Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104885 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pohan, Sihard Hadjopan
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S22842
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Tommy H.
"Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi keuangan mengakibatkan makin mendunianya perdagangan barang dan jasa serta ants finansial yang mengikutinya. Kemajuan tersebut justru memberikan kesempatan bagi berkembangnya kejahatan, khususnya kejahatan kerah putih (white collar crime). Kejahatan kerah putih sudah berkembang pada taraf trans-national dan terorganisir secara rapih, sehingga sulit untuk dideteksi.
Pelaku kejahatan selalu berusaha menyelamatkan uang hasil kejahatannya melalui berbagai cara, salah satunya dengan melakukan pencucian uang (money laundering). Dengan cara ini mereka mencoba untuk mencuci sesuatu yang didapat secara illegal menjadi suatu bentuk yang terlihat legal. Salah satu teknik pencucian uang yang kerap dilakukan adalah melalui industri perbankan. Hal itu disebabkan karena bank banyak menawarkan jasa jasa dalam lalu lintas keuangan yang dapat menyembunyikan atau menyamarkan asal usul suatu dana, yaitu private banking dan electronic banking (wire transfer system).
Untuk mencegah praktek pencucian uang melalui industri perbankan, maka bank mempunyai beberapa kewajiban yang harus dipatuhinya, yaitu laporan atas transaksi mencurigakan, penerapan prinsip Know Your Customer (KYC), larangan melakukan tipping of serta larangan merahasiakan dokumen dan keterangan lainnya. Pasai 6 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 adalah pasal yang mengkriminalisasi perbuatan pencucian uang oleh penyedia jasa keuangan. Ketentuan Pasal 6 tersebut memang tidak hanya terbatas bagi penyedia jasa keuangan saja, akan tetapi berlaku pula bagi setiap orang yang menerima penempatan atau melaksanakan pentransferan uang basil kejahatan, namun dalam kehidupan sehari-hari yang iaaim melakukan penerimaan, penempatan danlatau pentransferan uang adalah penyedia jasa keuangan, khususnya bank.
Dari rumusan Pasal 4 dan 5 UU No. 15 Tabun 2002, dapat disimpulkan bahwa bank (korporasi) yang terbukti melakukan tindak pidan pencucian uang, maka pemidanaannya dapat dijatuhkan balk terhadap bank (korporasi) itu sendiri maupun terhadap pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi danlatau kuasa pengurus atas nama korporasi. Mengenai pidana yang dapat dijatuhkan terhadap bank (korporasi) adalah pidana denda, dan juga pidana tambahan berupa pencabutan usaha danlatau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Maria Wendalina Hasudungan
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Macdalena Marisa Indrani
"Tantangan perbankan dimasa mendatang dalam era globalisasi dan pasar bebas cukup berat. Risiko tetap harus menjadi pertimbangan yang penting walaupun pada saat industri perbankan dan perekenomian Indonesia mengalami pertumbuhan cukup tinggi agar tidak menjadi potensi masalah kredit macet dan kerugian yang terakumulasi di waktu mendatang. Ada risiko-risiko kegiatan usaha perbankan yang dapat menimbulkan kerugian bank, antara lain Risiko Hukum yang harus dikendalikan (control) dan dikelola (manage) sehingga dapat melindungi kepentingan bank dari segi hukum.
Mitigasi Risiko Hukum bagi perbankan terkait antara lain dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dalam pembuatan akta perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian pelengkapnya. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian kepustakaan, yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis dan wawancara dengan narasumber.
Penggunaan perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian pelengkapnya dalam bentuk akta otentik membantu dalam penerapan manajemen risiko bagi bank umum dengan memitigasi Risiko Hukum yang disebabkan oleh antara lain adanya gugatan hukum dalam hal terjadi sengketa di pengadilan, Dalam hal terjadi sengketa di pengadilan, Hakim menganggap akta perjanjian kredit dan perjanjianperjanjian pelengkapnya yang dibuat sebagai akta otentik adalah mengikat kedua belah pihak karena mempunyai kekuatan pembuktian secara lahiriah, formil dan materill sehingga memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak Bank.

In the future, challenges for banks in the era of globalization and free trade market are quite hard. Risk still must be an important consideration although at the time when the banking industry and the Indonesian economy are experiencing quite high growth in order to prevent potential non performing loans and accumulation of losses in the future. There are risks involved in the banking business activity which can cause bank loss, one of the risks is Legal Risk that must be controlled and managed in order to protect the bank from legal side.
Mitigation of Legal Risk for banks is related to the agreements made by notary as the competent authority to make authentic deed in the making of credit agreement and its accessory agreements. Metodology of Research in this thesis is normatif research,which stress the use of secondary data or in the form of written legal norms and interview with the informan.
The use of credit agreement and its accessory agreement in the form of authentic deed helps in the implementation of risk management for commercial banks by mitigating the legal risk caused among others by law suit in the case of dispute in the court. In the case of dispute in the court, judges make presumption that the credit agreement and its accessory agreements in the form of authentic deed are legally binding to both parties because these authentic deeds have the strength of evidence in appearance, formal and material so that provide legal certainty and protection to the bank.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31898
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 1999
S24193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siahaan, Juventhy M.
"Dalam era modern seperti sekarang ini, perkembangan dan pertumbuhan bisnis melesat sangat cepat. Geliat laju perkembangan bisnis tersebut tentunya didukung dengan adanya sumber pendanaan/pembiayaan yang dapat berasal dari pinjaman ataupun kredit yang diperoleh para pengusaha selaku debitor dari pihak bank atau pihak ketiga lainnya selaku kreditor. Adapun salah satu kewajiban dari debitor adalah mengembalikan utangnya tersebut sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Namun demikian, tidak jarang debitor mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut atau debitor berhenti membayar. Oleh karena itu, keadaan ini membutuhkan penyelesaian.
Penyelesaian utang piutang yang terjadi diantara Debitor dengan Kreditor dapat dilakukan melalui Kepailitan ataupun pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Suatu penundaan pembayaran utang merupakan suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui suatu Putusan Hakim Niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk melakukan musyawarah mengenai cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya termasuk dengan cara merestrukturisasi hutang tersebut. Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diajukan oleh debitor sendiri maupun oleh kreditornya.
Permasalahan besar yang terjadi adalah Undang-Undang Kepailitan tidak mengatur bagaimana jika dalam penyelesaian permohonan PKPU terdapat dugaan adanya perbuatan curang yang dapat berupa penipuan, persekongkolan atau pemakaian upaya lain yang tidak jujur. Demi memenuhi ketentuan dan persyaratan perdamaian ini, maka tidak jarang debitor mengajukan kreditor fiktif (dengan bantuan pihak lain yang berperan seakan-akan merupakan kreditor) agar persyaratan perdamaian dalam PKPU tersebut dapat terpenuhi dan/atau debitor bekerjasama dengan salah salah kreditornya dengan menggelembungkan jumlah tagihan/piutang sehingga kreditor tersebut menjadi kreditor yang memiliki hak suara mayoritas dan pada akhirnya ketika dilakukan voting, maka perdamaian dapat dicapai dan PKPU tetap dapat dikabulkan, sehingga debitor tidak dipailitkan.
Adanya persoalan ini tentu juga terkait dengan tiga aspek penting yaitu Kepailitan dan PKPU, perdata dan pidana. Berkaitan dengan aspek-aspek tersebut, hal-hal ini juga terkait dengan masalah pembuktian. Persoalan ini juga menimbulkan ketidakjelasan kompetensi absolut dan ketidakjelasan penyelesaian perkara PKPU yang mengandung dugaan adanya penipuan, persekongkolan atau pemakaian upaya lain yang tidak jujur dalam proses perdamaian dalam PKPU.

In the modern era as now, developments and business growth streaking so fast. The pace of business developments and growth is certainly supported by the sources of funding/ financing that could come from loans or credits obtained by entrepreneurs as debtors from the bank or other third parties financing as creditors. As for one of the obligations of the debtor is to restore and return the debt to creditor as an obligation that should be done. However, it is not uncommon when debtors have difficulties to restore and return the debt or the debtor stops paying. Therefore, this situation requires a solution.
Settlement of debts that took place between the debtor with the creditor can be done through a bankruptcy filing or Suspension of Payment or in Bankruptcy Act Number 37 Year 2004 referred as Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). A Suspension of Payment is a period given by law through a Judge of Commercial Court verdict, where the creditors and debtors are given the opportunity to conduct deliberations on ways of payment owed by providing a payment plan all or some of its debts, including by means of restructure the debt.
Suspension of Payments may be filed by the debtor itself or by its creditors. The major problem that occurs is that the Bankruptcy Act does not regulate how if the settlement of Suspension of Payment (PKPU) obtained by a fraudulent, conspiracy or deception or the use of other measures that are not honest. In order to meet the requirement that stipulated in the Bankruptcy Act regarding the Suspension of Payment (PKPU), it is not uncommon if debtor use a fictitious creditors (with the help of other parties who act as if the creditor) in order to fulfilling the requirement of the Suspension of Payment (PKPU) or the debtor in cooperation with any one of its creditors by inflating the number of debt so that creditor would have a majority right in the voting and in the end the approval of reconciliation of Debtor and Creditors can be achieved and PKPU would be granted, so that the debtor not adjudicated in bankruptcy status.
The existence of this problem is certainly also linked to three important aspects, namely the Bankruptcy and PKPU, civil and criminal. With regard to these aspects, these things are also related to the issue of prove in court. It also raises the issue of vagueness of Courts that have a competence to adjudicate the Suspension of payment (PKPU) that obtained by fraudulent, conspiracy or deception or the use of other measures that are not honest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Febri Ivana
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S23770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>