Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149024 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Henny Santoso
"Seiring dengan keadaan perekonomian yang semakin ketat dengan adanya Kebijaksanaan Uang Ketat (Tight Money Policy) dimana kredit perbankan tidak lagi dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan adanya usaha anjak piutang yang merupakan salah satu alternatif lembaga pembiayaan, dapat dijadikan jalan keluar bagi para pengusaha untuk mengatasi masalah cas flow dan credit department suatu perusahaan dalam rangka meningkatkan aktivitas produksinya. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden R.I. no 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I. No 1251/KMK.O13/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, kegiatan factoring semakin banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan anjak piutang yang memberikan fasilitas jasa anjak piutang. Akan tetapi kedua ketentuan di atas hanya mengatur mengenai perusahaan anjak piutang, tidak mengatur mengenai syarat-syarat dan isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak serta hampir tidak mengatur kegiatan perusahaan anjak piutang. Di dalam K.U.H.Perdata sebenarnya ada pengaturan mengenai perjajian anjak piutang, akan tetapi perjanjian anjak piutang dalam K.U.H.Perdata berbeda dengan perjanjian factoring. Oleh karena itu, dasar hukum perjanjian factoring adalah asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 ayat 1 K.U.H.Perdata. Sebagai konsekwensinya, dalam praktek timbul bermacam-macam jenis perjanjian factoring, karena apapun boleh diperjanjikan asal tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan usaha anjak piutang tidak terlepas dari masalah-masalah yang timbul. Permasalahan yang timbul ini berdampak terhadap upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam skripsi ini akan dikemukakan empat upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan anjak piutang (factor) dalam menghadapi piutang yang tidak tertagih. Salah satu diantaranya adalah penyelesaian suatu sengketa melalui musyawarah atau perdamaian yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dengan kesepakatan para pihak. Keadaan seperti ini menimbulkan pertanyaan sampai sejauh mana kepastian hukum penyelesaian suatu sengketa atau perselisihan tersebut, sehingga mempunyai kekuatan mengikat para pihak untuk mentaatinya. Upaya hukum perusahaan anjak piutang melalui gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan negeri memberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan melalui musyawarah atau perdamaian, karena keputusan hakim lebih mempunyai kekuatan mengikat dan kepastian hukum bagi para pihak untuk mentaatinya. Dan untuk memajukan perusahaan anjak piutang di Indonesia, juga untuk melindungi para pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang , kiranya masih diperlukan seperangkat peraturan yang secara khusus mengatur kegiatan anjak piutang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agung R.H.
"Tujuan Penulisan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran bagaimana pelaksanaan perjanjian anjak piutang yang dilakukan pada PT. BII FINANCE CENTER. Penelitian akan dilakukan pada PT BII Finance Center dan Departemen Keuangan di Jakarta. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode kepustakaan (library research) serta metode lapangan (field research) melalui wawancara dengan pegawai BII Finance Center dan Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan. Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dikemukakannya bahwa anjak piutang merupakan suatu lembaga pembiayaan yang masih baru, tetapi peranannya dalam menunjang perkembangan dunia usaha sangat besar dengan landasan hukumnya yaitu Keputusan Presiden No. 61/1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.O13/1988. Peraturan yang khusus mengatur tentang anjak piutang sampai saat ini belum ada. Dengan adanya Pemerintah dan perjanjian masyarakat anjak akan piutang dapat diharapkan memperoleh manfaatnya sesuai dengan fungsinya sebagai suatu lembaga pembiayaan dengan mengambil contoh pelaksanaannya pada PT. BII Finance Center Jakarta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20803
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Bhuwana Fairuz Kusumawardhani
"Tesis ini membahas mengenai konsep anjak piutang dalam hukum di Indonesia dan perbandingan konsep anjak piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis. Anjak piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Secara teknis anjak piutang memang dapat dikatakan sebagai pengalihan piutang dagang, namun anjak piutang tidak sesederhana itu. Kombinasi dari dua fungsi dalam konsep anjak piutang menimbulkan beragam perkembangan produk-produk anjak piutang yang membutuhkan pertimbangan hukum yang berbeda dan khusus. Oleh karena itu lingkungan hukum pada suatu negara memegang peranan penting dalam menentukan suksesnya anjak piutang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan metode perbandingan hukum. Data penelitian dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa munculnya konsep anjak piutang di Indonesia merupakan bagian dari kecenderungan dalam pembangunan hukum di dunia yang mendorong transplantasi konsep-konsep yang timbul dari bidang ekonomi di Amerika Serikat ke dalam sistem hukum negara lain. Perbandingan konsep anjak Piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis dapat dilakukan berdasarkan aspek regulasi dan aspek kontraktual. Berdasarkan aspek regulasinya, anjak piutang di Indonesia dan Perancis adalah teregulasi sedangkan anjak piutang di Belanda tidak teregulasi. Berdasarkan aspek kontraktualnya, Indonesia, Belanda dan Perancis belum memiliki peraturan khusus yang mengatur tentang perjanjian anjak piutang, oleh karena itu ketentuan umum hukum perjanjian di ketiga negara tersebut pada umumnya masih menjadi acuan untuk perjanjian anjak piutang.

This thesis concerns with factoring concept in Indonesian Law and it’s comparison to the Netherlands and France regime. Factoring is a financing activity in the form of trade receivables sale followed by the administration of said accounts receiveable. Technically, factoring could be said simply as an assignment of accounts receivable. However, factoring is not as straightforward as it seems. The development of various factoring products that arise from the combination of factoring’s two functions pushed the need of different and specific contractual considerations. Therefore, the legal environment of a country holds an important role in deciding the success of factoring concept. This thesis is using normative and comparative method. The data in this thesis is collected by conducting library research. The result of this research shows that the factoring concept appeared in Indonesia as a part of trends in the law development across the world which urged the transplantation of American economic concepts into other countries legal system. Comparison to the regulation aspect of factoring concept in Indonesia, Netherlands, and France shows that both Indonesia and France factoring industries are regulated while factoring industry in Netherlands is not. On the other hand, based on the contractual aspect, the three countries do not have a specific and specialized regulations or laws concerned with factoring agreement. Subsequently, factoring agreement still largely refers to the general contract law that governs each countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianca Pradita Hesafira
"Tesis ini mengambil tema Tanggung Jawab Penjual Piutang dan Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Piutang Dalam Penagihan Piutang Pada Transaksi Anjak Piutang. Permasalahan yang diteliti menyangkut 3 (tiga) hal yaitu, pertama tentang tanggung jawab Penjual Piutang dalam hal adanya kegagalan penagihan piutang oleh Pembeli Piutang. Kedua, tentang bentuk perlindungan hukum bagi Pembeli Piutang dari gagalnya pembayaran utang. Ketiga, tentang pandangan Majelis Hakim atas terjadinya gagal pembayaran pada transaksi Anjak Piutang. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian hukum bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap gagalnya pembayaran utang oleh debitur, maka tanggung jawab penjual piutang tergantung pada apa yang sudah disepakati dalam perjanjian Anjak Piutang. Apabila dalam perjanjian disepakati With Recourse Factoring, maka penjual piutang akan bertanggung jawab untuk melunasi piutang tersebut dalam hal pembeli piutang tidak mendapatkan tagihan piutangnya dari debitur baik seluruh maupun sebagian. Selanjutnya Bentuk perlindungan yang dapat dilakukan pembeli piutang jika terjadi gagalnya pembayaran pada proses ini jika perjanjian dibuat dengan klausula Recourse Factoring maka pembeli piutang dapat meminta pertangungjawaban penjual piutang atas harga yang telah dibayarkan. Selanjutnya jika terdapat perjanjian penanggungan maka si penanggung diminta melunasi hutang debitur kepada pembeli piutang sekalipun dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh penanggung tersebut.

This thesis takes the theme of Seller's Receivable Responsibility and Legal Protection Against Purchaser Receivable In Receivable Billing On Factoring Transactions. The problems studied are 3 (three) things, namely, first about the responsibility of the Seller of Receivables in the event of failure of receivable billing by Buyer Receivable. Secondly, regarding the form of legal protection for Buyer Receivable from default of debt payment. Thirdly, regarding the view of the Panel of Judges on the occurrence of unsuccessful payments on factoring transactions. Research conducted using legal research method is juridical normative, that is research of library law or legal research based on primary, secondary, and tertiary data. The result of the research indicates that the failure of debt payment by the debtor, the responsibility of the seller of the receivable depends on what has been agreed in the factoring agreement. If the agreement is agreed with With Recourse Factoring, then the seller of the receivable will be responsible for paying off the receivable in case the buyer of the receivable does not receive the receivables from the debtor either in whole or in part. Further form of protection that can be purchaser of receivable in case of failure of payment in this process if agreement made with clause of Recourse Factoring then buyer of receivable can request accountant seller responsibility of price already paid. Furthermore, if there is a guarantee agreement then the insurer is required to repay the debtor's debt to the buyer of the receivables even with the assets owned by the insurer."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Tarmizi
"Hukum perjanjian yang diatur dalam Buku Skripsi, Ketiga KUHPerdata menganut sistem terbuka, artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar Undang-Undang , Ketertiban Umum dan Kesusilaan. Jadi, sistem terbuka mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian (berkontrak) sesuai dengan pasa 1338 KUHPerdata. Selanjutnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya diatur secara khusus beberapa perjanjian saja (perjanjian bernama). Jadi, ada perjanjian-perjanjian lainnya yang tidak diatur dalam KUHPerdata (onbenoemde overeenkomst atau perjanjian yang tidak mempunyai nama khusus) sehingga bisa mengikuti perkembangan masyarakat dan kemauan para pihak. Salah satu jenis perjanjian yang tidak bernama, yang baru beberapa tahun ini diperkenalkan di Indonesia adalah Factoring (Anjak Piutang). Sedangkan dinegara-negara Barat Factoring (Anjak Piutang) sudah dikenal sejak tiga puluh tahun yang lalu. Factoring (Anjak Piutang) itu sendiri adalah bentuk pembiayaan dalam bentuk pengalihan piutang perusahaan kepada perusahaan Factor. Tujuan digunakannya Factoring (Anjak Piutang) di Indonesia adalah untuk membantu produsen dalam mengatasi "cash flow" perusahaannya, dimana akhir-akhir ini sering dilakukan penjualan secara kredit. Perusahaan Factor atau yang lazimnya disebut Factor, membeli piutang nasabah atau klien yang timbul · sebagai akibat dari transaksi dagang, biasanya dilakukan secara terus menerus, sehingga nasabah atau klien pada dasarnya sekaligus memindahkan urusan penagihan dan pembukuan piutangnya kepada Factor. Di Indonesia sendiri, peraturan yang secara khusus mengatur tentang Factoring (Anjak Piutang) ini belum ada, tetapi hanya diatur secara umum dalam Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Perobiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan. No. 1251/KMK.O13/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Sehingga sebagai suatu lembaga hukum perjanjian yang relatif baru, factoring (anjak piutang) perlu ditelaah lebih jauh daripada sekedar dikenai masyarakat terbatas sebagai suatu cara pembiayaan perusahaan atau cara pengalihan piutang perusahaan (produsen) keperusahaan Factor. Sampai berapa jauhkah suatu perjanjian (kontrak) factoring (anjak piutang) ditunjang olen peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang mengadakan hubungan hukum. Sehubungan dengan adanya rencana pembentukan suatu hukum perjanjian nasional yang akan dapat memenuhi aspirasi bangsa kita, maka yang menjadi masalah adalah sampai berapa jauhkan kehadiran lembaga factoring (anjak piutang) ini dapat memberikan masukan-masukan (input) baik yang merupakan asas-asas umum maupun yang berbentuk konstruksi penerapan perjanjian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>