Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56963 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Bekti Anuwar
"Siklus perubahan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka atau sebaliknya, merupakan hal yang biasa terjadi di pasar modal dunia termasuk di Indonesia. Go private adalah perubahan status perusahaan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Beralihnya status ini ditandai dengan disetujuinya akta persetujuan pemegang saham tentang perubahan anggaran dasar tersebut oleh Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia.
Bagi Bapepam, hal utama yang diperhatikan dalam go private adalah perlindungan terhadap pemegang saham publik, dimana pemegang saham publik dianggap sebagai pemegang saham independen kecuali yang bersangkutan menyatakan lain. Sehingga diwajibkan untuk memperoleh persetujuan pemegang saham independen terlebih dahulu dan melakukan pembelian saham melalui penawaran tender. perlindungan yang didapat melalui ketentuan penawaran tender tersebut adalah dalam hal harga saham, dan adanya kesempatan yang sacra bagi semua pemegang saham publik untuk menjual saham yang dimilikinya.
Ketentuan go private di pasar modal belum diatur secara jelas, akan tetapi Bapepam telah menetapkan rambu-rambu ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan go private, beberapa diambil dari ketentuan-ketentuan yang memang sudah ada sebelumnya ditambah dengan perubahan-perubahan untuk menampung aspek perlindungan hukum bagi investor publik.
Go private merupakan salah satu bagian dari industri pasar modal secara keseluruhan, maka apapun bentuk jaminan kepastian hukum tersebut, sudah sewajarnya apabila tetap memberikan perlindungan bagi pemegang saham publik baik sebelum maupun setelah perusahaan melakukan go private."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S22974
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Setiawan
"PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan famasi terkemuka di tanah air. Namun karena badai krisis moneter disertai melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dollar US (dari Rp. 2.000,- per dollar US, menjadi Rp. 16.000,- per dollar US) meuyebabkan perusahaan kesulitan memenuhi kewajibannya kepada para kreditur, khususnya pada bank. Kesulitan yang dialami PT. XYZ adalah karena dua hal, pertama meningkatnya exposure hutang yang hams ditanggung, dan kedua adalah membengkaknya biaya produksi mengingat bahan baku yang sebagian besar masih harus diimpor. Sementara hasil penjualan PT. XYZ adalah kombinasi dari penjualan domestik dan ekspor.
Restrukturisasi hutang PT. XYZ pertama kali dilakukan pada bulan Januari 2000, saat itu alasan yang digunakan PT. XYZ adalah karena kondisi keuangan yang begitu memburuk sehubungan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar US. Saat itu PT. XYZ mendapatkan persetujuan untuk memperpanjan pembayaran hutangnya hingga tahun 2005. Awalnya pembayaran hutang berjalan lancar, namun sejak Bulan April 2002, PT. XYZ kembali meminta perpanjangan jangka waktu selama 7 tahun (efektif berlaku dari tahun 2003 sehingga 2010), dengan masa tenggang (grace period) selama 2 tahun. Alasan yang diajukan oleh PT. XYZ kali ini adalah kebutuhan untuk melakukan investasi yaitu pembangunan pabrik susu dan obat kanker untuk masa 5 tahun ke depan, dengan nilai investasi sebesar Rp. 450.000.000.000,-.
Pengajuan restrukturisasi ulang ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai kelayakan proposal yang diajukan, terutama dalam hal jangka waktu pinjaman yang diperpanjang, masih ditambah pula dengan adanya masa tenggang (grace period). Dengan semakin membaiknya kondisi ekonomi di dalam negeri dan membaiknya kondisi pasar farmasi di Indonesia, penulis menduga tidak perlu dilakukan perpanjangan jangka waktu apalagi ditambah grace period. Sementara keinginan PT. XYZ untuk melakukan investasi yaitu pembangunan pabrik susu dan obat kanker masih layak untuk didukung, mengingat pasar yang sangat besar di Indonesia akan memberikan keuntungan tersendiri bagi PT. XYZ.
Analisis pertama yang dilakukan adalah melihat prospek usaha farmasi dan pertumbuhannya di Indonesia. Jika industri atau usahanya sudah tidak memiliki prospek, maka tidak perlu dilakukan restrukturisasi hutang, melainkan perlu dilakukan penyelesaian kredit. Berdasarkan kajian literatur, terutama dari situs web PT. XYZ, diperoleh kesimpulan bahwa usaha ini masih memiliki prospek sehubungan dengan jumlah pasar yang besar di Indonesia.
Analisis kedua yang dilakukan adalah mempelajari kondisi keuangan PT. XYZ, berdasarkan past performance selama beberapa tahun terakhir. Hasil analisis menunjukkan bahwa prestasi keuangan yang dicatat PT. XYZ cukup baik dan memiliki prospek peningkatan kedepan.
Analisis ketiga yang dilakukan adalah mempelajari strategi pengembangan usaha PT. XYZ, termasuk di dalarnnya strategi manajemen yang diterapkan perusahaan. Hasil analisa menemukan bahwa perusahaan telah menjalankan strategi pengembangan usaha dan penjualan dengan baik (terutama jika dibandingkan dengan industri farmasi di dalam negeri). Lebih dari itu, ternyata PT. XYZ memiliki reputasi yang baik sejak didirikan pada tahun 1970-an.
Berdasarkan kondisi keuangan masa lalu, maka penulis membuat 3 model scenario untuk menyusun Proforma Financial Statement, yaitu: Neraca, Laba Rugi dan Arus Kas. Ada pun ketiga model tcrsebut ada!ah model : Best Case, Most Likely Case dan Worse Case. Penyusunan ini dilakukan dengan memperhatikan trend penjualan dan komposisi biaya - biaya yang ada pada Laporan rugi Laba. Asumsi kondisi Best Case diawali dengan keberhasilan Pemilu 2004 dan masuknya aliran dana/modal asing sehingga pertumbuhan ekonomi mencapai angka yang signifikan. Kesadaran masyarakat pada kesehatan meningkat sehingga pertumbuhan penjualan mencapai 31,03% (tertinggi dari pertumbuhan dalam 4 tahun terakhir). Cost of Good Sold ('COGS') sebesar 47,65% dari total nilai sales, sementara asumsi lainnya diperkirakan sama dengan struktur biaya rata-rata selama: 4 tahun sebelumya, yaitu untuk selling expense sebesar 4, 76% dari total nilai sales dan pertumbuhan biaya General & Adminsitrative sebesar 20% per tahun dari total nilai Sales.
Asumsi kondisi Most Likelv Case juga ditandai dengan keberhasilan Pemilu 2004 dan masuknya aliran dana/modal asing, namun pertumbuhan ekonomi tidak mencapai angka yang signifikan. Di sisi lain kesadaran masyarakat pada kesehatan tetap meningkat. Pada kondisi ini perturnbuhan penjualan mencapai 23,01% (rata - rata pertumbuhan Sales dalam 4 tahun terakhir), Sementara persentase Cost of Good Sold, selling expense dan perturnbuhan biaya General & Adminsitrative sarna dengan pada skenario Best Case. Asurnsi kondisi Worse Case dilandasi tersendatnya Pernilu 2004, namun pada akhimya Pemilu tetap berhasil dilaksanakan. Akibatnya kepercayaan asing belum pulih seperti sedia kala. Kesadaran rnasyarakat pada kesehatan meningkat, namun tidak diikuti dengan kemarnpuan daya beli yang meningkat signifikan. Pada kondisi ini pertumbuhan penjualan diperkirakan rnencapai 12,83% (perturnbuhan Sales terendah da:lam 4 tahun terakhir), sementara persentase COGS adalah sebesar 45,22% yang rnerupakan angka persentase COGS selama triwulan ketiga (Januari - September) 2003, untuk persentase selling expense dan pertumbuhan biaya General & Administrative sarna dengan kedua scenario lainnya.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, diperoleh basil bahwa dengan kondisi yang paling buruk (worse case) sekali pun, perusahaan tetap dapat melunasi pinjaman dalam jangka waktu 5 tahun tanpa perlu mendapat grace period, dan PT. XYZ masih dapat melakukan investasi pembangunan pabrik susu dan obat kanker.
Negosiasi pinjaman yang berlarut - larut disebabkan karena tidak adanya pihak ketiga yang menjembatani kepentingan antara PT. XYZ dan para kreditumya. Pihak ketiga ini seharusnya bertugas meneliti, menilai sekaligus menyampaikan proposal restrukturisasi yang layak sehingga tidak merugikan bagi kreditur maupan PT. XYZ. Untuk mengatasi hal ini, maka penulis menyarankan agar ditempatkan seorang Financial Controller atau Financial Advisor yang berfungsi sebagai mediator dan sekaligus pengawas yang memastikan bahwa PT. XYZ akan memenuhi kewajiban- kewajiban yang telah disepakati. Selain itu belum adanya tindakan yang tegas dari para kreditur akan menyebabkan PT. XYZ memiliki bargaining power yang besar terhadap proses negosiasi restrukturisasi pinjaman, sehingga sebagai persyaratan tambahan penulis menyarankan agar kreditur memintajaminan tambahan berupa aset yang solid dan likuid. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Dewayani
"Dampak krisis finansial yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 menyebabkan beberapa emiten obligasi mengalami wan prestasi yang disebabkan ketidakmampuan memenuhi kewajiban dalam membayar kupon dan atau pokok obligasi. Peningkatan perlindungan terhadap kepentingan investor obligasi di Indonesia merupakan masalah yang sampai Saat ini masih menghadapi berbagai macam kendala yang rumit. Pengertian "obligasi" tidak didefinisikan secara spesifik dalam hukum positif, baik peraturan perundang-undangan, yaitu Undang- undang Pasar Modal dan Undang-undang Perbankan, maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dengan perangkat aturan dan hukum yang ada Sekarang, perlindungan investor obligasi masih minim,apalagi untuk obligasi yang mengalami wan prestasi.
Sebagai pihak yang mewakili kepentingan investor, Wali Amanat sering berada dalam posisi yang sulit mengingat saat ini Emiten yang memiliki wewenang menunjuk Wali Amanat. Apabila emiten mengalami wan prestasi, ada beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang obligasi, diantaranya mengeksekusi jaminan (jika ada), melakukan gugatan perdata, melakukan gugatan perwakilan, mempailitkan emiten dan menyelesaikan melalui arbitrase. Bagi investor, penyelesaian yang paling mudah adalah melakukan eksekusi jaminan. Permasalahannya adalah karena dalam penerbitan obligasi, emiten tidak diwajibkan menyediakan jaminan khusus ataupun sinking fund. Dengan adanya jaminan khusus, maka apabila terjadi wan prestasi, jaminan tersebut dapat dieksekusi oleh Wali Amanat dan kemudian dibayarkan kepada pemegang obligasi.
Namun apabila tidak mempunyai jaminan khusus,apabila terjadi gagal bayar, obligasi tersebut akan berhak atas aset yang tidak dijaminkan bersama-sama dengan kreditor lainnya secara sama rata atau paripassu. Ketiadaan pengaturan khusus dalam peraturan perundangan mengenai perlindungan investor obligasi, maka dirasa perlu adanya standard minimun dalam menentukan hal-hal yang wajib dimuat dalam perjanjian perwaliamanatan, seperi pengaturan mengenai penggunaan dana hasil emisi Obligasi yang dapat dimonitor oleh Wali Amanat, adanya jaminan khusus, sinking fund dan kewajiban melakukan pemeringkatan. Selain itu diperlukan pemberian sanksi yang tegas bagi emiten yang telah mengalami wan prestasi, minimal tidak diperbolehkan untuk melakukan pendanaan di pasar modal."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Komang Setiabudi
"Film merupakan media multi dimensional, dan menyangkut aneka hak cipta. Banyak ciptaan-ciptaan yang ada hak ciptanya dimanfaatkan. Ciptaan-ciptaan itu diantaranya adalah cerita, lagu (musik), dan mungkin suatu tarian. Produser film tidak boleh menggunakan suatu hak cipta tanpa ijin tertulis pemegang hak cipta itu. Bahwa era film bisu dan hitam putih telah lama berlalu. Film berwarna dengan efek suara dan tehnologi yang menunjangnya semakin membuat semaraknya hiburan bagi masyarakat. Kemajuan tehhologi ternyata menimbulkan masalah hak cipta yang sangat kompleks sedangkan Undang-undang Hak Cipta 1912 (Auteurswet 1912) yang dibuat di masa pemerintahan Hindia Belanda tidak memadai 1agi. Padahal eksistensi undang-undang tersebut ' adalah melindungi pencipta beserta ciptaannja, maka digantinya Auteurswet 1912 dengan Undang-undang No. 6 tahun 1 982, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987, merupakan langkah maju untuk menjawab tantangan tehnologi, termasuk film. Undang-undang yang baru itu diharapkan dapat memecahkan masalah hak cipta dalam film, baik terhadap pembajakan film dengan sarana video, maupun berbagi pelanggaran lainnya. Hal ini demi memajukan dan menggairahkan bangsa Indonesia untuk berfikir kreatif supaya lahir beraneka ciptaan yang baru. Tanpa perlindungan, maka banyak pencipta dan pegang hak cipta yang dirugikan. Demikian pula masyarakat kita, serta pemerintah yang sedang mengusahakan pembangunan di segala bidang. Hak cipta bukan sekadar kata yang bernilai hukum, hak cipta juga suatu peluang bisnis dan ekonomi yang sangat tinggi. Permasalahan yang menarik ini akan diungkap dan dibahas dalam skripsi ini. Agar memperoleh gambaran yang je1as ten tang hak cipta yang bersangkutan dehgan film, penulis akan membahas masalahmasalah tersebut sejak film dipersiapkan, diproduksi, dan sampai saat film itu diedarkan ke tengah masyarakat luas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dheasy Suzanti
"ABSTRAK
Indonesia mengalami krisis moneter sejak tahun 1997 yang
dipacu oleh penutupan bank-bank oleh Menteri Keuangan. Pemerintah
memandang perlu untuk dibentuk suatu badan khusus yang menjalankan
fungsi penyehatan perbankan dan melaksanakan pengelolaan aset bank
yang bermasalah dan membentuk Badan khusus yang dinamakan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional yang dalam Peraturan Pemerintah No.
17 Tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 (selanjutnya disebut "PP
17") disebut BPPN. Bank-bank itu dikelola dalam unit BRU (Banking
Restructuring Unit). Begitu pula dengan sektor riil, berbagai
perusahaan bermasalah yang sebelumnya merupakan debitur bank
dipindahkan ke BPPN, untuk kemudian dikelola dalam unit yang
disebut AMC (Asset Management Credit) dan AMI (.Asset Management
Investment) . Dalam Pasal 26 (1) PP 17 BPPN berwenang untuk
mengalihkan dan atau menjual Aset dalam Restrukturisasi dan
Kewajiban Dalam Restrukturisasi baik secara langsung maupun melalui
penawaran umum. Dari proses penambilalihan asset tersebut terdapat
dua pokok permasalahan yang dapat diambil yaitu sampai
sejauhmanakah efektifitas pengambilalihan aset jaminan debitur
berupa tanah dalam rangka penyelesaian hutang dalam kebijakan BPPN
dan apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh BPPN didalam
pengambilalihan aset jaminan debitur berupa hak atas tanah tersebut
dan bagaimana penyelesaiannya. Sedangkan untuk menjawab
permasalahan tersebut penulis menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif/ yang mencakup asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf
sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, dan
sejarah hukum. Maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa jika dilihat
berdasarkan PMNA/ Ka BPN No. 6/1999 dalam kaitan dengan masalah
pendaftaran atau pencatatan tanah, pengambilalihan aset tanah dalam
kepentingan BPPN ada 2 (dua) area yang berkaitan yaitu dalam hal
dilakukan penguasaan atas tanah dan atau bangunan maupun penjualan
atau pembelian tanah dan atau bangunan oleh BPPN. Pelaksanaan
pengambilalihan aset jaminan debitur berupa tanah dalam rangka
penyelesaian hutang efektif apabila tanah yang akan diambilalih
tersebut status haknya jelas dan mempunyai tanda bukti hak yang
sempurna (Sertipikat) dan haknya dapat dikuasai oleh kreditur atau
investor yang akan mengambilalih dan Tanah yang akan diambilalih
tidak dalam sengketa. Sedangkan permasalahan yang menjadi kendala
dalam proses pengambilalihan tersebut antara lain status tanah
tidak jelas, tidak mempunyai tanda bukti yang sempurna berupa
sertipikat, tanah yang akan diambilalih dalam sengketa, dan tanah
yang akan diambilalih bukan merupakan subjek hak dari Kreditur atau
Investor yang akan mengambilalih."
2003
T36645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>