Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177397 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Thomas Bipi Prihanggodo
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Aldi Pradana
"Badan Usaha Milik Daerah Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya DKI Jakarta merupakan salah satu pelaku usaha bidang properti yang keuntungan atau kerugiannya dapat berdampak langsung kepada penghasilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Pendapatan Asli Daerah PAD, dalam melakukan kegiatan usahanya PD. Pembangunan Sarana Jaya melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk mendayagunakan aset-aset yang dimiliki secara maksimal untuk menghasilkan keuntungun bagi perusahaan. Kerjasama terebut salah satunya dalam bentuk perjanjian Build Operatae and Transfer BOT atau dalam hukum indonesia dikenal dengan nama perjanjian Bangun Guna Serah BGS perjanjian BOT memiliki 3 tiga tahapan yaitu build/membangun operate/mengelola dan transfer/menyerahkan kepada pemilik lahan, perjanjian BOT merupakan perjanjian dengan jangka waktu dan biaya investasi tinggi sehingga perjanjian harus dibuat dengan baik dan benar dan telah mengakomodir segala kemungkinan yang terjadi untuk jangka waktu perjanjian, penerapan dan pelakanaan perjanjian BOT oleh PD. Pembangunan Sarana Jaya terikat oleh aturan-aturan yang diterbitkan oleh pemeintah baik pusat maupun daerah, sehingga asas kebebasan berkontrak tidak dapat diterapkan secara mutlak dalam menyusun perjanjian, dalam perjanjian dikenal adanya asas pacta sun servanda yang berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak dan menjadi undang-undang yang harus ditepati dan dijalankan, adanya opsi perpanjangan pengelolaan dalam perjanjian BOT di PD. Pembangunan Sarana Jaya berpotensi menimbulkan masalah, asas Rebus Sic Stantibus yang berarti perubahan suatu keadaan yang fundamental dapat dijadikan dasar untuk salah satu pihak melakukan renegosiasi atas suatu perjanjian terlebih perjanjian yang berjangka waktu panjang dan dengan biaya besar, asas Rebus Sic Statibus diwujudkan dalam klausul hardship dalam suatu perjanjian.

DKI Jakarta's State Owned Enterprise Pembangunan Sarana Jaya Local Company Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya is one of the business actor in the property line of business whose profit or losses may directly affect to the DKI Jakarta Local Government's revenue through the Original Regional Revenues Pendapatan Asli Daerah PAD , in conduting their business activities, PD Pembangunan Sarana Jaya commences mutual cooperation with other parties to use effectively the owned assets in maximum to produce profit for company. One of the cooperation is in Build Operate and Transfer BOT agreement or in Indonesia Law is known as Bangun Guna Serah BGS agreement. BOT agreement has 3 three stages which are build, operate and transfer to the land owner, BOT Agreement is the agreement with certain period of time and high investment cost therefore such agreement must be made well and correct and already accomodate all possibilities who may occur during the time period, application and execution of BOT Agreement by PD Pembangunan Sarana Jaya is bound with regulations issued by the central government or local government, therefore the freedom of contract principle cannot be absolutely applied in drafting the agreement, in the agreement is already known the pacta sun servand principle which means that agreement binds the parties and becomes law that must be fulfilled and executed, the management extension option in PD Pembangunan Sarana Jaya's BOT Agreement potentially create issues, Rebus sic Stantibus principle which means the fundamental change of condition on which could be the basis to one of parties conduct renegotiation of the agreement even more the agreement who has long period of time and with big cost, Rebus sic Stantibus principle is transformed in hardship clause in the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Farhan
"Penelitian ini membahas tentang penentuan penggunaan standar akuntansi dan membahas lebih lanjut terkait pengakuan, pengukuran, penyajian, pengungkapan dari standar yang diterapkan dan aspek perpajakan dari perjanjian BOT. Dalam transaksi tersebut, PT TWU sebagai operator melakukan perjanjian jual beli air olahan dengan PT MC yang dilakukan dengan sistem BOT atas Instalasi Pengolahan Air (IPA). Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara yang dikomparasikan dengan hasil asesmen berdasarkan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan standar akuntansi yang tepat atas BOT menggunakan ISAK 8 karena merupakan perjanjian yang mengandung sewa yang menurut PSAK 30 diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan. Perlakuan pajak atas BOT mengacu pada KMK No. 248/KMK.04/1995 karena memandang dari bentuk perjanjiannya secara legal bukan merupakan transaksi sewa.

This research aims to determine accounting standard of the BOT agreement, thus examine the recognition, measurement, presentation and disclosure of standard applied and the aspect of taxation. In the transaction, PT TWU as the operator entered sale and purchase agreement of water treatment with PT MC which was issued with BOT system on Water Treatment Plant (WTP). This research using interview method which compared with assesment result based on literature study. The results of this research indicate the appropriate accounting standards for BOT using IFAS 8 because it is arrangement contains a leases which according to SFAS 30 is classified as finance leases. The tax treatment of BOT refers to KMK No. 248/KMK.04/1995 because seen from the form of a legal agreement is not a lease transaction.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Novie Dianing Hayusudina
"Era reformasi telah menawarkan banyak perubahan dan peluang investasi. Hal ini dilakukan dengan memberikan kemudahan bagi berbagai jenis investasi, termasuk investasi proyek bangunan gedung. Tren pasar yang berkembang menjadikan strategi dan analisis yang tepat dibutuhkan untuk menjamin kesuksesan dalam melakukan pengambilan keputusan untuk berinvestasi. BOT (Build-Operate-Transfer) adalah salah satu alternatif jenis kerjasama yang tepat dengan tren pasar dalam berinvestasi pada bangunan gedung saat ini. Pemilihan skema BOT sebagai sistem pengadaan proyek dapat membantu pemanfaatan lahan-lahan berpotensial dan strategis yang tidak dapat dijual.
Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk mengkaji investasi jenis bangunan gedung apakah yang tepat menggunakan skema kerjasama BOT pada suatu lahan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada statu lahan, yaitu lahan milik Departemen Agama di Jl. MH. Thamrin No. 6, Jakarta Pusat, dengan melakukan kajian pemilihan jenis investasi bangunan gedung apa yang tepat dilakukan pada lahan tersebut. Data-data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara terhadap pakar-pakar yang berpengalaman di bidang investasi properti lebih dari 12 tahun. Hasil dari wawancara tersebut kemudian akan diolah dengan analisa kualitatif menggunakan metode AHP yang didukung dengan analisa bangunan dan pasar properti. Sedangkan pada data kuantitatif yang diperoleh akan dilakukan simulasi cashflow dan analisa sensitivitas terhadap parameter-parameter kelayakan investasi secara finansial yang kemudian akan disimulasi menggunakan Opquest.
Berdasarkan analisa-analisa yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa jenis investasi bangunan gedung yang tepat dilakukan pada lahan milik Departemen Agama melalui jenis kerjasama BOT adalah gedung perkantoran. Berdasarkan penilaian terhadap parameter kelayakan investasi juga diperoleh bahwa investasi gedung perkantoran pada lahan milik Departemen Agama dinyatakan layak dengan nilai IRR sebesar 17,02%, NPV Rp 87.977.219.968,02, dan BEP pada tahun ke-14. dengan suku bunga 12% dan equity 20%, dimana kelayakan tersebut berlaku untuk investor dengan karakteristik konservatif.

Reformation era has offering many chances as well as change in investment. In this regard is by providing the investor with an easy access to invest, including in it is the investment in the building structures project. Successful investment requires both strategy and analysis of market demand. BOT (Build-Operate-Transfer) scheme is one of the alternatives in join-investment that is suitable and in accordance with the increasing demand of building structures. The selection of BOT scheme as a project procurement system in the building structures could support the utilization of potential land located in the strategic area but not worth to sell.
The objective of the study is to evaluate the investment in building structures by applying the BOT scheme, whether it is a proper and right way to invest in a potential land located in the strategic area. Case study by evaluating the selection of investment in the type of building structure on the land owned by the Department of Religion (Departemen Agama) located in Jl.MH. Thamrin no.6 Jakarta Pusat is used as the approach of the study. Data to support the evaluation was collected by interviewing the experts specializing in the property investment for more than 12 year. Supporting with the property market and the structure analysis, the data collected is evaluated qualitatively by applying the AHP method. To evaluate the quantitative data the cash-flow simulation and the sensitivity analysis to the parameters of feasible investment will be applied, finally it will be simulated by using Opquest method.
Based on the evaluation, office building procured by applying the BOT scheme on the land owned by the Department of Religion is a right investment. Based on the evaluation to the parameters of feasible investment on the land owned by the Department of Religion shows that office building structures is a feasible investment, as the IRR is 17.02 % and the Net Present Value is Rp.87,977,219,968.00. With the interest rate or 12 % per annum and equity 20 %, the BEP will be obtained in the year-14th. It applied to the conservative investor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24795
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Sanyoto
"PT. TELKOM dalam membangun Fasilitas Telekomunikasinya membutuhkan dana yang besar, sehingga mengikutsertakan pihak investor (swasta) dalam pelaksanaan pembangunannya. SeteIah diberlakukannya UU Nomor : 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dimana pihak swasta diperbolehkan sebagai penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi, maka terlihat adanya peningkatan peran pihak swasta dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi, balk sebagai penyelenggara telekomunikasi maupun sebagai investor dengan melakukan kerja sama di perusahaan telekomunikasi. Dengan adanya peran sektor swasta yang lebih luas di PT. TELKOM, maka diharapkan dapat mempercepat pembangunan fasilitas telekomunikasi di PT. TELKOM khususnya di daerahdaerah yang belum terjangkau oleh fasiltas telekomunikasi.
Pokok Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini adalah mengenai pelaksanaan pembangunan Fasilitas Telekomunikasinya dengan menggunakan sistem Build Operate and Transfer (HOT), mengenai Hak dan Kewajiban antara pihak PT. TELKOM dan pihak Mitra dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pola Build Operate and Transfer, dan mengenai cars penyelesaian perselisihan jika terjadi perselisihan antara pihak PT. TELKOM dengan pihak Mitra.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu dengan memaparkan obyek penelitian untuk kemudian dilakukan pembahasan terhadap permasalahan sehubungan dengan obyek tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian lapangan, penulis melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yaitu pejabat atau karyawan yang bekerja di PT. TELKOM maupun beberapa narasumber yang berhubungan dengan penulisan.
Dari uraian tersebut maka disimpulkan bahwa : PT. TELKOM dalam melaksanakan pembangunan Fasilitas Telekomunikasinya dengan menggunakan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pola Build Operate and Transfer (BOT), dengan demikian PT. TELKOM tidak perlu mengeluarkan dana untuk pembangunan tetapi yang mengeluarkan dana adalah pihak Mitra. Hak dan Kewajiban para pihak dalam melaksanakan PI(S dengan pola BOT adalah : a. Pihak Mitra dan PT. TELKOM memperoleh pembagian pendapatan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. b. Pihak PT. TELKOM menerima penyerahan kepemilikan (Transfer of Title) atas hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh Mitra kepada PT. TELKOM pada akhir kerjasama. Apabila dikemudian hari terjadi perselisihan antara para pihak, maka para pihak sepakat untuk terlebih dahulu menyelesaikan masalah tersebut secara musyawarah. Akan tetapi apabila musyawarah tersebut tidak menghasilkan kata sepakat, maka para pihak akan menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase yang telah disetujui oleh para pihak atau di Pengadilan Negeri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Rina Hasiani
"Kerjasama Build Operate Transfer (BOT) [untuk selanjutnya disebut dengan "BOT" atau yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah "bangun guna serah", masih merupakan hal yang baru di Indonesia. Kerjasama ini mulai berkembang karena semakin meningkatnya kegiatan bisnis di Indonesia. Kegiatan bisnis yang meliputi berbagai sektor menimbulkan peningkatan permintaan terhadap fasilitas dan komplek komersial yang mendukung kegiatan niaga seperti gedung perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan bahkan kebutuhan perumahan. Permintaan ini didasarkan atas kebutuhan bisnis khususnya di kotakota besar sebagai pusat kegiatan bisnis. Namun di kotakota besar memiliki keterbatasan tanah. Kesulitan untuk memperoleh lokasi tanah yang strategis dan harga tanah yang sangat tinggi selalu menjadi permasalahan yang utama bagi para investor di kota besar. Besarnya jumlah penduduk dan sentralisasi kegiatan bisnis merupakan faktor yang menyebabkan sukarnya memperoleh tanah di kota besar.
Di sisi lain diketahui bahwa para pihak yang menguasai hak atas tanah tidak dapat memanfaatkan tanahnya dengan maksimal. Terdapat tanah dengan kondisi yang dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya tanpa dikelola, atau terdapat pula fasilitas bisnis dengan kondisi strategis namun tidak layak dan tidak digunakan secara maksimal. Keadaan ini disebabkan karena pihak yang menguasai hak atas tanah tidak memiliki biaya untuk membangun fasilitas atau merawat fasilitas yang sudah ada di atas tanah tersebut atau dapat pula karena kurangnya kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkannya dengan maksimal. Kondisi tanah yang tidak demanfaatkan maupun kurang terawat ini sering dialami oleh penduduk setempat yang menguasai tanah tetapi tidak memiliki dana dan kemampuan untuk mengelola tanah tersebut. Pihak yang menguasai hak atas tanah tidak bersedia untuk menjual tanah tersebut kepada pihak lain.
Kondisi serupa juga terjadi pada tanah dan fasilitas milik Pemerintah Daerah (Pemda), instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dikuasai dengan Hak Pakai, Hak Pengelolaan ataupun tanpa hak berlaku. Kurangnya kemampuan manajerial dan finansial menjadi kendala bagi Pemda, instansi pemerintah, BUMN dan BUMD dalam memanfaatkan tanah beserta fasilitas yang dimilikinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>