Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miftahul Hilmi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S23203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya
"Tingkat kredit macet yang tinggi dapat menurunkan profitabilitas dan likuiditas keuangan bank yang berakibat pada penurunan anggapan kesehatan bank di mata masyarakat maupun dunia perbankan. Terhadap kredit macet bank akan melakukan berbagai upaya penyelesaian seperti penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Apabila upaya tersebut tidak berhasil, maka akan dilakukan penghapusbukuan tanpa menghilangkan hak tagih bank terhadap kredit tersebut, yang dapat diikuti dengan dilakukannya penghapustagihan. Pada kenyataannya masih terdapat ketidakjelasan dalam proses pelaksanaan serta dampak kepastian hukum atas dilakukannya tindakan ini. Skripsi ini meneliti lebih lanjut mengenai proses pelaksanaan penghapusbukuan dan penghapustagihan pada Bank BUMN terutama setelah diberlakukannya PP No. 33 Tahun 2006 yang memberikan banyak perubahan serta dampak yang ditimbulkan. Metode penelitian yang digunakan adalah normatis-yuridis yaitu dengan mengaitkan permasalahan terhadap norma hukum terkait perbankan yang berlaku di Indonesia ditambah dengan peninjauan pada Bank X untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Pada kesimpulannya, proses penghapusbukuan dan penghapustagihan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan internal masing-masing Bank BUMN dan membawa dampak baik positif maupun negatif bagi bank dan debitur.

High level of non-performing loans may decrease the profitability and liquidity of the bank's financial result that may affected the bank's health perception in the eyes of society and the world of banking. Against bad loans the bank will make various efforts to settle such as rescheduling, reconditioning, and restructuring. If these efforts are not successful, it will be done with write-off without removing the bank's right to claim the credit, which can be followed by doing the hair cut. In case there is still a lack of clarity in the implementation process and the impact of legal certainty for commission of these acts. This research further investigates the implementation process of write-off and hair cut on state-owned banks, especially after the enactment of Government Regulation No. 33 on Year 2006 which gives a lot of changes and impacts. The method used in this research is by linking the normative juridical issues related to the legal norms applicable in the Indonesian banking coupled with observation to X Bank to complete the required data. In conclusion, write-off and hair cut process is conducted in accordance with the internal policies of each state-owned bank and bring both positive and negative effects for bank and debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Bambang T.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S22962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Carolina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S23929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fianti Femilia M.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S23049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Swastika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S24131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matondang, Hermanus
"Tesis ini membahas mengenai penagihan, penghapusbukuan, dan penghapustagihan piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Piutang LPEI merupakan hak yang harus dibayarkan kepada LPEI. LPEI telah banyak menyalurkan pembiayaan dalam rangka mendukung program ekspor nasional. Namun demikian, piutang yang berupa pembiayaan bermasalah LPEI (kurang lancar, diragukan, dan macet) sejak tahun 2014 s.d. 2020 terus meningkat, bahkan di tahun 2020 piutang macet LPEI telah mencapai lebih dari 18 triliun rupiah. Sementara itu, pengaturan mengenai piutang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 hanya mengatur mengenai syarat piutang yang dapat dihapusbukukan, syarat mengenai piutang yang dapat dihapustagihkan, kewenangan penghapusbukuan, dan kewenangan penghapustagihan serta mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai penghapusbukuan dan penghapustagihan dimaksud dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dengan metode normatif-empiris, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengetahui mengenai pengaturan mengenai penagihan, penghapusbukuan, dan penghapustagihan piutang LPEI serta untuk menganalisa dan mengetahui mengenai pelaksanaan penagihan, penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang tersebut oleh LPEI.

This thesis discusses the collection, write-off of account, and write-off of Indonesian Export Financing Agency (LPEI) receivables. LPEI’s receivables are rights that must be paid to LPEI. LPEI has disbursed a lot of financing in order to support the national export program. However, debt in the form of non-performing financing from LPEI (substandard, doubtful, and loss) since 2014 to 2020 continues to increase, even in 2020 LPEI's non-performing loans have reached more than 18 trillion rupiahs. Meanwhile, the regulation on receivables in Law Number 2 of 2009 only regulates the terms of write off of account receivable, write-off of receiveables, the authority to write off of account, the authority to write-off of receivables and the mandate further provisions regarding write-offs account and write-offs as referred to in the Regulation of the Minister of Finance. By using the normative-empirical method, this study aims to analyze and find out about the arrangements regarding the collection, write-off of account, and write-off of LPEI’s receivables as well as to analyze and determine the implementation of the collection, write-off of account, and write-off of LPEI’s receiveables."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Kuntoro
"Upaya hukum penyelesaisan kredit perbankan bermasalah berupa eksekusi barang jaminan berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata, Pasal 224 HIR/256 Rbg, Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 49 Prp tahun 1960 dan perikatan lainnya yang dibuat antara bank dengan pemilik barang jaminan atau penanggung hutang, dalam praktik belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena adanya kendala dan faktor-faktor penghambat, baik yang datang dari unsur manusia yang terlibat maupun unsur ketidakpastian dari ketentuan hukum yang mengaturnya.
Penggunaan lembaga penyanderaan (gijzeling) yang diatur dalam Pasal 209 sampai dengan Pasal 224 HIR dan Pasal 242 sampai dengan Pasal 258 Rbg diharapkan dapat menjadi salah satu sarana dalam upaya penyelesaian kredit perbankan bermasalah, tetapi ternyata berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2/1964 tanggal 22-01-1964 dan Nomor 4 tahun 1975 tanggal 1-12-1975 ketentuan-ketentuan tersebut telah dinyatakan dihapus dan tidak diberlakukan lagi dengan alasan bertentangan dengan perikemanusiaan. Ditinjau dari asas Lax Superior derogat legi inferiors, Surat Edaran Mahkamah Agung yang berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tidak termasuk salah satu jenis peraturan perundang-undangan, Surat Edaran tersebut tidak dapat menghapus ataupun tidak memberlakukan ketentuan HIR dan Rbg yang merupakan peraturan yang sederajat Algement Maatregel van Bestuur dan ordonansi yang menurut tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia saat ini setingkat dengan undang-undang.
Dari segi kriteria orang yang disandera, mengacu pada bunyi Pasal 209 ayat (1) HIR dan Pasal 242 ayat (1) Rbg, penyanderaan bertentangan dengan Sila Kedua Pancasila karena yang dikenakan adalah orang miskin yang tidak ada atau tidak cukup barang untuk memenuhi keputusan pengadilan, tetapi dari segi kemanfaatannya bagi masyarakat substansi lembaga penyanderaan dikaitkan dengan Sila Kedua Pancasila "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" yang menjamin adanya Justitie Protectiva dan Justitia Vindicativa penyanderaan terhadap debitor yang tidak beritikad baik tidak bertentangan dengan Sila Kedua Pancasila. Diberlakukannya kembali ketentuan hukum mengenai penyanderaan akan membantu penyelesaian kredit perbankan bermasalah karena akan berfungsi selaku sarana social control sekaligus social engineering terhadap perilaku debitor dan kreditor.
Agar lembaga penyanderaan dapat menjadi sarana yang efektif dalam upaya penyelesaian kredit perbankan bermasalah, perlu diadakan reformasi ketentuan yang mengatur terutama mengenai objek yang dapat dikenakan."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>