Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1998
S21956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumaryanti, euthor
Jakarta: Bina Aksara, 1987
345.598 SUM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Lidya
"Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang awalnya dibentuk berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pembentukan pengadilan khusus ini berawal dari anggapan bahwa diperlukan mekanisme yang berbeda dari mekanisme peradilan konvensional dalam menangani perkara-perkara korupsi. Judicial review yang dilakukan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa dasar hukum pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tersebut adalah inkonstitusional dan menyebabkan standar ganda (dualisme) dalam penanganan perkara korupsi, yaitu melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pemerintah menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dengan menetapkan UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang khusus mengatur mengenai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara korupsi. Dengan diundangkannya Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang baru ini maka Pengadilan Negeri tidak lagi berwenang menangani perkara korupsi. Hal ini memunculkan permasalahan dalam proses peralihan kewenangan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana yang diatur dalam Ketentuan Peralihan, khususnya pada Pasal 36 UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Penentuan locus delicti dalam suatu perkara korupsi menjadi hal penting yang harus dibahas dalam menentukan pengadilan yang berwenang menangani perkara terkait dengan ketentuan Pasal 36 UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini dilakukan dengan metode hukum normatif dengan menggunakan pendekatan secara kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, analitis, dan kasus.

Anticorruption court is a special court formed in the zone of the general judicature, which is formed for the first time based on the Article 53 of Law No. 30 Year 2002 on the Commission of Corruption Eradication (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). The establishment of this special court initially comes from the assumption that it takes a different mechanism than conventional justice mechanisms in dealing with corruption cases. Judicial review of the Constitutional Court declared the legal basis for the establishment of the Anticorruption Court is unconstitutional and raises a double standard (dualism) in handling the corruption cases, namely through the District Courts and Anticorruption Court. The government responded to the verdict of the Constitutional Court by stipulating Law No. 46 Year 2009 on the Anticorruption Court, which specifically regulates the Anticorruption Court as the only court that is authorized to examine, judge and adjudicate corruption cases. With the enactment of the Law No. 46 Year 2009 on the Anticorruption Court, then the District Court no longer has the authority to deal with corruption cases. Thus, arises the problems in the process of authority transition from the District Court to the Anticorruption Court, as stipulated in the transitional provisions, in particular on Article 36 of Law No. 46 Year 2009 on the Anticorruption Court. Determining the locus delict in corruption cases becomes important things that must be addressed in order to determine which court authorized to handle corruption cases related to the provisions of Article 36 of Law No. 46 Year 2009 on Anticorruption Court. This study was conducted the normative-law method by using a qualitative approach. This study used the approachment to legislation, analytical, and case study."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S463
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
H.A.K. Moc. Anwar
Jakarta: Ind-Hill, 1989
345 MOC p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R. Abdussalam
Jakarta: Dinab Hukum POLRI, 1997
345 ABD e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ervina Widyawati
"

 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan aset tindak pidana hanya KUHAP dan PP KUHAP, bahwa Rupbasan sebagai tempat menyimpan dan mengelola aset tindak pidana. Tetapi, masih terdapat pengelolaan aset tindak pidana di luar Rupbasan. Sehingga, Peran Rupbasan belum optimal. Tanggung jawab atas pengelolaan aset tindak pidana tersebut akan berdampat pada terpenuhi atau tidaknya upaya pemulihan aset dan hak-hak korban atas benda. Hal ini menimbulkan permasalahan, yaitu: bagaimana pelaksanaan KUHAP beserta ketentuan pidananya, bagaimana hubungan antara Rupbasan dengan sub-sistem peradilan pidana lainnya terkait aset tindak pidana, serta bagaimana peran Rupbasan sebagai pelaksana asset recovery. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dengan menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belum terlaksananya KUHAP dan PP KUHAP dengan baik masing karena adanya peraturan internal masing-masing instansi dan ketentuan pidana tentang tindakan melawan hukum terhadap aset tindak pidana diatur dalam KUHP dan RKUHP. Peran Rupbasan dalam Sistem Peradilan Pidana ada pada tahap pra-ajudikasi, ajudikasi, dan purna ajudikasi sehingga Rupbasan memiliki hubungan dengan semua sub-sistem peradilan pidana berkaitan dengan aset tindak pidana. Peran Rupbasan juga sangat besar dalam upaya asset recovery yang dimulai pada tahap securing sampai dengan repatriation, tetapi belum ada aturan yang mengatur mengenai asset recovery dan lembaga pengelola asetnya. Saran atas permasalahan ini adalah pengembangan peraturan setingkat UU mengenai Rupbasan dan pengelolaan aset tindak pidana. Peran Lembaga Pengelola Aset dalam RUU Perampasan Aset dilaksanakan oleh Rupbasan.


The regulation legislate about criminal asset management only Criminal Procedures Code of Indonesia and implementary regulation, that Rupbasan as an asset management institution. However, there still criminal asset management are outside of Rupbasan. So, role of Rupbasan does not optimal yet. The responsibility for the criminal assets will has an impact on fulfilled or not of the asset recovery and the human rights of properties. The problems is how the implementation of the Criminal Procedure Code along with criminal law, how is the relationship between Rupbasan and other sub-system of criminal justice system related to criminal asset management, and how is role of Rupbasan as implementer of asset recovery. The method used in this research is a normative juridical method, using primary and secondary data. The results of the research conclude that the implementation of the Criminal Procedure Code and implementary regulation has not been implemented properly because there are internal regulations of each institution and the punishment about illegal action against criminal assets regulated in Criminal Code of Indonesia and Bill of Criminal Code of Indonesia. Rupbasan’s role in Criminal Justice System is in pre-adjudication, adjudication, and post-adjudication, so Rupbasan has relationship with each sub-system relate to seizure and forfeiture. Rupbasans role also in asset recovery which starts in the securing until to repatriation, but there are no rules about asset recovery and asset management. Suggestions for the problems are the development of regulations regarding Rupbasan and the criminal asset management. Role of Lembaga Pengelola Aset in Bill of Asset Recovery was handled by Rupbasan.

"
2019
T53116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indriyanto Seno Adji
"Perbuatan melawan hukum yang semula diartikan secara formil ("wederwettelijk") telah mengalami pergeseran dan yang dianggap sebagai terobosan baru dalam hukum pidana, karena sifat dari perbuatan itu kini diartikan juga secara materiel yang meliputi setiap perbuatan yang melanggar norma-norma dalam kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat, sehingga terjadi perubahan arti menjadi "wederrechtelijk", khususnya perbuatan melawan hukum materil dalam hukum pidana ini (wederrechtelijk) mendapat pengaruh yang kuat sekali dari pengertian perbuatan melawan hukum secara Iuas dalam hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31 Januari 1919.
Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 1 ayat 1 huruf (a) maupun Penjelasan Umumnya erat kaitannya antara penerapan ajaran perbuatan. melawan hukum materil dengan arrest Cohen-Lindenbaum. Dalam hukum pidana, ajaran perbuatan melawan hukum materil dibatasi penggunaannya melalui fungsi Negatifnya sebagai alasan peniadaan pidana, dengan maksud untuk menghindari pelanggaran asas legalitas sekaligus dapat menghindari penggunaan analogi dalam hukum pidana.
Permasalahannya adalah bagaimana terhadap perbuatan dengan tipologi kejahatan baru yang dianggap koruptif/tercela yang merugikan Masyarakat/ Negara dalam skala yang sangat besar, tetapi tidak terjangkau peraturan perundang-undangan tertulis? Apakah pelaku dapat berkeliaran secara bebas dengan berlindung dibalik assas Legalitas? Dengan disandarkan dari aspek/pendekatan sejarah pembentukan Undang-Undang, norma kemasyarakatan, yudikatif dan legislatif maka sepatutnyalah untuk mempertimbangkan penerapan fungsi positif dari perbuatan melawan hukum materil, dengan kriteria yang tegas dan ketat serta kasuistis, yaitu apabila perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi Masyarakat/Negara dibandingkan dengan keuntungan dan perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik itu."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, C. Djisman
Bandung: Bina Cipta, 1992
365 Sam f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>