Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172616 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herman Setiawan
"Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan juga informasi, maka dunia perbankan Indonesia saat ini, mengalai perkembangan yang pesat; jika dibandingkan dua atau tiga puluh tahun yang lalu. Dengan kondisi seperti itu maka tidak mengherankan Jika dunia perbankan pada saat ini, banyak menawarkan berbagai macam : fasilitas dan salah satunya adalah kartu kredit. Dalam membuat perjanjian pihak bank · (pihak Penerbit kartu kredit), biasanya telah membuat terlebih dahulu perjanjian secara sepihak (hanya dibuat oleh pihak Bank) yaitu perjanjian Keanggotaan kartu kredit yang merupakan perjanjian baku. Dalam perjanjian ini biasanya pihak penerbit kartu kredit mempunyai posisi yang dominan, dimana klausul-klausul yang ada biasanya memberatkan pihak pemegang kartu kredit yang dalam hal ini disebut juga konsumen. Secara jelas penerbit kartu kredit membatasi tanggung jawabnya terhadap konsumen. Posisi pemegang kartu kredit dalam pepanjian keanggotaan kartu kredit adalah sebagai pihak yang lemah, karena tidak memiliki posisi tawar menawar, mereka "terpojok" oleh posisi "take U or leave it" .Dan di dalam perjanjian kartu kredi PT. ABC sebagai suatu perjanjian baku mempunyai banyak ketidakseimbangan yang terlihat dari adanya klausul-klausul eksonerasi yang tidak adil bagi pemegang kartu kredit. Dan hal itu bertentangan dengan KUHPerdata dan juga Undang-undang Perlindungan Konsumen. Dalam Perjanian keanggotaan Kartu kredit Bank BCA banyak di jumpai klausul-klausul eksonerasi/eksensi, yang seharusnya tidak di cantumkan, karena hal ini sangat merugikan nasabah pemegang kartu kredit sebagai konsumen. Sebenarnya UU Perlindungan Konsumen merupakan undang-undang yang cukup baik dalam melindungi hak-hak konsumen, namun pengaturannya masih bersifat umum, maka diperlukan suatu peraturan perundang-undangan khusus mengenai kartu kredit ini. Dan saat ini telah ada upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yaitu dengan dibentuknya BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), namun hal ini masih menunggu pelantikan dari pemerintah agar BPSK ini dapat berjalan. Lembaga ini merupakan alternatif peradilan yang cukup baik dalam menyelesaikan sengketa-sengketa konsumen"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danni Wirawan Aryadi
"Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi · secara pesat, maka timbul berbagai dampak. Salah satunya adalah perkembangan yang terjadi dalam dunia perbankan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beraneka ragam produk pelayanan jasa bank yang dikeluarkan dimana salah satunya adalah kartu kredit. Pihak Penerbit Kartu Kredit biasanya telah membuat terlebih dahulu perjanjian secara sepihak yaitu Perjanjian Keanggotaan Kartu Kredit yang merupakan perjanjian baku. Dalam perjanjian ini biasanya pihak penerbit kartu kredit mempunyai posisi yang dominan, dimana klausul-klausul yang ada, biasanya memberatkan pihak pemegang kartu kredit yang dalam hal ini disebut juga konsumen. Secara jelas penerbit kartu kredit membatasi tanggung jawabnya terhadap konsumen. Posisi Pemegang kartu kredit dalam perjanjian keanggotaan kartu kredit adalah sebagai pihak yang lemah karena tidak memiliki posisi tawar menawar. Di dalam perjanjian kartu kredit Citibank sebagai suatu perjanjian baku mempunyai suatu ketidakseimbangan yang terlihat dari adanya klausul-klausul eksonerasi yang tidak adil bagi pemegang kartu kredit, dimana hal itu bertentangan dengan KUHPerdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dalam perjanjian keanggotaan kartu kredit Citibank banyak ditemui klausul-klausul eksonerasi/eksensi, yang merugikan nasabah pemegang kartu kredit sebagai konsumen. Sebenarnya UU Perlindungan Konsumen merupakan undang-undang yang cukup baik dalam melindungi hak-hak konsumen, namun pengaturannya masih bersifat umum sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan khusus mengenai kartu kredit ini. Dan saat ini, telah ada upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yaitu dengan dibentuknya BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). Lembaga ini merupakan alternatif peradilan yang cukup baik dalam menyelesaikan sengketa-sengketa konsumen yang timbul."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafina Kalia
"Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan bermasyarakat, seringkali dapat dilihat bahwa aktivitas manusia dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran Bank selaku pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Salah satu jenis pelayanan jasa Bank adalah kartu kredit. Di dalam pelayanan jasa Bank dibidang kartu kredit ini, terdapat tiga pihak yang terlibat di dalamnya, yakni penerbit kartu (Bank), pemegang kartu dan Merchant. Pihak penerbit kartu kredit pada umumnya telah membuat terlebih dahulu perjanjian secara sepihak anatara penerbit kartu dengan pemegang kartu, yaitu perjanjian keanggotaan kartu kredit yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku atau klausula baku. Pengertian klausula baku menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap peraturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Dalam perjanjian baku tersebut, biasanya pihak penerbit kartu kredit mempunyai posisi yang dominan, dimana klausul-klausul yang ada pada umumnya berisikan hal-hal yang memberatkan pihak pemegang kartu kredit, yang dalam hal ini disebut juga sebagai konsumen.Di dalam perjanjian kartu kredit Bank Mandiri, Citibank Dan Standard Chartered Bank sebagai suatu bentuk perjanjian baku, mempunyai suatu ketidakseimbangan yang terlihat dari adanya klausul-klausul eksonerasi (memberatkan) yang tidak adil bagi pemegang kartu kredit, dimana hal tersebut bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Nowadays, the growth of business activities is a highly complex phenomenon due to it's scope on various fields such as law, economy, and politic. In daily lives, we often encountered that public activities in business is attached to the role of the Bank as the provider of banking services for the public. One of the banking service provided is credit card. In this type of service, there are three parties participated within, those are the publisher of the card (bank), the holder of the card (the customer) and the Merchant. The publisher of credit card generally produced a prior one-sided arrangement between the publisher and the holder of the card, namely the agreement for credit card membership which is produced in a form of standard clause. The definition of standard clause in accordance to the Law No. 8 of 1999 concerning Customer's protection is every regulation or arrangement and stipulations prepared and defined one-sidedly by any business which is written on a document and/ or a binding agreement and compulsory to the customer. In the said agreement, the publisher of the credit card is usually granted with dominant position, whereas the existing clauses generally contain matters which bear responsibilities to the holder of credit card, which in this case is also the customer. In the agreement for credit cards issued by Mandiri Bank, Citibank and Standard Chartered Bank which formed a standard agreement, the author found inequalities as shown from the unfair exoneration clauses for the holder of credit card, and that these clauses contrast to the Civil Law and the Law No. 8 of 1999 concerning Customer's Protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27861
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Handayani
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian kartu kredit yang sudah dibuatkan dalam bentuk klausula baku oleh pihak Penerbit Kartu. Penggunaan klausula baku tidak dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU Perlindungan Konsumen, namun demikian klausula baku seringkali memposisikan nasabah Pemegang kartu kredit selaku konsumen dalam perjanjian kartu kredit pada posisi yang tidak seimbang dan cenderung melindungi kepentingan Penerbit Kartu kredit. Tesis ini mencoba membahas pengaturan tentang klausula baku berikut dampak yang diakibatkan olehnya, serta kerangka perlindungan kepada nasabah Pemegang Kartu.

This thesis describes the credit card agreements that have been made in the form of the standard clauses from Card Issuer. The use of standard clauses are not prohibited as outlined in the Consumer Protection Act, however, the standard clause is often positioned customer credit card holders as consumers in credit card agreements on an unequal position and between Card Issuer and Card Holder. This thesis tried to explain the regulation of the standard clause impacts caused by it, as well as protection to Card Holder."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26655
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan
"Keberadaan UU No. 8 Tahun 1999 (UUPK) diharapkan dapat melindungi konsumen dengan berusaha menyetarakan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen. Salah satu ketentuan dalam UUPK adalah ketentuan mengenai klausula baku yang dilarang pada Pasal 18 UUPK. Dewasa ini, perjanjian kredit bank yang ditawarkan kepada nasabah debitur sudah berbentuk suatu perjanjian baku. Oleh sebab itu, permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit PT. Bank X. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masih terdapat klausula-klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK dalam perjanjian kredit PT. Bank X sehingga dapat merugikan debitur sebagai konsumen.

The existence of Law No. 8 Year 1999 (UUPK) is to enable the protection o consumers, in an attempt to balance the position between those providing goods and/or services, and the consumers. One of the provisions in UUPK, in the Article 18, is the prohibition standardized clauses. At present, banks? credit agreements with their clients are in standardized forms. The topic discussed in this thesis is to study the adoption of standardized clauses in the credit agreement of Bank X. From this thesis it is concluded that there remain standardized clauses in the credit agreement o Bank X that run counter to Article 18 UUPK, which could therefore disadvantage the client as a consumer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24962
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Hardline Uli
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Beriaman
"Negara Republik Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangun-Nasional memerlukan dana bagi pembiayaan proyek-proyeknya demikian pula halnya pengusaha-pengusaha kecil maupun besar memerlukan dana bagi pengembangan usahanya yang dengan demikian secara langsung akan membuka lapangan pekerjaan baru. Pemerintah dalam rangka pembangunan nasional umumnya dan khususnya dalam membantu pengusaha-pengusaha ini membuka jalan dengan memberlakukan Undang-Uandang Pokok Perbankan Nomor 14/tahun 1967 SKEP Menteri RI No.Kep/0/MK/IV/I/1968 mengenai Kredit. Fungsi dan peranan kredit yang begitu besar, yang diberikan bank kepada nasabah sebagai debitur mempunyai kendala dengan banyaknya kredit-kredit yang macet pembayarannya. Begitu sulitnya prosedur mendapatkan suatu kredit disatu pihak dan dipihak lain begitu besar yang macet pembayaranny kelihatannya menarik untuk dikaji. Sebagai suatu bentuk dari perjanjian yang diatur dalam buku ke III K.U.H Perdata, perjanjian kredit dapat digolongkan dasar hukum perikatan dan azas-azas serta prinsip-prinsipnya dipergunakan
untuk memahami karakteristik perjanjian kredit. Dari metode penelitian comparatif atas peraturan-peraturan dan keterangan-keterangan dari petugas bank melalui wawancara atau interview maka didapatkan jawaban-jawaban berupa hasil penelitian. Hasil penelitian menjelaskan bahwa: -Perjanjian kredit adalah suatu lembaga baru didalam masyarakat Indonesia sama seperti kredit itu sendiri, yang pada hakekatnya merupakan bentuk khusus dari perjanjian pinjam mengganti dimana bank berkedudukan sebagai yang meminjamkan (kreditur) dan nasabah sebagai peminjam (debitur). -Perjanjian kredit mempunyai sifat-sifat khusus yang diantaranya menjadikan dia berfungsi dan berperan secara efektif dan effisien dalam transaksi dimasyarakat yaitu perjanjian pendahuluan yang harus disetujui lebih dahulu oleh debitur yang diajukan oleh kreditur, sebelum perjanjian pokok ditanda tangani. -Perjanjian kredit di Bank Rakyat Indonesia sebagai perjanjian kredit bank dihubungkan dengan pasal 1338 K.U.H. P'erdata terdapat ketidak-seimbangan antara para pihak dimana calon debitur harus tunduk pada persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh kreditur, dan secara keseluruhan perjanjian-perjanjian kreditur di Bank Rakyat Indonesia dituangkan dalam model-model perjanjian kredit Bank Rakyat Indonesia. Prosedur pengajuan kredit, syarat-syarat bentuk dan perjanjian kredit masih perlu disempurnakan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Netty
"Pemerintah memiliki tujuan yang baik untuk melindungi pihak konsumen yang biasanya berada dalam posisi lemah dengan menetapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan ditetapkannya UUPK maka perbankan sebagai pelaku usaha harus mematuhi ketentuan UUPK dalam memberikan produk dan jasa kepada nasabahnya khususnya berkaitan dengan pembuatan perjanjian kredit. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data yang dapat dianalisis secara kualitatif sehingga hasilnya bersifat deskriptif kualitatif. Beberapa pokok permasalahan yang dibahas adalah membahas mengenai pengaturan perlindungan konsumen (nasabah) dalam UU Perbankan, analisis yuridis perlindungan konsumen (nasabah) terhadap ketentuan klausula baku dalam perjanjian kredit pada PT. Bank UFJ Indonesia yang mana terdapat klausula baku yang tidak sesuai dengan Pasal 18 UUPK antara lain mengenai penarikan fasilitas kredit, bunga, perubahan hukum. Membahas upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih tetap menggunakan klausula baku yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK dalam pembuatan perjanjian kreditnya. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa penerapan perlindungan nasabah telah diatur dalam undang-undang yang bersifat sektoral yaitu UU No. 10 Th. 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Th. 1992 Tentang Perbankan, serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Masih adanya penggunaan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 18 ayat (1) huruf (f) UUPK dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Bank UFJ Indonesia. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih menggunakan ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK adalah melalui pengadilan atau diluar pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Elly Rustam
Universitas Indonesia, 1987
S20000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>