ekonomi negara yang berlangsung cepat, mengakibatkan perkembangan baru dalam perjanjian kerja tersebut, yang pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan dari Undang-Undang Ketenagakerjaan, dimana pengusaha cenderung mengurangi pembiayaan dengan cara membuat perjanjian kerja waktu tertentu pada pekerjaan yang bersifat rutin yang juga dilakukan oleh pekerja tetap. Hal tersebut apabila ditinjau dari sisi pekerja tidak menguntungkan, karena dari segi jenis pekerjaan seharusnya pekerja waktu tertentu tersebut hubungan kerjanya adalah sebagai pekerja tetap. Untuk mengatasi hal ini pemerintah melindungi pekerja dengan menerbitkan peraturan yang memberikan batasan tertentu tentang sifat dan jenis suatu pekerjaan yang bisa dibuat dengan perjanjian kerja waktu tertentu, apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian kerja waktu tertentu berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja untuk pekerja tetap. Penulisan ini bersifat deskriptif analitis dengan metode penelitian yuridis normatif yang menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier, serta wawancara dengan narasumber.

Natural component, labour, and capital is one intact unity and each other related in development. In the world of economics, third of the component inseparable one another, although frequent labour component in reality emerge as dominant factor. Therefore relation between labour with company have to remain to awake better. To protect labour rights and obligations with company, work agreement require to be made is so that known clearly each rights and obligations. With existence of transparent and clear work agreement, and also represent desires of the parties, hence will be created effort climates which is konduksif. But change of political economy social that goes on quickly, resulting new growth in work agreement, which in the end influence execution of Labor Act, where entrepreneur tend to to lessen defrayal by making work agreement of selected time work having the character of routine which was also conducted by worker remain to. The mentioned if evaluated from worker side do not profit, because from type facet work of worker of time ought to the selected job relation of is as worker remain to. To overcome this matter of government protect worker published regulation giving selected constrain concerning nature of and type work which can be made with work agreement of selected time, if the rule not fulfill by hence work agreement of selected time turn into work agreement of time not selected or work agreement for worker remain to. This writing have the character of analytical descriptive with method research of normatif yuridis using materials punish primary, and sekunder of tertier, and also interview with guest speaker."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21390
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2006
S25779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Zulbadri
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Prasetyo
"Dalam globalisasi ekonomi yang ditandai dengan persaingan yang semakin ketat telah menempatkan Indonesia sebagai negara berkembang pada posisi yang serba dilematis dalam menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pilihan antara upaya mensejahterakan rakyat (pekerja) melalui peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dengan kebijakan untuk menarik investor asing melalui keunggulan komparatif upah murah dan pelaksanaan hukum ketenagakerjaan yang lunak benar-benar merupakan dilema bagi Pemerintah Indonesia dalam menghadapi pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan berusaha mengurangi resiko usaha termasuk resiko dalam hal Sumber Daya Manusianya (SDM) untuk menekan biaya produksi. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menerapkan sistem perjanjian kerja waktu tertentu (kerja kontrak). Dalam menilai hukum/peraturan tidak hanya melihat hukum dalam konteks law-in-books, Akan tetapi, juga harus melihat hukum dalam kerangka law-in-action. Peraturan perundangundangan ketenagakerjaan di Indonesia, yang berlaku saat ini, antara lain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu dalam undang-undang tersebut diatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 59. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di PT. HGA belum terlaksana dengan baik. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya hal-hal yang tidak dilaksanakan oleh PT. HGA berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pelaksanaan PKWT di PT. HGA yaitu: Pertama, faktor hukumnya sendiri (peraturan), dimana masih terdapatnya multitafsir norma dan inkonsistensi pasal-pasal mengenai PKWT dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Kedua, faktor penegak hukum, dimana masih kurangnya kualitas dan kuantitas tenaga pengawas ketenagakerjaan. Ketiga, faktor sarana atau fasilitas dimana masih kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pada PT. HGA sehingga menyebabkan lemahnya penegakan hukum Undang-Undang Ketenagakerjaan karena tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil serta organisasi yang baik dari sebuah perusahaan tidak terpenuhi. Keempat, faktor masyarakat dimana adanya kedudukan yang berbeda atau tidak seimbang antara pekerja dengan pengusaha membuat PT.HGA mendominasi dalam membuat perjanjian sehingga perjanjian kerja waktu tertentu yang dihasilkan sesuai dengan keinginan PT.HGA. Kelima, faktor kebudayaan dimana masih terdapatnya nilai-nilai dalam masyarakat yang menyebabkan masyarakat mengabaikan peraturan demi ketentraman dirinya sehingga pekerja akan menerima kondisi apapun demi mendapatkan pekerjaan karena adanya penilaian kurang baik dalam masyarakat apabila seseorang tidak bekerja sehingga penegakan hukum menjadi terhambat.

In the economic globalization that is characterized by increasing competition has put Indonesia as a developing country in the position of the all dilemmas in ensuring the right to decent work and livelihood. The choice between efforts to prosper the people (workers) through legislation in the field of labor with policies to attract foreign investors through low wage comparative advantage and the software implementation of employment law is really a dilemma for the Government of Indonesia in the face of free market where companies tried to reduce business risks including the risk in terms of Human Resources (HR) to reduce the cost of production. Efforts are made by companies is to implement a specific time work agreement (employment contract). In assessing laws / regulations not only see the law in the context of law-in-books, which is a normative phenomenon in the form of a collection of norms that govern relationships between individuals in society. However, it also must see the law within the framework of lawin- action.Peraturan labor legislation in Indonesia, current, among others, the Act No. 13 of 2003 concerning Manpower. Employment agreement setting a specific time in the law are set out in Article 56 through Article 59. Understanding Specific Time Work Agreement in Law No. 13 of 2003 is an agreement between the workers with employers who only made for a specific job which, according to the type and nature of work or activity will be completed within a certain time. Execution time employment agreement pursuant to Act No. 13 of 2003 on Manpower in PT. Hasanah Graha Afiah has not been done properly. This is because still have things that are not carried out by PT. Hasanah Graha Afiah under the provisions of Act No. 13 of 2003 on Labor, The factors affecting the implementation of law enforcement PKWT at. Hasanah Graha Afiah namely: First, the law itself (rules), which still have multiple interpretations of norms and inconsistencies regarding PKWT articles in Law No. 13 of 2003 on Manpower. Second, law enforcement factor, which is still a lack of quality and quantity of labor inspectors. Third, the factor means or facilities where there is still a lack of quality and quantity of human resources at PT. Hasanah Afiah Graha causing the lack of law enforcement employment laws because of educated manpower and skilled and good organization of a company are not met. Fourth, factors of society in which a different position or out of balance between workers and employers make PT.Hasanah Graha Afiah dominate in making arrangements so that certain employment agreement when produced in accordance with the wishes PT.Hasanah Graha Afiah. As for the workers, the economic factor is very important in getting a job because it's hard to find a job so they have to accept the condition or treatment that is right in getting a job. Fifth, cultural factors which still have the values in society that causes people to ignore the rules for the sake of peace itself so that workers would accept any conditions to get their jobs because of the unfavorable rating in the community if one does not work so that law enforcement be pursued."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28051
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Evrilia Bayu Fista Saraswati
"Salah satu faktor yang berperan dalam kesuksesan ibu memberikan ASI eksklusifadalah faktor psikososial atau efikasi diri. Pendekatan kualitatif memberikangambaran yang lengkap terkait analisis efikasi diri pemberian ASI eksklusif pada ibubekerja di PT. Indonesia Epson Industry Tahun 2017. Dalam studi ini terdapat 4 faktor yang berperan dalam efikasi diri pada ibu bekerja yang terdiri dari pengalaman penguasaan, pengalaman orang lain, persuasi lisan dan kondisi emosional.
Hasil menunjukkan sebagian besar ibu bekerja memiliki efikasi diri tinggi. Hal ini dilihat dari usaha dan kesiapan ibu memberikan ASI eksklusif serta dapat mengatasi kesulitan maupun masalah menyusui yang dihadapi. Faktor pengalaman penguasaan lebih berperan terhadap efikasi diri. Sebagian besar ibu multi para dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya sehingga termotivasi untuk memberikan ASI eksklusif kembali pada anak berikutnya. Selain itu lingkungan kerja dan tempat tinggalberperan dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu diperlukanadanya motivasi menyusui dari efikasi diri serta lingkungan yang mendukung untuk meningkatkan kesadaran ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif.

The most important factors that influence mother's success in giving exclusive breast feeding is psychosocial factor. Qualitative approach provides a more complecated which describes self efficacy analysis of breastfeeding at working mothers in PT. Indonesia Epson Industry in 2017. In this study there are 4 factors that influence self efficacy in working mother which consist of experience of mastery, experience of others, verbal persuasion and emotional condition. Factor of master experience more a role to self efficacy.
The results show that most working mother shave high self efficacy. This is seen from the efforts and readiness of mothers to give exclusive breastfeeding and can overcome the problems and problems of breastfeeding is. Factor of experience over mastery of self efficacy. Most mothers are multiparous by previous experience to be motivated to exclusively breastfeed back to the next child. Moreover the achievements are given not only by the self efficacy behind workplace environment and mother's residence. It is there fore necessary to have a factor of self efficacy as well as a supportive environment for raising mother awareness in the exclusive breastfeeding method of working mothers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Indriati
"Kesepakatan kerja waktu tertentu memiliki kekhususan dari perjanjian kerja pada umumnya, berupa pembatasan jangka waktu dan pekerjaan tertentu yang menjadi objek kesepakatan. Hal tersebut ditentukan dalam PMTK No PER-02/Men/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. Masalah ganti rugi terjadi apabila buruh mengajukan inisiatif PHK, sebelum pekerjaan tertentu atau jangka waktu yang ditentukan dalam kesepakatan kerja berakhir, sehingga timbul wanprestasi perjanjian kerja. Maka, pihak buruh yang mengajukan inisiatif PHK, wajib membayar sejumlah ganti rugi kepada pihak majikan yang dirugikan. Dalam skripsi ini juga dibahas tentang prosedur tuntutan ganti rugi tersebut, dan penyimpangan yang ada dari kesepakatan kerja waktu tertentu. Metode pembahasan yang ditampilkan bersifat kualitatif, dengan sumber data berupa studi dokumen atau bahan pustaka_dan wawancara dengan nara sumber terkait. Kesimpulan yang diperoleh menunjukkan bahwa, tuntutan ganti rugi majikan dalam hal PHK oleh buruh pada kesepakatan kerja waktu tertentu jarang terjadi dan sulit ditemui. Ada beberapa hal yang melatarbelakanginya antar lain: adanya langkah antisipasi dari perusahaan, kekuatiran adanya dampak negatif pada image perusahaan, proses tuntutan yang tidak imbang dengan jumlah ganti rugi yang dipersoalkan, serta adanya kesadaran buruh terhadap konsekuensi dari tindakannya mengajukan inisiatif PHK, sebelum jangka waktu kesepakatan berakhir. Kewajiban pembayaran ganti-rugi dapat dikecualikan, antara lain karena adanya kesalahan berat pihak pengusaha alasan memaksa atau force majeur. Mekanisme penyelesaian perselisihan hak dalam hukum Perburuhan, dapat menempuh dua jalur. Pertama, lewat jalur luar pengadilan, baik secara bipartit (tanpa intervensi pihak ke-3), maupun secara tripartit (dengan intervensi pihak ketiga) Kedua, upaya penyelesaian lewat pengadilan, yakni di pengadilan umum, secara perdata. Sedangkan, hukum positif yang mengatur masalah ini bersumber dari KUH Perdata, yang diatur lebih jauh dalam UU No. 12 tahun 1964, UU No 22 tahun 1957 Kepmenaker No Kep- 150/Men/2000 dan PMTK No PER-02/Men/1993 dengan menggunakan asas lex specialis derogat lex generalis. Semua itu menunjukkan bahwa Hukum Perburuhan, sebagai hukum yang pada awalnya bersifat privat (privaatrechtelijk) tidak terlepas dari pengaruh bidang hukum. lainnya, dan telah berkembang menjadi hukum yang bersifat publik (publiekrechtelijk)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Henky Hidayat
"Tesis ini membahas sistem penilaian kinerja di PT. Epson Indonesia yang masih dijalankan pada saat tesis ini dibuat dan selesai dikerjakan. PT Epson Indonesia adalah kantor penjualan dan pemasaran seluruh produk merk EPSON di seluruh area Indonesia dan berfungsi sebagai representasi kantor pusat Seiko-Epson Corporation di Jepang.saat ini PT Epson Indonesia menggunakan PDCA (Plan, Do, Check, and Action) dan WRD (Working-Related Dimensions) sebagai alat ukur kinerja karyawan. Untuk selanjutnya, akan digunakan KPI (Key Performance Index) dari Hay Consultant sebagai alat evaluasi kinerja karyawan.
Fokus penelitian adalah menganalisa mengenai standar penilaian kinerja yang berkaitan dengan kemampuan/kompetensi karyawan dan efektifitas pemberian umpan balik. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dan menggunakan kerangka teori melalui pendekatan peningkatan kompetensi bagi karyawan dan pentingnya penilaian secara adil bagi karyawan. Diakui bahwa penelitian ini masih harus dilanjutkan terutama mengenai sistem penilaian kinerja berdasarkan sistem yang mengadopsi dari Hay Consultant.
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa masih terdapat kerancuan mengenai standar penilaian yang diberikan sehingga porsi terjadinya subyektifitas dalam penilaian atasan terhadap bawahannya masih besar. Selain itu belum semua atasan memberikan umpan balik kepada bawahannya secara efektif bahkan ada yang sama sekali tidak memberikan umpan-balik yang bisa dijadikan patokan bagi bawahan untuk melakukan peningkatan kinerjanya. Dari hasil penelitian, disarankan perlu adanya standar penilaian kompetensi terutama dalam penilaian untuk kompetensi yang bersifat Kompetensi Inti (Core Competencies); melakukan pemberian umpan-balik yang efektif yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi karyawan.

This thesis discusses the system performance in PT. Epson Indonesia that is still running at the time of this thesis is made and finished. PT Indonesia Epson is a sales and marketing offices throughout EPSON brand products in all areas and functions as a representation office Seiko-Epson Corporation in Japan. PT. Epson Indonesia is using PDCA (Plan, Do, Check, and Action) and the WRD (Working -Related Dimensions) as a means of measuring the performance of employees. For more, will be used KPI (Key Performance Index) from the Hay Consultant as employee performance evaluation tool.
The focus of research is to analyze the performance assessment standards relating to the ability / competence and effectiveness of employee feedback. This research is a qualitative research design with descriptive and theoretical framework through increased competency for employees and the importance of fair assessment for the employees. Recognized that this research still must be followed, especially on the performance assessment system based on the Hay system of Consultant.
Based on the research results found that there is still confusion about the standards of assessments so that the subjective portion of a given superior in the assessment of the subordinates are still large. In addition, not all supervisors to provide feedback to subordinates effectively even have a whole does not provide feedback that can be used as benchmarks for the subordinate to perform the increased performance. From the results of the research, suggested the need to assess the competency standards, especially in the assessment of competence for Core Competency (Core Competencies); make the feedback effective that aims to increase employee competence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T 25829
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>