Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164351 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dwi Budi Santoso
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dan empiris, dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini. Kemudian secara deduktif diinterprestasikan untuk menjawab masalah-masalah yang ada. Pejabat Pembuat Akta Tanah selaku pejabat yang berwenang dalam bidang tertentu yang menyangkut pertanahan, mempunyai kedudukan yang sangat strategis selaku penunjang dalam Pendapatan Asli Daerah, dalam hal ini sesuai penelitian di wilayah kota Jakarta Selatan, melalui Surat setoran asli pajak yang diperlihatkan kepadanya sebagai bukti telah dibayarkannya pajak atas tanah yang merupakan milik orang yang akan mengalihkan tanahnya kepada orang lain sebelum akta pemindahan hak atas tanah itu dibuat.Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengurus daerahnya atas prakarsa sendiri, tidak terkecuali bidang pertanahan. Bidang pertanahan inilah yang merupakan tugas dan kewenangan PPAT selaku pejabat yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk membuat akta-akta berkenaan dengan perbuatan hukum tertentu mengenai tanah. Pelaksanaan Otonomi Daerah di bidang pertanahan memberikan kontribusi pada penerimaan daerah dalam bentuk pajak,dimana PPAT selaku penunjang panerimaan pajak di daerah yang berkaitan dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, dimana disebutkan bahwa perolehan dari BPHTB, untuk pusat sebesar 20% sedangkan untuk daerah sebesar 80%. Penerimaan daerah yang sangat besar ini dapat meningkatkan Pendapatan. Asli Daerah yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan daerah secara luas. PPAT selaku Salah satu ujung tombak penerimaan negara dari sektor pajak telah banyak memberikan kontribusi bagi Pemerintah Daerah, maka sudah selayaknya PPAT mendapatkan insentif fiskal dan medali atas hasil kerja kerasnya membantu pemerintah dalam penerimaan pajak, dan Selayaknya pula PPAT sekiranya mendapat insentif non fiskal berupa kavling/tanah bagi PPAT yang telah banyak memberikan kontribusi kepada daerah dan meminta kelonggaran pajak, karena PPAT telah banyak membantu instansi pajak dalam penerimaan pendapatan bagi kantor pajak setempat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1981
S8380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1982
398.216 IND c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Roslaini Sumantri
1986
S25159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Frieda Basauli
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T23027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azhary Arramadhani
"Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan akan mengakibatkan hilangnya status Ibu Kota Negara yang dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana rumusan otonomi yang akan diterapkan di Provinsi Jakarta setelah tidak lagi mengemban status Ibu Kota Negara. Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan dengan prinsip desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Berasal dari penerapan desentralisasi tersebut,  Indonesia juga menerapkan desentralisasi asimetris yang penerapannya berupa daerah khusus seperti yang dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta. Kekhususan yang dimiliki Provinsi DKI Jakarta salah satunya adalah penekanan otonomi di tingkat Provinsi. Setelah tidak lagi mengemban status daerah khusus, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk memberlakukan otonomi reguler atau otonomi asimetris. Otonomi reguler akan mengembalikan rumusan otonomi Provinsi Jakarta mengikuti rumusan di UU No. 23 Tahun 2014. Di sisi lain, penerapan asimetris membuka kemungkinan untuk model-model otonomi lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis-normatif dengan metode analisis secara kualitatif. Model otonomi yang diterapkan di Provinsi Jakarta pasca pemindahan Ibu Kota Negara harus mempertimbangkan berbagai aspek yang terjadi di Provinsi Jakarta. Rumusan otonomi di Provinsi Jakarta sepatutnya mengakomodasi perkembangan lewat batas administrasinya sehingga dapat terbentuk otonomi daerah yang terintegrasi antar wilayah. Selain itu, penting untuk menekankan partisipasi lokal dalam mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan semangat otonomi daerah pasca reformasi.

The capital city relocation to Kalimantan would result in the lost of capital city status which is held by Special Capital Region of Jakarta. This will also raises questions about how autonomy will be implemented in Jakarta Province after it no longer holds the status as capital city. Regional autonomy in Indonesia is implemented with principles of decentralization, deconcentration, and co-administration. Derived from the implementation of decentralization, Indonesia has also implemented asymmetric decentralization, which is implemented in the form of special region such as held by the Special Capital Region of Jakarta. One of the specialities of Special Capital Region of Jakarta is the emphasis on autonomy at the provincial level. The Central Government has the authority to impose regular autonomy or asymmetric autonomy over Jakarta Province after capital city relocation. Regular autonomy will restore the autonomy formula for Jakarta Province following the formulation in Law No. 23 of 2014. Asymmetric decentralization will opens the possibility for other models of autonomy. The method used in this research is juridical- normative  with qualitative analysis methods. The autonomy model applied in the Jakarta Province after the relocation of the capital city should consider various aspects that occur in the Province of Jakarta. The design of autonomy in the Province of Jakarta should accommodate developments beyond its administrative boundaries so that an integrated regional autonomy can be formed between regions. In addition, it is important to emphasize local participation in managing their own regions in accordance with the spirit of regional autonomy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sunjaya Purwadisastra
"ABSTRAK
pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh sebab itu ketersediaannya adalah hal yang
mutlak. Dalam kaitannya dengan ketersediaan ini aspek distribusi menjadi strategis. Dihadapkan
dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibu kota, distribusi pangan, dalam hal ini beras, dapat
mengganggu dinamika masyarakat yang dapat mempengaruhi ketahanan wilayah. Oleh sebab itu
efisiensi distribusinya nienjadi permasalahan yang menarik. Penelitian ini berjudul ?Efektifitas
Distribusi Beras di DKI Jakarta, Tinjauan Aspek Ketahanan Wilayah dengan tujuan untuk
melihat kecenderungan permintaan betas sepuluh tahun terakbir di DKI Jakarta seiring dengan
kecenderungan pertumbuhan penduduk, mendeskripsikan pola suplai untuk memenuhi
permintaan tersebut, menentukan model distribusi beras dan lokasi suplai ke lokasi permintaan
di wilayah DKJ Jakarta agar terdapat efisiensi. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif
dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melihat kecenderungan kebutuhan pangan
sehubungan dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan metode kualitatif digunakan untuk
menganalisis setiap gejala yang timbul dan kecenderungan kebutuhan beras yang terjadi yang
ditemukan dan metode kuantitatif. Dari hasil perhitungan kecenderungan pertumbuhan
penduduk DKI Jakarta, selaras dengan pemikiran dasar dari Maithus, maka dapat diketahui
bahwa terdapat kecenderungan yang terus meningkat terhadap kebutuban beras. Peningkatan ini
pada suatu periode pemenuhannya tidak dapat dilakukan, mengingat dari penghitungan
berdasarkan data lapangan, stok beras yang ada menyusut tidak berimbang dengan pertumbuhan
penduduk. Menurut pedagang dan praktisi perberasan, kondisi demikian ¡tu bisa terjadi berkaitan
dengan musim, hasil panen raya dan paden gaduh. Untuk mengantisipasi hal tersebut dilakukan
impor beras. Namun pada dasarnya kebutuhan beras di dki Jakarta bertumpu pada lima daerah
sentra beras, selaras dengan kebijaksanaan pangan yang menetapkan bahwa kebutuhan betas
impor hanyalah sebagai pelengkap dad kekurangan yang tidak dapat dipenuhi oleh beras lokal.
Untuk mendukung bal tersebut kebijaksanaan pangan nasional menetapkan target pencapaian
swasembada besas yang didukung oleb sistem pangan yang mampu meregulasi pemenuhan
kebutuhan heras. Mendukung bal tersebut sistem agribisnis perlu diintensifkan, terlebih bila
dihadapkan dengan pola perekonomian yang terbuka alias mengglobai. Kondisi di atas
merupakan fondasi awal efisiensi distribusi heras DKI Jakarta sehubungan dengan
ketersediaannya (stok). Dad internal distribusi perlu dilakukan pemangkasan bagan distribusi
dengan mengembangkan Grosin Wilayah menjadi sekaligus berkemampuan food station ata
yang disebut food station . Kemampuan food station plus ini berpengarub pada aspek biaya
distnibusi karena dapat meznangkas biaya kuli. Penelitian ini mencoba mengkonstruksi suatu
model linier yang mampu menghitung biaya total transportasi yang efisien untuk distribusi heras
dad lokasi suplai ke lokasi permintaan. Basil penelitian ini menunjukican betapa pertimbangan biaya transportasi penting sebagai bahan pertimbangan untuk memenuhi alokasi permintaan di lima wilayah DKI Jakarta.
"
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>