Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162449 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
I Gede Aldi Pradana
"ABSTRAK
Badan Usaha Milik Daerah Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya DKI Jakarta merupakan salah satu pelaku usaha bidang properti yang keuntungan atau kerugiannya dapat berdampak langsung kepada penghasilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Pendapatan Asli Daerah PAD , dalam melakukan kegiatan usahanya PD. Pembangunan Sarana Jaya melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk mendayagunakan aset-aset yang dimiliki secara maksimal untuk menghasilkan keuntungun bagi perusahaan. Kerjasama terebut salah satunya dalam bentuk perjanjian Build Operatae and Transfer BOT atau dalam hukum indonesia dikenal dengan nama perjanjian Bangun Guna Serah BGS perjanjian BOT memiliki 3 tiga tahapan yaitu build/membangun operate/mengelola dan transfer/menyerahkan kepada pemilik lahan, perjanjian BOT merupakan perjanjian dengan jangka waktu dan biaya investasi tinggi sehingga perjanjian harus dibuat dengan baik dan benar dan telah mengakomodir segala kemungkinan yang terjadi untuk jangka waktu perjanjian, penerapan dan pelakanaan perjanjian BOT oleh PD. Pembangunan Sarana Jaya terikat oleh aturan-aturan yang diterbitkan oleh pemeintah baik pusat maupun daerah, sehingga asas kebebasan berkontrak tidak dapat diterapkan secara mutlak dalam menyusun perjanjian, dalam perjanjian dikenal adanya asas pacta sun servanda yang berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak dan menjadi undang-undang yang harus ditepati dan dijalankan, adanya opsi perpanjangan pengelolaan dalam perjanjian BOT di PD. Pembangunan Sarana Jaya berpotensi menimbulkan masalah, asas Rebus Sic Stantibus yang berarti perubahan suatu keadaan yang fundamental dapat dijadikan dasar untuk salah satu pihak melakukan renegosiasi atas suatu perjanjian terlebih perjanjian yang berjangka waktu panjang dan dengan biaya besar, asas Rebus Sic Statibus diwujudkan dalam klausul hardship dalam suatu perjanjian. Kata kunci :Perjanjian, Build Operate Transfer BOT , opsi perpanjangan, Rebus Sic Stantibus/ Klausul harship

ABSTRACT
DKI Jakarta rsquo s State Owned Enterprise Pembangunan Sarana Jaya Local Company Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya is one of the business actor in the property line of business whose profit or losses may directly affect to the DKI Jakarta Local Government rsquo s revenue through the Original Regional Revenues Pendapatan Asli Daerah PAD , in conduting their business activities, PD Pembangunan Sarana Jaya commences mutual cooperation with other parties to use effectively the owned assets in maximum to produce profit for company. One of the cooperation is in Build Operate and Transfer BOT agreement or in Indonesia Law is known as Bangun Guna Serah BGS agreement. BOT agreement has 3 three stages which are build, operate and transfer to the land owner, BOT Agreement is the agreement with certain period of time and high investment cost therefore such agreement must be made well and correct and already accomodate all possibilities who may occur during the time period, application and execution of BOT Agreement by PD Pembangunan Sarana Jaya is bound with regulations issued by the central government or local government, therefore the freedom of contract principle cannot be absolutely applied in drafting the agreement, in the agreement is already known the pacta sun servand principle which means that agreement binds the parties and becomes law that must be fulfilled and executed, the management extension option in PD Pembangunan Sarana Jaya rsquo s BOT Agreement potentially create issues, Rebus sic Stantibus principle which means the fundamental change of condition on which could be the basis to one of parties conduct renegotiation of the agreement even more the agreement who has long period of time and with big cost, Rebus sic Stantibus principle is transformed in hardship clause in the agreement. "
2018
T50993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Sanyoto
"PT. TELKOM dalam membangun Fasilitas Telekomunikasinya membutuhkan dana yang besar, sehingga mengikutsertakan pihak investor (swasta) dalam pelaksanaan pembangunannya. SeteIah diberlakukannya UU Nomor : 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dimana pihak swasta diperbolehkan sebagai penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi, maka terlihat adanya peningkatan peran pihak swasta dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi, balk sebagai penyelenggara telekomunikasi maupun sebagai investor dengan melakukan kerja sama di perusahaan telekomunikasi. Dengan adanya peran sektor swasta yang lebih luas di PT. TELKOM, maka diharapkan dapat mempercepat pembangunan fasilitas telekomunikasi di PT. TELKOM khususnya di daerahdaerah yang belum terjangkau oleh fasiltas telekomunikasi.
Pokok Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini adalah mengenai pelaksanaan pembangunan Fasilitas Telekomunikasinya dengan menggunakan sistem Build Operate and Transfer (HOT), mengenai Hak dan Kewajiban antara pihak PT. TELKOM dan pihak Mitra dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pola Build Operate and Transfer, dan mengenai cars penyelesaian perselisihan jika terjadi perselisihan antara pihak PT. TELKOM dengan pihak Mitra.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu dengan memaparkan obyek penelitian untuk kemudian dilakukan pembahasan terhadap permasalahan sehubungan dengan obyek tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian lapangan, penulis melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yaitu pejabat atau karyawan yang bekerja di PT. TELKOM maupun beberapa narasumber yang berhubungan dengan penulisan.
Dari uraian tersebut maka disimpulkan bahwa : PT. TELKOM dalam melaksanakan pembangunan Fasilitas Telekomunikasinya dengan menggunakan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pola Build Operate and Transfer (BOT), dengan demikian PT. TELKOM tidak perlu mengeluarkan dana untuk pembangunan tetapi yang mengeluarkan dana adalah pihak Mitra. Hak dan Kewajiban para pihak dalam melaksanakan PI(S dengan pola BOT adalah : a. Pihak Mitra dan PT. TELKOM memperoleh pembagian pendapatan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. b. Pihak PT. TELKOM menerima penyerahan kepemilikan (Transfer of Title) atas hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh Mitra kepada PT. TELKOM pada akhir kerjasama. Apabila dikemudian hari terjadi perselisihan antara para pihak, maka para pihak sepakat untuk terlebih dahulu menyelesaikan masalah tersebut secara musyawarah. Akan tetapi apabila musyawarah tersebut tidak menghasilkan kata sepakat, maka para pihak akan menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase yang telah disetujui oleh para pihak atau di Pengadilan Negeri."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Kristanto
"[ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang Perjanjian Bangun Guna Serah (Build, Operate
and Transfer/ BOT) yang merupakan istilah baru dalam kegiatan ekonomi
Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah
penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan menggunakan alat
pengumpul data yang berupa studi dokumen baik data primer maupun data
sekunder. Adapun pengertian BOT adalah pemanfaatan barang milik kekayaan
negara atau swasta/ perorangan yang berupa tanah oleh pihak lain, dimana pihak
tersebut diberikan hak untuk membangun bangunan dan/ atau sarana lain berikut
fasilitas di atas tanah tersebut, serta mendayagunakannya dalam jangka waktu
tertentu, untuk kemudian menyerahkan kembali tanah, bangunan, dan/ atau sarana
lain berikut fasilitas tersebut beserta pendayagunaannya kepada Departemen/
Lembaga atau pemilik lahan bersangkutan setelah berakhirnya jangka waktu yang
disepakati. Dalam perjanjian BOT ada kemungkinan terjadinya wanprestasi,
dalam hal ini wanprestasi terjadi antara PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk.; Dana
Pensiun BRI Dengan PT. Mulia Persada Pacific. PT. Mulia Persada Pacific
dianggap melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi beberapa kewajibannya
yang sudah diperjanjikan yang pada akhirnya harus diselesaikan melalui
pengadilan yang berakibat pada berakhirnya perjanjian BOT tersebut dan PT.
Mulia Persada Pacific harus membayar biaya ganti rugi, denda dan bunga serta
biaya perkaranya. Hasil penelitian ini menyarankan agar perjanjian BOT perlu
segera dibuat pengaturan khusus yang dapat berupa peraturan perundangundangan
ataupun peraturan pemerintah serta para pihak yang berkepentingan
dalam perjanjian BOT harus lebih selektif dalam memilih mitra kerjasamanya.

ABSTRACT
This study discusses about the Build Agreement To Deliver ( Build , Operate and
Transfer / BOT ) which is a relatively new term in the Indonesian economic
activities . The method that used in this thesis is the research literature normative
juridical and use data collection tool in the form of studies document both the
primary data and secondary data. The definition of the BOT is the use of state
property or private property / individuals in the form of land by another party ,
where the party is given the right to build a building and / or other means the
following facilities on the land , and use it within a certain period , and then
handed back to the land , building , and / or other means of following the facility
along and right to use it to the Department / Institution or relevant land owner
after the expiration of the agreed period . In a BOT agreement is no possibility of
default , in which case default occurs between PT . Bank Rakyat Indonesia , Tbk .
; BRI Pension Fund With PT . Mulia Persada Pacific . PT . Mulia Persada Pacific
considered in default because it did not meet some of its obligations as they fall
due , which in turn must be resolved through the courts that resulted in the
expiration of the BOT agreement and PT . Mulia Persada Pacific should pay
indemnity costs , penalties and interest as well as the cost of its case . The result of
this study suggest that the BOT agreement needs to be made special regulation
that can be either legislation or regulation and as stakeholders in BOT agreement
should be more selective in choosing their cooperration partners.;This study discusses about the Build Agreement To Deliver ( Build , Operate and
Transfer / BOT ) which is a relatively new term in the Indonesian economic
activities . The method that used in this thesis is the research literature normative
juridical and use data collection tool in the form of studies document both the
primary data and secondary data. The definition of the BOT is the use of state
property or private property / individuals in the form of land by another party ,
where the party is given the right to build a building and / or other means the
following facilities on the land , and use it within a certain period , and then
handed back to the land , building , and / or other means of following the facility
along and right to use it to the Department / Institution or relevant land owner
after the expiration of the agreed period . In a BOT agreement is no possibility of
default , in which case default occurs between PT . Bank Rakyat Indonesia , Tbk .
; BRI Pension Fund With PT . Mulia Persada Pacific . PT . Mulia Persada Pacific
considered in default because it did not meet some of its obligations as they fall
due , which in turn must be resolved through the courts that resulted in the
expiration of the BOT agreement and PT . Mulia Persada Pacific should pay
indemnity costs , penalties and interest as well as the cost of its case . The result of
this study suggest that the BOT agreement needs to be made special regulation
that can be either legislation or regulation and as stakeholders in BOT agreement
should be more selective in choosing their cooperration partners.;This study discusses about the Build Agreement To Deliver ( Build , Operate and
Transfer / BOT ) which is a relatively new term in the Indonesian economic
activities . The method that used in this thesis is the research literature normative
juridical and use data collection tool in the form of studies document both the
primary data and secondary data. The definition of the BOT is the use of state
property or private property / individuals in the form of land by another party ,
where the party is given the right to build a building and / or other means the
following facilities on the land , and use it within a certain period , and then
handed back to the land , building , and / or other means of following the facility
along and right to use it to the Department / Institution or relevant land owner
after the expiration of the agreed period . In a BOT agreement is no possibility of
default , in which case default occurs between PT . Bank Rakyat Indonesia , Tbk .
; BRI Pension Fund With PT . Mulia Persada Pacific . PT . Mulia Persada Pacific
considered in default because it did not meet some of its obligations as they fall
due , which in turn must be resolved through the courts that resulted in the
expiration of the BOT agreement and PT . Mulia Persada Pacific should pay
indemnity costs , penalties and interest as well as the cost of its case . The result of
this study suggest that the BOT agreement needs to be made special regulation
that can be either legislation or regulation and as stakeholders in BOT agreement
should be more selective in choosing their cooperration partners., This study discusses about the Build Agreement To Deliver ( Build , Operate and
Transfer / BOT ) which is a relatively new term in the Indonesian economic
activities . The method that used in this thesis is the research literature normative
juridical and use data collection tool in the form of studies document both the
primary data and secondary data. The definition of the BOT is the use of state
property or private property / individuals in the form of land by another party ,
where the party is given the right to build a building and / or other means the
following facilities on the land , and use it within a certain period , and then
handed back to the land , building , and / or other means of following the facility
along and right to use it to the Department / Institution or relevant land owner
after the expiration of the agreed period . In a BOT agreement is no possibility of
default , in which case default occurs between PT . Bank Rakyat Indonesia , Tbk .
; BRI Pension Fund With PT . Mulia Persada Pacific . PT . Mulia Persada Pacific
considered in default because it did not meet some of its obligations as they fall
due , which in turn must be resolved through the courts that resulted in the
expiration of the BOT agreement and PT . Mulia Persada Pacific should pay
indemnity costs , penalties and interest as well as the cost of its case . The result of
this study suggest that the BOT agreement needs to be made special regulation
that can be either legislation or regulation and as stakeholders in BOT agreement
should be more selective in choosing their cooperration partners.]"
2015
T43024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Legimun Sentono
"Sarana Telekomunikasi menduduki peran strategis karena menyangkut aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia, baik aspek sosial, politik, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan. Bagi Indonesia yang sedang membangun, sungguh terasa betapa kebutuhan akan sarana telekomunikasi demikian tinggi, terutama untuk menunjang pertumbuhan sektor ekonomi yang sangat pesat. Dalam kenyataannya sarana telekomunikasi yang tersedia masih sangat minim. Hal demikian adalah disebabkan minimnya dana yang tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pemerintah membuat terobosan dengan memberi peluang kepada swasta untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan sarana telekomunikasi di tanah air, yang tertuang dalam bagian Menimbang UU No. 3/1989 tentang Telekomunikasi. Hal tersebut merupakan momentum dalam sejarah pertelekomunikasian di Indonesia karena memberikan dampak yang sangat besar dalam menunjang percepatan pembangunan sarana telekomunikasi. Dampak positip tersebut tentu saja tidak lepas dari timbulnya permasalahan-permasalahan yang membuntutinya. Permasalahan yang timbul dapat menyangkut tentang hubungan hukum antara PERUMTEL dengan pihak swasta sebagai mitra kerjasamanya, besarnya peranan swasta dalam bidang yang selama ini dianggap· sebagai bidang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, sampai dengan adanya issu-issu swastanisasi. Permasalahan lain yang ada dalam tulisan ini adalah berubahnya status PERUMTEL menjadi PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA sementara perjanjiannya dengan pihak BAKRIE sedang berlangsung. Hal-hal pokok demikianlah yang penulis bahas dalam skripsi ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defrian Satria Ananda
"Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengusahaan jalan tol dalam bentuk Bangun Guna Serah (Bulid Operate Transfer) di Indonesia mulai berkembang sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang kemudian diikuti dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Pemisahan antara Regulator dengan Operator Jalan Tol yang diamanatkan dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut dinilai sebagai salah satu langkah maju yang dapat mendorong perkembangan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengusahaan jalan tol dalam bentuk Bangun Guna Serah (Bulid Operate Transfer) di Indonesia.
Selain dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut pengaturan mengenai Kerjasama Pemerintah dengan Swasta sendiri diatur pula dalam peraturan perundang-undangan lainnya, baik yang bersifat umum untuk mengatur Kerjasama Pemerintah dengan Swasta maupun yang terkait dengan perbendaharaan Negara/pengelolaan barang milik Negara. Di dalam peraturan-peraturan perundang-undangan tersebut diatur pula mengenai pengalihan proyek Kerjasama Pemerintah dengan Swasta tersebut di akhir masa konsesi.
Penelitian ini akan berusaha menjawab permasalahan yang terkait dengan pengaturanpengaturan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengusahaan jalan tol dalam bentuk Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer) di Indonesia yang diatur dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas, serta permasalahan terkait dengan pengalihan jalan tol tersebut di akhir masa konsesi.
Penelitian dilakukan dengan cara menganalisa peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta tersebut, baik yang bersifat umum, sektoral maupun yang terkait dengan perbendaharaan Negara atau pengelolaan barang milik Negara serta dengan menganalisa Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol yang menjadi landasan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengusahaan jalan tol.
Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa masih terdapat aturan-aturan yang tidak tersinkronisasi dan terintegrasi satu sama lain dan ditemukan pula adanya inkonsistensi dalam pengaturan serta ketidaklengkapan aturan main dalam PPJT khususnya terkait dengan pengalihan jalan tol di akhir masa konsesi.

Public Private Partnership in toll road concession in the form of Build Operate Transfer in Indonesia began to grow since the enactment of Law No. 38 of 2004 about Road, which was followed by the establishment of the Government Regulation No. 15 of 2005 about The Toll Road. The separation between the toll road Regulator with the toll road Operator which mandated in the aforementioned legislations is considered as a step forward that can boost the development of the Public Private Partnerships in toll road concession in the form of Build Operate Transfer in Indonesia.
In addition to the aforementioned legislation, the regulation regarding Public Private Partnerships also regulated in other legislation, legislation regarding Public Private Partnerships in general and with regards to the State treasury / management of state property. In those regulations, also regulated the transfer of Public Private Partnership projects at the end of the concession period.
This reaserch will attempt to answer the problems associated with the regulation of Public Private Partnership in toll road concession in the form of Build Operate Transfer in Indonesia which is set in a wide range of legislation, as mentioned above, as well as problems related to transfer of the toll road at the end of the concession period.
The reaserch was conducted by analyzing the rules and regulations related to the Public Private Partnership, both in general, sectoral or in regards to the State treasury / management of state property as well as by analyzing The Toll Road Concession Agreement on which became the basis of Public Private Partnership in toll road concession.
The results of these reaserch found that there are rules that are not synchronized and integrated with one another and also found inconsistencies in the setting and the incompleteness of the rules in The Toll Road Concession Agreement, especially related to the transfer of the toll road at the end of the concession period.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febri Indriyani Fasry
"Perjanjian Build, Operate and Transfer sering ditemukan dalam praktek pembangunan proyek berskala besar. Perjanjian BOT antara PT. Bank Rakyat Indonesia dan Dana Pensiun BRI dengan PT. Mulia Persada Pacific terjadi selama 30 tahun. Dikarenakan terbukti wanprestasi hakim memutuskan perjanjian berakhir padahal hak pengelolan Investor masih sampai 10 tahun lagi. Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah perlindungan hukum terhadap PT. Mulia Persada Pacific selaku Investor yang terbukti wanprestasi terhadap putusan hakim yang menyatakan perjanjian berakhir (pembatalan perjanjian) dan restorasi (pengembalian prestasi) tehadap PT. Mulia Persada Pacific selaku pihak yang terbukti wanprestasi.

Build Operate And Transfer (BOT) Agreement mostly found in some major development project. Build, Operate And Transfer (BOT) Agreement between PT. Bank Rakyat Indonesia and Dana Pensiun BRI with PT. Mulia Persada Pasific has been occured for thirty years. It because has been proven there is a default, The Judge had annuled that the agreement ended even though the invest management is still running for the next ten years. Based from the things above, this thesis will discuss the issues about the legal protection of PT. Mulia Persada Pasific as the investor who already been proven default of The Judge Annualment which stated about the end of agreement (agreement cancelation) and the restoration (returning pledge) of PT. Mulia Persada Pasific as the party who has been prove defaulted."
2016
S62477
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Anna Zatika
"Tesis ini mengkaji tentang kesesuaian tahapan pelaksanaan pembangunan Jalan Tol Ruas Bakauheni-Terbanggi Besar dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta peran Pemerintah dalam hal pendanaan dan penjaminan yang mendasarkan perjanjian kerjasama dengan pola Bangun Guna Serah dalam pembangunan Jalan Tol tersebut. Dalam penelitian ini, Pemerintah bertindak sebagai pemegang hak atas tanah yang diwakili oleh Badan Pengatur Jalan Tol, yang menunjuk PT Hutama Karya (Persero) sebagai investor dan disebut dengan Badan Usaha Jalan Tol. Tesis ini disusun dengan metode penulisan hukum normatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa seluruh tahapan pelaksanaan pembangunan Jalan Tol Ruas Bakauheni-Terbanggi Besar telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimulai dengan adanya kesepakatan antara Pemerintah dengan investor yang tertulis dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol Trans Sumatera Ruas Bakauheni-Terbanggi Besar. Selanjutnya, investor diberikan hak pengusahaan Jalan Tol untuk pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Masa konsesi yang diberikan Pemerintah kepada investor adalah selama 40 (empat puluh) tahun. Setelah masa konsesi berakhir, investor harus menyerahkan kembali Ruas Jalan Tol tersebut kepada Pemerintah. Hal baru di dalam pelaksanaan pembangunan Jalan Tol Ruas ini bahwa Pemerintah berperan memberikan tambahan Penyertaan Modal Negara kepada bagian ekuitas PT Hutama Karya (Persero) selaku investor, serta memberikan jaminan penggantian kerugian kepada investor apabila pendapatan atas tol tidak mencukupi nilai investasi yang telah dikeluarkan.

This Thesis examines the suitability of stages on implementing the construction of Bakauheni-Terbanggi Besar Toll Road with the applicable regulations and the role of the Government in terms of funding and guarantees based on the cooperative agreement of Build Operate Transfer contract model of the Toll Road. In this research, Government acts as the holder of the land's right represented by the Toll Road Regulatory Agency, which appoints PT Hutama Karya (Persero) as an investor and is referres to as the Toll Road Business Entity. This Thesis is prepared using the normative legal research to result descriptive qualitative datas. The results of the research concluded that all stages of the construction of Bakauheni-Terbanggi Besar Toll Road have been in accordance with applicable regulations, began with an agreement between Government and PT Hutama Karya (Persero) as an investor, that is written in the Concession Agreement for the Trans Sumatera Toll Road of Bakauheni-Terbanggi Besar Section. Furthermore, investors are given concession rights for Toll Road for funding, technical planning, construction, operation and maintenance in accordance with Government Regulations Number 15 of 2005 concerning Toll Road. The concession period granted by the Government to investor for about 40 (forty) years. After the concession period is over, investors must return the Toll Road section to the Government. New things found in this construction, that is the Government has the role of providing additional State Capital Participation to the equity section of PT Hutama Karya (Persero). The Government also guarantees investor compensation if the revenues from the Toll Road are insufficient to the investment values that has been spent."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>