Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22407 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Setiawan
"Pengertian Pemborongan Pekerjaan yang diberikan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata sudah tidak memenuhi kebutuhan akan kepastian hukum para pihak dalam perjanjian. Pengertian tersebut lebih mencerminkan pemborongan pekerjaan sebagai perjanjian sepihak, bukan sebagai perjanjian timbal balik. Hal ini akhir nya menimbulkan kerugian bagi para pihak yang terlibat perselisihan atas dasar perjanjian pemborongan pekerjaan. Salah satu peraturan perundang-undangan yang bertujuan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam perse lisihan adalah Undang undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Undang undang No. 4 Tahun 1998 bertujuan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang hendak menyelesaikan perselisihan atas dasar perjanjian. Bila pemborongan pekerjaan mendapat pengertian yang lebih baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka akan mempermudah para pihak yang hendak menggunakan aturan-aturan dari Undang undang No.4 Tahun 1998 untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam perjanjian tersebut. Misalnya dalam hal seorang pemborong bangunan berdasarkan perjanjian pemborongan bangunan hendak menuntut pemenuhan atas haknya kepada yang memborongkan, maka pihak pemborong tersebut dapat menggunakan aturan-aturan dari Undang undang No. 4 tahun 1998 yang jelas lebih menguntungkan bagi diri nya ketimbang harus menyelesaikan perselisihan menggunakan aturan dari Hukum Acara Perdata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Azmi Syahrani
"Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah metode penyelesaian sengketa yang terkenal dan sudah lama ada. Namun pada nyatanya dalam dunia bisnis masih banyak yang akan memilih forum penyelesaian sengketa yang menurut kriterianya lebih terpercaya dan sesuai dengan bisnisnya dan memiliki risiko yang relatif kecil terhadap kegiatan usahanya yaitu salah satunya merupakan Arbitrase. Kepailitan adalah penyitaan umum semua harta kekayaan debitur pailit, dengan Kurator yang mengurus dan menyelesaikan harta kekayaan itu di bawah  pengawasan Hakim Pengawas. Berdasarkan hal tersebut, Penulis mengangkat tiga pokok permasalahan yaitu bagaimana pengaturan dan praktik permohonan pengajuan pailit di Indonesia berdasarkan putusan pengadilan arbitrase asing beserta analisa terhadap putusan permohonan pengajuan pailit di Indonesia. Bentuk penelitian pada skripsi ini Bentuk penelitian pada skripsi ini bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatori preskriptif. Kesimpulan yang didapat adalah: 1) Secara keseluruhan, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban memiliki pengaturan yang mengatur permohonan pailit yang diajukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah tetap dan mengikat; 2) Pengaturan Undang-Undang Kepailitan, tidak secara spesifik mengatur mengenai pengajuan pailit yang berdasarkan putusan pengadilan arbitrase asing. Namun, dalam praktiknya, beberapa kasus mengenai pengajuan pailit berdasarkan putusan pengadilan arbitrase asing telah muncul di Indonesia, dan 3) Dalam Putusan Nomor 46/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst., penerapan ketentuan Undang-undang Kepailitan tentang pengambilan putusan Pengadilan Arbitrase Asing sebagai dasar permohonan pengajuan pailit di Indonesia dinyatakan tidak tepat.

Dispute resolution through general courts is a well-known and long-standing method of dispute resolution. But in fact, in the business world there are still many who will choose a dispute resolution forum which according to the criteria is more reliable and in accordance with their business and has a relatively small risk to their business activities, one of which is Arbitration. Bankruptcy is a general confiscation of all the assets of the bankrupt debtor, with the Curator managing and settling the assets under the supervision of the Supervisory Judge. Based on this, the author of this thesis raises three main issues, inter alia the regulations and practice of bankruptcy filings in Indonesia based on decisions of foreign arbitration courts along with an analysis of the decisions on filing for bankruptcy in Indonesia. The form of research in this thesis is juridical-normative with a prescriptive explanatory research typology. The conclusions drawn are: 1) Overall, Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Obligations has provisions governing bankruptcy applications filed based on court decisions that are final and binding; 2) Bankruptcy Law Regulations, do not specifically regulate bankruptcy filings based on decisions of foreign arbitration courts. However, in practice, several cases regarding filing for bankruptcy based on decisions of foreign arbitration courts have appeared in Indonesia, and 3) In Decision No. 46/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst., the application of the provisions of the Bankruptcy Law regarding making decisions The Foreign Arbitration Court as the basis for the application for bankruptcy in Indonesia was declared inappropriate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ine Puspitawati
"ABSTRAK
Dalam pemberian kredit sindikasi adalah hal yang lazim
apabila lembaga bank selaku kreditur sindikasi meminta
pihak ketiga menanggung debiturnya untuk menjamin
diperolehnya pelunasan utang. Keberadaan penanggung
dalam hubungan hukum yang terjadi antara kreditur
sindikasi dan debitur ini memberikan perlindungan hukum
bagi kreditur sindikasi akan kepastian pelunasan utang
debitur apabila debitur cidera janji atau wanprestasi.
Penganggung dapat diminta pertanggungjawabannya untuk
memenuhi utang debitur apabila ia telah melepaskan hak
istimewa yang telah diberikan oleh Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) sehingga lazim dilakukan
oleh kreditur sindikasi untuk meminta penanggung
melepaskan hak-hak istimewa tersebut demi
kepentingannya. Akan tetapi, kendati penanggung telah
melepaskan hak-hak istimewa tersebut, yang berarti ia
bersedia untuk melunasi utang debitur yang ditanggungnya,
seringkali penanggung tidak mau memenuhi kewajibannya
untuk melunasi utang debitur kepada kreditur sindikasi
ketika ternyata debitur cidera janji atau wanprestasi. Untuk
mengatasinya, pengajuan permohonan pernyataan pailit
menjadi alternatif penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
penanggung, kreditur sindikasi harus memenuhi syaratsyarat
yang diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
No. 4 tahnu 1998 tentang Kepailitan, yang menyebutkan
keharusan debitur memiliki sedikitnya dua orang kreditur
dan memiliki satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih. Dalam skripsi ini akan dianalisa mengenai syarat
yang harus dipenuhi oleh kreditur sindikasi dalam
pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap
penganggung dalam rangka penyelesaian pailit terhadap
penanggung dalam rangka penyelesaian kredit bermasalah."
2004
S23130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sutiyoso
"Society and justiciabellen whose rights and constitutional authority are disadvantaged can defend their rights by requesting to the constitutional court. The problem raises because there is not clear regulation in the mechanism of requesting to the constitutional court, especially on the procedural law. In order the request is not dismissed by the constitutional court, is should be estabilised the regulation relates to the case."
Universitas Islam Indonesia, 2006
345 JHUII 13:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Mery Marlina R.
"Dengan semakin berkembangnya kebutuhan-kebutuhan pembangunan fisik di Indonesia, membuktikan bahwa Indonesia membutuhkan keahlian, pengalaman, bahkan kontraktor-kontraktor asing. Joint Operation (JO) merupakan salah satu bentuk kerjasama yang dapat digunakan oleh pelaku usaha, khususnya dalam melakukan pekerjaan konstruksi yang seringkali melibatkan pihak asing dengan pihak nasional. Namun tidak jarang dalam JO tersebut timbul perselisihan antar para pihak yang menyepakati kerjasama tersebut. Seperti dalam kasus antara Penta Ocean Co. Ltd. dengan PT. Bali Turtle Island Development, yang diselesaikan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung. Kasus ini timbul karena adanya utang akibat wanprestasi oleh PT. Bali Turtle Island Development terhadap Penta Ocean Co. Ltd., sebagai salah satu kreditur yang juga merupakan rekan PT. Surya Prasudi Utama dalam JO. Adanya utang, utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih, serta adanya 2 (dua) kreditur; menjadi alasan bagi Penta Ocean Co. Ltd. untuk mengajukan permohonan pailit atas PT. Bali Turtle Island Development tersebut. Indonesia memiliki peraturan mengenai kepailitan, yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sehingga syarat pengajuan permohonan pailit oleh Penta Ocean Co. Ltd terhadap PT. Bali Turtle Island Development, khususnya yang berkaitan dengan terpenuhinya syarat minimal 2 (dua) kreditur atau lebih dalam kaitannya dengan JO serta utang yang dimaksudkan telah jatuh tempo dan dapat ditagih, perlu ditelaah; apakah telah disesuaikan dengan peraturan yang ada.

The physical development of the growing needs in Indonesia to demonstrate that Indonesia requires expertise, experience, and even foreign contractors. Joint Operation (JO) is one form of cooperation that can be used by businesses, particularly in construction jobs that often involve a foreign party with the national party. But often in JO difference arises between the parties that agreed on cooperation. As in the case of Penta Ocean Co. Ltd. and PT. Bali Turtle Island Development, this was completed by the Central Jakarta Commercial Court and the Supreme Court. This case arose because of debt of PT. Bali Turtle Island Development Co. Penta Ocean. Ltd., result in default. Penta Ocean is one of the creditors, which is also an associate of PT. Surya Prasudi Utama on Joint Operation. The existence of the debt, the debt is due and payable and the existence of 2 (two) creditors; reason to Penta Ocean to apply for bankruptcy on PT. Bali Turtle Island Development. Indonesia has regulations on bankruptcy, namely Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. So that the bankruptcy petition filing requirements by Penta Ocean Co. Ltd. against PT. Bali Turtle Island Development, particularly relating to the fulfillment of the requirements of at least 2 (two) or more creditors with respect to JO intended and debts were due and payable, it should be reviewed, whether it has adjusted to the existing regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24870
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wiyanti Tjendera
"Syarat-syarat yuridis, agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit, adalah adanya utang, yang minimal salah satunya sudah jatuh tempo dan bisa ditagih, adanya Debitur, adanya Kreditur yang jumlahnya lebih dari 1 (satu), pernyataan pailitnya diputuskan oleh Pengadilan Niaga, putusan mana dilaksanakan atas dasar permohonan dari Debitur, 1 (satu) atau lebih Kreditur, Jaksa untuk kepentingan umum, Bank Indonesia jika Debiturnya Bank atau Bapepam jika Debiturnya adalah perusahaan Effek. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan memperoleh kesimpulan bahwa ternyata Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998, tentang Kepailitan tersebut telah memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan Kreditur, Debitur dan Masyarakat luas, tetapi Undang-Undang tersebut masih perlu disempurnakan dan dilengkapi lebih lanjut, antara lain, karena dalam Undang-Undang tersebut belum ada ketentuan yang bersifat preventif disertai pengenaan sanksi-sanksi terhadap Kreditur, agar tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, begitu pula perlu diterapkan azas preseden tehadap kasus-kasus yang serupa, berdasarkan yurisprudensi terdahulu, agar Undang-Undang Kepailitan tersebut dapat dijadikan Sarana Hukum untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil dan berimbang."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T16658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bianca Pradita Hesafira
"Saat ini kerap terjadi kasus pembatalan perkawinan yang disebabkan karena suami tidak terima atas kehamilan istri yang disebabkan oleh pria lain sebelum pernikahan keduanya dilangsungkan. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah kehamilan istri yang disebabkan oleh pria lain sebelum dilangsungkannya pernikahan yang kemudian dijadikan dasar untuk membatalkan suatu perkawinan dan ketepatan Putusan Hakim Pengadilan Agama Pacitan dan Pasuran dalam memutuskan perkara No.0661/Pdt.G/2012/PA.Pct, dan 1079/Pdt.G/2013/PA.Pas berdasarkan ketentuan Hukum positif Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kehamilan istri yang disebabkan oleh bukan suami yang menikahinya, dapat dijadikan alasan untuk membatalkan suatu perkawinan. Kemudian Majelis Hakim Pengadilan Agama Pacitan dan Pasuruan dalam perkara di atas telah tepat menggunakan pertimbangan dan pemilihan dasar hukum berdasarkan ketentuan Hukum Islam dan Hukum perkawinan Indonesia.

Today, most of cases of marriage cancellations happen because the husband can't accept pregnancy of his wife before marriage. The pregnancy caused by another man before their wedding are held. The problems that will be research by legal method in this thesis is pregnant that causes by another man before the wedding are held, that will use as basis for marriage cancellations, and the accuracy of Pacitan and Pasuruan religious court decision in cases No.0661/Pdt.G/2012/PA.Pct and No.1079/Pdt.G/2013/PA.Pas based on Indonesian positive law stipulation. The method of this mini thesis is literature method in juridical normative characteristic. The result of this research concluded, the pregnant wife that pregnant caused by not husband who marry her, can be a reason to annul the marriage. At last, the judges of Pasuruan and Pacitan religious court in case above have correct consideration and proper legal basis, based on Islamic law stipulation and Indonesian positive law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ajeng Tri Wahyuni
"Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan KUHAP menentukan bahwa upaya hukum Peninjauan Kembali dapat diajukan atas dasar ditemukannya keadaan baru (novum), pertentangan putusan pengadilan dan kekhilafan atau kekeliruan hakim. Permohonan Peninjauan Kembali sebagian besar diajukan atas dasar novum, bahkan timbul opini publik yang mempersepsikan novum sebagai syarat Peninjauan Kembali. Kualifikasi novum yang menjadi dasar Peninjauan Kembali belum diatur secara jelas di dalam KUHAP. Hal tersebut menimbulkan interpretasi tentang kualifikasi novum yang beragam di dalam masyarakat.
Kualifikasi novum yang belum dipertegas merupakan penyebab terjadinya penumpukan perkara Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP dinilai belum cukup memuaskan untuk menjawab persepsi publik mengenai batasan novum. Dasar yang dapat digunakan dalam menilai novum adalah penafsiran para Hakim Mahkamah Agung yang tercantum di dalam putusan-putusan Peninjauan Kembali. Hakim Mahkamah Agung bebas memutuskan untuk menerima novum yang diajukan sebagai dasar Peninjauan Kembali atau tidak.
Penjelasan atas novum sebagai dasar Peninjauan Kembali diperlukan untuk menjawab ketidaktegasan perihal keterangan waktu serta kualitas novum sebagai dasar Peninjauan Kembali, agar tercipta kepastian hukum dan penumpukan perkara di Mahkamah Agung berkurang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualifikasi novum sebagai dasar pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali yang sebagian besar didasarkan atas pendapat dan pemikiran para ahli maupun praktisi hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22425
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>