Ditemukan 78593 dokumen yang sesuai dengan query
Silvia Triana Hapsari
"Dana merupakan bagian yang sangat penting bagi jalannya suatu usaha. Dana dapat diperoleh baik dari modal sendiri atau pun yang berasal dari utang. Dana yang berasal dari utang dapat diperoleh melalui kredit yang didapatkan dari bank. Dalam memberikan kreditnya, bank akan memberikan penilaian terhadap calon debitornya, apakah calon debitor tersebut layak untuk mendapatkan kredit atau tidak. Jika bank menyetujui untuk memberikan kredit maka sebelum bank memberikan kreditnya, bank akan meminta jaminan kepada debitornya. Jaminan tersebut dapat berupa barang bergerak, barang tidak bergerak ataupun orang. Jika barang jaminan itu berupa tanah atau barang tidak bergerak, maka lembaga jaminan yang digunakan adalah Hak Tanggungan. ksistensi dari lembaga jaminan Hak Tanggungan ini bergantung pada perjanjian kreditnya. Hak Tanggungan merupakan jaminan khusus yang memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang haknya . Apabila pada suatu hari debitor wanprestasi atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya maka kreditor pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama dapat dengan segera mengeksekusi objek jaminan Hak Tanggungannya. Dikatakan dengan lahirnya Undang-undang Hak Tanggungan N0. 4/1996 akan mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, akan tetapi masih terdapat permasalahan yang terjadi dalam mengeksekusi jaminan Hak Tanggungan khususnya pada eksekusi lelang. Salah satu permasalahan tersebut adalah apabila hasil penjualan lelang tersebut ternyata tidak dapat mencukupi pelunasan piutang kreditornya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dalam eksekusi lelang dan untuk kemudian dapat diberikan saran-saran yang mungkin dapat memberikan masukan bagi para pihak yang terkait dalam pelelangan barang jaminan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20460
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizi Umi Utami
"Saat ini kebutuhan rumah diperkotaan sejak tahun 1989-2000 diperkirakan mencapai 900.000 unit pertahun. Dengan semakin sempitnya lahan yang tersedia menyebabkan kebutuhan rumah menjadi salah satu permasalahan yang di hadapi oleh pemerintah daerah dan masyarakat di kota-kota besar. Salah satu penyelesaiannya adalah dengan membangun Rumah Susun. Rumah susun terdiri atas bagian-bagian yang dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah yang disebut dengan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS). Kepemilikan rumah susun dilakukan dengan jual beli baik secara tunai maupun angsuran. Kebanyakan dari calon pembeli memilih dengan cara angsuran atau kredit melakui fasilitas KPR. Cara pembayaran seperti ini, akan ditunjuk suatu benda sebagai jaminan oleh pihak pemberi kredit, dalam hal ini bank. Benda yang ditunjuk sebagai jaminan dalam KPR adalah rumah yang akan dibiayai dengan Fasilitas KPR itu sendiri. Dengan mengingat ketentuan dalam UURS No. 16 Tahun 1985 jo UUHT No. 4 Tahun 1996 maka HMSRS merupakan salah satu objek yang dibebani dengan Hak Tanggungan. Cara pembebanan HMSRS sebagai objek Hak Tanggungan sama dengan objek hak tanggungan lainnya yaitu diawali dengan pemberian Hak Tanggungan dan kemudian dilakukan pendaftaran pada kantor pertanahan tingkat kabupaten/kotamadya. Penulisan ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan diperkuat dengan penelitian lapangan. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan proses pembebanan yang ada dilapangan dengan ketentuan yuridis yang berlaku saat ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20898
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fernandez
"Utang pajak memiliki keistimewaan yang membedakannya dengan utang niaga. Dimana utang pajak memiliki Hak Istimewa yang pemenuhannya didahulukan di atas pemenuhan pembayaran utang lainnya. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan utang pajak dalam perkara kepailitan dan bagaimana seharusnya penyelesaian utang pajak atas perusahaan yang pailit. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan peraturan di bidang perpajakan dan peraturan di bidang kepailitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan utang pajak yang memiliki hak mendahulu pada pelunasan utang pajak atas perusahaan yang pailit. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini juga menjelaskan pengaturan utang pajak atas kepailitan yang diterapkan di Jepang dan Singapura. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kitab undang-undang hukum perdata, undang-undang perpajakan, dan undang-undang kepailitan, utang pajak harus didahulukan karena memiliki hak mendahulu dan penyelesaiannya tunduk dengan yang diatur dalam undang-undang perpajakan.
Tax debt has specialties that make it different with commercial debt. Tax debt contains privilege to be fulfilled first than other debts. The main issues that would be discussed in this writing are about the position of tax debt in insolvency case and how it supposed to be settlement by the law. The issues would be analyzed with tax regulations and bankruptcy regulations. The purpose of this research is to know about tax debt position that has privilege in winding up process. Research method that is being used is juridical normative method, which means the research is based on regulation and library research that used secondary data. This research also explain the position of tax claims in Japan and Singapore. Based on the research of civil law, tax regulations, and bankruptcy regulations, tax debt must be fulfilled first because his privilege and winding up procedures based on process in tax regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1197
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Dini Rahayuningrum
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S24719
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aristyo Rahadiyan
"Di dalam praktek sehari-hari, sering kita jumpai hutang piutang antara Debitor kepada Kreditor yang dijamin dengan Hak Tanggungan. Hubungan hutang piutang mensyaratkan adanya kewajiban dari Debitor untuk membayar utang beserta bunganya yang menjadi hak Kreditor. Jika Debitor wanprestasi, Kreditor mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya (hak eksekusi) terhadap harta kekayaan Debitur yang dipakai sebagai jaminan hutang. Dalam kaitannya dengan Hak Tanggungan tersebut, kalau terjadi wanprestasi, jalan keluarnya adalah dengan cara dilelang sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UUHT maupun peraturan lelang. Lelang Hak Tanggungan dapat dilakukan berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 14. Sesuai Pasal 6, permohonan lelang harus diajukan sendiri oleh bank langsung kepada Kantor Lelang, apabila Pasal 6 tidak dapat digunakan karena barangnya diguggat pihak lain maka Lelang Hak Tanggungan akan dilaksanakan melalui Pengadilan (Pasal 14), dalam hal pelaksanaan lelang Hak Tanggungan, Balai Lelang dapat berperan sesuai dengan kesepakatan dengan Kreditur. Jika lelang melalui Pengadilan, Balai Lelang dapat membantu Pengadilan yang bertindak sebagai pemohon, disini Balai Lelang dapat berperan dengan memberikan bantuan jasa-jasa pra dan pasca lelang kepada Kreditur untuk memperlancar pelelangan. Tetapi ternyata dalam peraturannya masih kurang jelas dan masih terdapat beberapa hambatan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data melalui data primer dan sekunder. Untuk menghimpun data primer dilakukan dengan penetitian lapangan dengan menggunakan wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan mengkaji bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dan ditafsirkan secara logis dan sistematis yang kemudian ditarik kesimpulan.
In the daily practice, we often encounter between Debtor accounts payable to creditors secured by a Mortgage. Accounts payable relationship entails the obligation of the debtor to pay the debt with interest to consumption into creditor rights. If the debtor defaults, creditors have the right to demand the fulfillment of its accounts receivable (right execution) of the assets of the Debtor is used as collateral. In relation to the Mortgage, in case of default, the solution is to be auctioned in accordance with the provisions of Article 6 UUHT and auction rules. Auction Encumbrance can do under Article 6 and Article 14. According to Article 6, the petition must be filed by the auction bank directly to the Office of the Auction, if Article 6 can not be used because the goods diguggat other party then Auctions Encumbrance will be implemented through the Court (Article 14 ), in the case of auction Encumbrance, Auctioneer may act in accordance with an agreement with creditors. If the auction through the Court, Auctioneer may assist the Court that acted as the applicant, here Auctioneer may play a role by providing support services to the pre and post auction creditors to expedite the auction. But it turns out in the regulations are still unclear and there are still some obstacles. This study uses empirical juridical approach to data collection through primary and secondary data. To collect primary data by using interview penetitian field. Secondary data was collected by reviewing the primary legal materials and secondary legal materials, which are then analyzed using qualitative analysis techniques and interpreted logically and systematically are then drawn conclusions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44457
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Irwan Utama Hidajat
"Peranan kredit perbankan dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional semakin meningkat sejalan dengan perkembangan perekonomian. Untuk menjamin kepastian pengembalian kredit yang diberikan, diperlukan adanya suatu benda jaminan. Salah satu benda yang dapat dijadikan jaminan kredit adalah hak atas tanah beserta benda/bangunan yang berdiri di atasnya. Dengan telah terjadi unifikasi di bidang hukum jaminan khususnya dengan tanah maka pengikatan jaminan dapat dilakukan melalui lembaga hak tanggungan. Hal ini sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Pasal 51 UUPA maka terbentuk Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Pengikatan jaminan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 adalah yang paling memiliki kepastian hukum. Akan tetapi pelaksanaan eksekusi hak tanggungan masih banyak mengalami kesulitan. Penetapan sita jaminan oleh pengadilan juga sangat merugikan pemegang hak tanggungan. Permasalahan dalam penulisan ini adalah tanggung jawab pihak kedua selaku pemberi hak tanggungan mengenai pelunasan utang. Kemudian perlindungan hukum terhadap pemegang hak tanggungan dan alasan putusan pengadilan juga akan dibahas.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, yaitu suatu metode yang menitikberatkan penelitian terhadap segi-segi yuridis dengan menggunakan data kepustakaan sebagai penelitian data sekunder. Tanggung jawab pemberi hak tanggungan terhadap PT. Bank P dan PT. Bank PS sebagai pemegang hak tanggungan tetap ada pada pemberi hak tanggungan dan tidak beralih kepada PT. SA. Sebagai kreditor pemegang hak tanggungan, PT. Bank P dan PT. Bank PS lebih didahulukan dalam pelunasan utang-utangnya daripada kreditor-kreditor yang lain.
Eksekusi atas jaminan pelunasan utang yang diikat dengan hak tanggungan pun lebih mudah dilaksanakan karena disediakan beberapa cara dalam hal eksekusi hak tanggungan. Akta nomor 2 tanggal 17 Nopember 1999 disahkan oleh hakim karena dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan itikad baik, sehingga mengakibatkan perjanjian yang dibuat sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian berlaku dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pertimbangan hakim yang lebih mengutamakan kedudukan kreditor pemegang Hak Tanggungan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dalam Hak Tanggungan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16506
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Pandiangan, Roni
"
ABSTRAKSalah satu cara penyelesaian kepailitan adalah melalui perdamaian yang mengkonversikan utang menjadi saham, penyelesaian dengan model tersebut menimbulkan masalah terhadap bank, karena bank tidak dapat menjalankan perdamaian tersebut akibat keterikatan bank dengan Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Menteri Keuangan yang melarang bank melakukan penyertaan saham dalam perusahaan bukan di bidang keuangan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui Memberikan penjelasan yuridis tentang kedudukan Bank sebagai Kreditur Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam proses kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, mengetahui Penyelesaian hak Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dalam hal teijadi penyelesaian Kepailitan secara damai dengan mengkonversikan hutang kepada saham, mengetahui secara empiris akibat kepailitan terhadap Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Perkara Nomor: 033/K/N/2006. Untuk megkaji permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normative) dengan kajian normatif mengambil sikap kritis normatif yang melancarkan kritik terhadap dogmatik hukum (peraturan per Undang-Undangan) dan praktek. Pokok permasalahan dalam penulisan Tesis ini adalah Bagaimana kedudukan Bank sebagai Kreditur Separatis Pemegang Hak Tanggungan dalam proses kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Bank sebagai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan terhadap Kepailitan Debitur yang diselesaikan dengan Perdamaian yang mengkonversikan hutang menjadi saham Perusahaan pailit, Bagaimana Putusan Mahkamah Agung mengenai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan dalam Perkara Nomor: 033/K/N/2006, hasil penelitian ini dapa disimpulkan bahwa perlindungan hukum dan jaminan yang dimuat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ternyata belum cukup untuk menjamin kepentingan Bank sebagai Kreditur Separatis pemegang Hak Tanggungan.
ABSTRACTOne of the methods for the settlement of bankruptcy is through reconciliation which converts loan into shares, such model of settlement causes problems towards the bank, because bank cannot carry out such reconciliation due to the commitment of the bank towards the Regulations o f Bank Indonesia and the Regulations of the Minister of Finance which prohibit bank to engage in share participation in companies other than in the financial sector. The purpose of this essay is to find out how to provide juridical elucidation regarding the position of Bank as HT Holder Separatist Creditor in the bankruptcy process according to Law No. 37 of the Year 2004 regarding Bankruptcy and the Suspension of Debt Payment Obligation and Law Number 4 of the Year 1996 regarding HT over Land together with Goods related to Land, to find out how is the Settlement of rights of HT Holder Separatist Creditor in the case there is an amicable Bankruptcy settlement by converting debt into shares, to find out empirically what are the consequences of bankruptcy towards HT Holder Separatist Creditor by analyzing the Decision of Supreme Court on Case Number: 033/K/N/2006. To study such issues will be used normative law research method (juridical normative) with normative study that which taking the normative critical stance that criticizes dogmatic law (statutory regulations) and practices. The subject matters in composing this Thesis are: How is the position of Bank as HT Holder Separatist Creditor in the bankruptcy process according to Law No. 37 of the Year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation and Law No. 4 of the Year 1996 regarding HT over Land together with Goods related to Land, How is the Legal Protection towards Bank as HT Holder Separatist Creditor against the Bankruptcy of Debtor settled by Reconciliation which converts debt into shares in the bankrupt Company, How is the Decision of the Supreme Court regarding HT Holder Separatist Creditor in the Case Number: 033/K/N/2006. From the result of this research can be concluded that legal protection and warranty contained in Law No. 37 of the Year 2007 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation is not yet sufficient to secure the interest o f Bank as HT Holder Separatist Creditor."
2008
T37460
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Azmya Naufillia N
"Penelitian ini membahas tentang Pengikatan Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan Pelunasan Utang yang Dilakukan Atas Dasar Penipuan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 165PK/PDT/2022), terhadap putusan ini diperlukan kajian hukum mengenai analisis keabsahan akta pemberian hak tanggungan yang dibuat dengan cara penipuan dihubungkan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta bagaimana tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah yang bersangkutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum dengan menekankan pada data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh BER yang mengandung penipuan yang mengakibatkan tidak terpenuinya ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUHT yang mengatur tentang Pemberi Hak Tanggungan, serta melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan. Adanya unsur-unsur subjektif dan objektif yang dilanggar dalam akta tersebut juga mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Tidak terpenuhinya suatu syarat-syarat dalam Pasal 1320 memiliki akibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum. Penipuan yang terjadi dalam suatu hubungan perdata dapat dibedakan menjadi penipuan atau bedrog yang diatur dalam Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan penipuan yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mengenai tidak sah nya akta permberian hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT BER karena adanya penipuan, menimbulkan pertanyaan apakah Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban atau tidak, namun berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 5 September 1973 Nomor 702 K/Sip/1973 diputuskan bahwa Notaris/PPAT tidak memiliki kewajiban untuk mencari kebenaran materiil terhadap informasi yang diberikan oleh penghadapnya, ia hanya memiliki kewajiban untuk mencari kebenaran formil sesuai dengan dokumen sah yang diperlihatkan kepadanya, maka PPAT BER dalam kasus ini tidak dapat dimintakan ganti rugi ataupun pertanggung jawaban lainnya.
This research discusses the Binding of Mortgage Rights to Land as Guarantees for Repayment of Debt Made on the Basis of Fraud (Study of Supreme Court Decision Number 165PK/PDT/2022), for this decision a legal study is needed regarding the validity analysis of the deed of granting mortgage rights made by way of accusations that reported with the Mortgage Law and the Civil Code as well as the responsibilities of the official making the land deed concerned. The method used in this research is normative juridical, namely legal research with an emphasis on secondary data. The data analysis method used is qualitative and the data collection tool used is document study. The results of this study are the deed of granting mortgage rights made by BER which contains fraud which results in non-fulfillment of the provisions of Article 8 paragraph (1) UUHT which regulates Mortgage Givers, and violates the provisions of Article 11 paragraph (1) of the Mortgage Law . The existence of elements of subjectivity and objectives that were violated in these actions also resulted in non-fulfillment of the legal terms of the agreement in Article 1320 of the Indonesian Civil Code. Non- fulfillment of a condition in Article 1320 can result in the agreement being canceled or null and void by law. Fraud that occurs in a civil relationship can be divided into fraud or bedrog which is regulated in Article 1328 of the Civil Code, and fraud which is regulated in Article 378 of the Criminal Code. Regarding the invalidity of the mortgage deed made by PPAT BER due to fraud, it raises the question whether the Land Deed Making Officer can be held accountable or not, but based on the Supreme Court Jurisprudence dated September 5, 1973 Number 702 K/Sip/1973 decided that the Notary/PPAT has no obligation to seek the material truth of the information provided by his appearer, he only has the obligation to seek formal truth in accordance with the legal documents shown to him, then the PPAT BER in this case cannot be asked for compensation or liability other."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dewi Sukardi
"Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4. tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) dan Peraturan Pemerintah No. 40 tahu 1996, serta Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1996, maka diperkirakan akan banyak permohonan Hak Pakai atas tanah negara yang diajukan oleh para subyek yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang Hak Pakai untuk di jadikan obyek Hak Tanggungan. Dalam UUHT ditentukan suatu konsep baru mengenai penunjukkan Hak pakai atas tanah negara sebagai obyek Hak Tanggungan, dimana sebelumnya dalam UUPA No. 5 tahun 1960 disimpulkan bahwa Hak Pakai tidak dapat ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, karena pada waktu itu Hak Pakai tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftarkan, oleh karena itu tidak dapat memenuhi syarat publisitas untuk dijadikan jaminan hutang. Dalam perkembangannya Hak Pakai harus didaftarkan, yaitu Hak Pakai atas tanah negara. Dalam UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan dapat di jadikan jaminan hutang dengan dibebani fiducia. Hak Pakai tersebut ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, maka Hak Tanggungan merupaka satu-satunya lembaga jaminan atas tanah dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional yang merupakan satu-satunya lembaga jaminan atas tanah yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA. Pernyataan bahwa Hak Pakai tersebut dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan merupakan ketentuan UUPA dengan peran serta hak pakai itu sendiri serta kebutuhan masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20755
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Denisha Oktari
"Skripsi ini membahas mengenai penjaminan atas obyek berupa perjanjian lisensi hak cipta. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai tinjauan perjanjian lisensi hak cipta sebagai obyek jaminan dari perspektif hukum jaminan yang berlaku di Indonesia. Kedua, pembahasan mengenai jenis jaminan yang paling tepat dalam penjaminan perjanjian lisensi hak cipta berdasarkan pengaturan tentang lembaga-lembaga jaminan di Indonesia. Ketiga, membahas mengenai praktek pemberian jaminan atas perjanjian lisensi hak cipta di negara Jerman, kemudian membandingkannya dengan ketentuan yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar berasal dari studi kepustakaan uang diperoleh serta beberapa wawancara dengan beberapa narasumber.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perjanjian lisensi hak cipta merupakan suatu hak kebendaan dimana di dalam perjanjian tersebut terdapat hak tagih yang dapat digolongkan sebagai piutang atas nama, yang termasuk dalam klasifikasi benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijadikan obyek jaminan. Maka dengan adanya klasifikasi benda bergerak tidak berwujud atas piutang dalam perjanjian lisensi hak cipta, maka lembaga penjaminan yang paling tepat ialah gadai dan fidusia Masing-masing lembaga jaminan memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda yang dapat disesuaikan baik untuk kebutuhan debitur maupun kreditur. Perbandingan dengan negara Jerman, dengan penjaminan gadai dan fidusia adalah pledge dan assignment.
This research is concerning the securities over copyright license agreement. This thesis mainly focusing about three problems. Firstly, the object of the securities also with the characteristic relating to the Law of Property. Secondly, explaining about which form of securities that suites the best for copyright license agreement regarding the securities law in Indonesia. Thirdly, comparing securities over license agreement in Indonesia with Germany. This research is a doctrinal research, which some of the data are based on the related literatures. The result regarding the research stipulate that claim in the copyright license agreement is qualified as the form of intangible movable goods according to Law of Property in Indonesia. According to the practical of this transaction, securities over claim in license agreement applied in form of pledge and fiduciary. Each security has its own character that applicable according to debtor and creditor’s need. Comparing to Germany, pledge and assignment is basically nearly the same as in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54127
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library