Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151567 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Universitas Indonesia, 1999
S23305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S24463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S25371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayita Putri Kusumaningrum
"Gelombang krisis moneter yang menimpa sektor perbankan di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan banyak bank yang menghadapi kesulitan likuiditas dalam jumlah besar. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) kemudian mengambil langkah, bagi bank-bank yang masih dapat diselamatkan diberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), termasuk Bank Servitia. BI menempatkan Bank Servitia dalam program penyehatan dan mendelegasikan tugas pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kepada BPPN. David Nusa Widjaja sebagai Direktur Utama dan Tarunodjojo Nusa sebagai salah satu direksi di tuntut pertanggungjawabannya untuk mengembalikan dana BLBI yang telah dikucurkan kepada Bank Servitia, dimana kemudian mengajukan gugatan kepada BPPN untuk membatalkan Akta Pengakuan Utang (APU) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun masalah yang dibahas adalah menerangkan kondisi yang terdapat pada salah satu pihak pembuat perjanjian yang berhak memintakan suatu pembatalan, menjelaskan mengenai tugas dan kewenangan BPPN dalam rangka penyelesaian aset dan pengembalian uang negara, serta mengkaji sejauh mana kewenangan hakim untuk menilai dan melakukan suatu penafsiran terhadap perjanjian, khususnya dalam hal pembatalan perjanjian. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisa datanya adalah kualitatif. Bahwa putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Putusan No. 303/Pdt . G/2003/PN. Jaksel) dalam perkara Bank Serrvitia melawan BPPN terdapat banyak kekeliruan dalam penerapan hukumnya, yaitu: Majelis hakim kurang tepat dalam memberikan pertimbangan mengenai pembahasan keabsahan APU-Servitia, Majelis hakim kurang tepat menempatkan gentlement agreement dalam posisi yang lebih tinggi dari APU, Majelis hakim kurang tepat dalam memberikan pertimbangan mengenai penyalahgunaan keadaan serta Majelis Hakim kurang tepat dengan menyatakan adanya paksaan dan penekanan terhadap tergugat untuk menandatangani APU-Servitia tanpa terlebih dahulu dilakukan pembuktian. Saran yang diberikan adalah hakim baik atas permintaan para pihak atau secara ex-officio wajib menilai dan mempertimbangkan secara seksama apakah benar kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan tidak seimbang, dan juga hakim wajib mengatur secara patut dan adil segala akibat dari putusannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Metta
"BPPN memiliki kewenangan melakukan penjualan asset dalam restrukturisasi atas bank-bank yang berada dibawah pengawasannya berdasar ketentuan pasal 37A UU No .10/1998 Tentang Perbankan jo pasal 13 jo pasal 26 PP No .17 Tahun 1999. Oleh BPPN tagihan kredit kepemilikan rumah (KPR) dijual kepada Bank Arta Graha (BAG) dengan contract of sale No.3752/August /2000 tanggal 30 Agustus 2000. menurut pasal 1533 KUH Perdata penjualan atas piutang meliputi segala hak-hak yang melekat pada tagihan tersebut. Dalam hal ini termasuk Hak Tanggungan yang diletakan atas rumah tinggal yang menjadi jaminan KPR. Hak Tanggungan secara hukum beralih kepada Bank Artha Graha dalam kenyataannya tidak demikian halnya. Beberapa kanwil pertanahan tidak mau mendaftarkan peralihan tersebut dan minta dibuatkan akta PPAT baru. Untuk piutang KPR yang tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam kotrak jual-beli dapat dikembalikan ke BPPN dengan sistim clawback. Perjanjian jual beli bersifat obligatoir hanya menimbulkan Hak dan Kewajiban diantara para pihak. Agar kepemilikan tersebut beralih kepada pembeli, harus dilakukan penyerahan barang (levering). Pasal 613 ayat 3 KUH Perdata penyerahan dan pengalihan piutang atas nama harus dilakukan dengan membuat cessie. Cessie telah dilakukan secara notariil pada tanggal 29 September 2000 dengan Akta No. 14. Agar cessie dapat berlaku pada pihak debitur, maka cessie tersebut telah diumumkan di beberapa Koran dan debitur diwajibkan untuk melakukan pendaftaran yang berfungsi sebagai pengakuan debitur atas hutangnya. Hal-hal khusus yang diatur dalam cessie adalah kesepakatan para pihak untuk mengesampingkan pasal-pasal mengenai berakhirnya kuasa seperti yang termuat dalam pasal 1813,1814, 1815,1816 KUH Perdata. Berakhirnya pemberian kuasa kepada salah satu pihak tidak berlaku terhadap piutang-piutang yang termuat dalam contract of sale dan telah dialihkan dengan cessie dari BPPN kepada Bank Arta Graha. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum bagi semua pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S20996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selenggang, Chairunnisa Said
"Penelitian ini merupakan suatu kajian yuridis normatif yang bersifat teoritis tentang legalitas eksistensi dan kewenangan Badan Penyehatan Perbankan (untuk selanjutnya disingkat BPPN). Tidak lama setelah BPPN terbentuk pro dan kontra seketika bermunculan. Berdasarkan kontroversi yuridis yang timbul dikalangan praktisi hukum maka penulis membagi dalam 3 (tiga) permasalahan. Pertama, bagaimanakah legalitas eksistensi BPPN berdasarkan Keppres No. 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan BPPN, kedua, apakah BPPN dalam penjualan aset-aset Bank Dalam Penyehatan sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, ketiga, bagaimana pendapat Mahkamah Agung terr.adap kewenangan extra judicial BPPN melalui mekanisme hak uji material terhadap PP No 17 tahun 1999 tentang BPPN.
Setelah dilakukan penelusuran segi-segi teoritis/asas-asas hukum umum, sebagai hasil akhir penelitian disimpulkan pertama, bahwa dengan diundangkannya Keppres Nomor 27 tahun 1999 maka eksistensi BPPN adalah sah, meskipun jika ditinjau dari hirarkhis perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dianggap kurang tepat. Kedua, telah terjadi ketidakharmonisan antara UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan PP Nomor 17 tahun 1999 dengan UU Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, karena PP Nomor 17 tahun 1999 itu telah menghilangkan sama sekali hak pemegang saham selaku pemilik aset-aset yang akan dijual. Ketiga, Mahkamah Agung (MA) secara tidak langsung mengakui bahwa kewenangan yang diatur dalam PP No.17 tahun 1999 banyak menimbulkan kontradiktif dan ketidakharmonisan dengan undang-undang lainnya, sehingga MA menyarankan melalui putusannya dalam perkara Hak Uji Material yang diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Assosiasi Advokat Indonesia, secepatnya PP No '17 tahun 1999 ditingkatkan menjadi undangundang sehingga memperkokoh legitimasi extra judicial dari BPPN sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2001
S22770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Lodewijk
"ABSTRAK
ketatanegaraan Indonesia sejak bergulirnya Reformasi tahun 1998 mengalami perubahan-perubahan yang mendasar, setelah disadari kegagalan penyelenggaraan ketatanegaraan terletak pada kerancuan terhadap pelaksanaan dan kurangnya materi muatan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamr penyelenggaraan negara secara seimbang dan saling mengontrol guna mencapai cita-cita bemegara.

Salah satu penambahan materi muatan ke dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah dibentuknya Lembaga Negara Mahkamah Konstitusi disamping Lembaga Negara Mahkamah Agung. Permasalahannya adalah seberapa jauh pengaruh dan dampak kehadiran Mahkamah Konstitusi terhadap sistem penyelenggaraan negara ditinjau dari aspek kenegaraan dan tugas-tugasnya sebagaimana diamanatkan dalam
Undang Undang Dasar Tahun 1945 pasal 24 C jo pasal7.

Dari hasil penelitian kepustakaan dan studi perbandingan antar beberapa negara didukung oleh hasil-hasil wawancara dengan tokoh-tokoh politik di Dewan Perwakilan Rakyat diperoleh hasil, bahwa Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara pelaksana kedaulatan rakyat sehingga setiap keputusannya mengikat lembaga-lembaga tinggi negara Iainnya, dengan dernikian mendorong terciptanya penyelenggaraan negara yang seimbang dan saling mengontrol (checks and balances) dan menempatkan hukum (konstitusionalisme) sebagai pedoman / landasan fundamental dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia.
Lembaga Negara Mahkamah Konstitusi akan bertindak sebagai pengawal dan pengarah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 agar masing-masing lernbaga tinggi negara bergerak dan berperan searah dengan visi pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ABSTRAK
"
2003
D1115
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>