Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146840 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desmayani Setianingsih
"Teknologi dalam bidang kedokteran telah mampu membantu pasangan suami isteri yang infertil (kurang subur) untuk mendapatkan anak melalui fertilisasi invitro, atau yang lebih dikenal dengan istilah "Bayi Tabung". Bayi-bayi tabung ini sudah menjadi pengemban hak dan kewajiban sejak ia dilahirkan hidup. Salah satu haknya sebagai subyek hukum adalah hak mewaris. Hak waris seorang anak yang dilahirkan melalui program bayi tabung ini sangat berkaitan erat dengan status hukumnya. Dengan mengetahui status hukum anak yang dilahirkan melalui program bayi tabung, maka kita dapat mengetahui pula hak warisnya. Status hukum bayi tabung yang berbeda-beda baik itu menurut hukum perdata barat maupun hukum Islam, sesuai dengan programnya; program bayi tabung yang menggunakan sperma suami dan ovum isteri, sperma donor atau rahim ibu pengganti (surrogate mother), menyebabkan hak waris anak tersebut menjadi berbeda-beda pula."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S21263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sigit N.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savitri
"Seorang manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap anggota masyarakat lainnya. Apabila seorang manusia tadi meninggal dunia, maka hak-hak dan kewajiban-kewajibannya tidak akan lenyap begitu saja Peristiwa ini menimbulkan masalah hukum baru, yaitu hukum waris. Hukum waris itu sendiri mengatur mengenai bagaimanakah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Masalah ini diatur oleh ketentuan Undang-undang. Namun kadang-kadang pewaris ingin menentukan sendiri sesuai dengan kehendaknya apa yang akan terjadi dengan kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Penentuan kehendak ini dinamakan wasiat atau testamen. Dengan testamen pewaris dapat menentukan siapa yang akan menjadi ahli waris. Tetapi terdapat pembatasan bagi pewaris dalam suatu pembuatan testamen, yaitu legitieme portie atau bagian mutlak, yang merupakan suatu bagian tertentu dari harta warisan yang harus diperuntukkan bagi ahli waris dalam garis lurus ke bawah maupun ke atas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In Indonesia society, a lot of 2 children are born outside marriage. Basically the child has no relation with his father, thus in this case inheritance law is not applicable between them according to the Civil Code, the Islamic Law compilation ( kompilasi Hukum Islam) and the Customary Law. His right under the Civil Code will arise after the acknowledgement of his father or mother, while with the father and mother's family after the official statement. Based on the Islamic Law compilation. an illegitimate child is entitled to inheritance right from his mother ang hos mother's family and vice versa. Meanwhile, since no relation with his biological father exists, no in heritance right arise. According to the concept of customary law, an illegitimate children has a civil relationship only with his mother, the refore an illegitimate child will only acquire inheritance from his mother and his mother's family. The child will not be entitled to for the inheritance from his father because there is no civil relationship with his father."
LRUPH 13:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Milanda Afratya
"Dalam kehidupan masyarakat, banyak pasangan suami istri yang tidak dikaruniai seorang anak dalam perkawinan mereka. Oleh karena itu, mereka melakukan pengangkatan anak. Namun hingga saat ini, lembaga pengangkatan anak masih belum memiliki unifikasi peraturan, terutama dalam bidang hukum waris sebagai akibat hukumnya. Penelitian ini membahas mengenai hak mewaris dari anak angkat, baik dari segi hukum perdata barat maupun hukum Islam, dengan menggunakan metode studi pustaka. Hasil penelitian terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 555K/Pdt/2006 menyimpulkan bahwa pengangkatan anak di Indonesia masih menimbulkan masalah, khususnya mengenai status hukum anak angkat serta dampaknya terhadap hak waris anak tersebut.

In our society, many marriages are not given any child on their own. Therefore, they decide to do the adoption. Up until now, adoption as a legal institution still does not have the unification of regulations, especially in the field of inheritance law as a result of law in adoption. This research discusses about hereditary right of adopted child, based on civil law and Islamic law, using the method of literature study. The research of Supreme Court Ruling 555K/Pdt/2006 resulted in conclusion that adoption in Indonesia is still causing problems, particularly regarding the legal status of adopted child as well as the impact on the child's inheritance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Damayanti
"Masalah yang lazim dihadapi dalam sengketa perkawinan antara lain adalah perceraian. Selain dari pada perceraian tersebut masalah pembatalan perkawinan adalah juga merupakan salah satu masalah yang mempunyai dampak terhadap kedudukan suami isteri, anak yang lahir dari perkawinan tersebut serta pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan para pihak yang melakukan pembatalan perkawinan. Adanya akibat-akibat yang timbul dari pembatalan perkawinan tersebut tentu akan menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Oleh karena itu maka perlu diketahui hal-hal apa saja yang sekiranya dapat dituntut oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan dilakukannya pembatalan terhadap suatu perkawinan khususnya yang menyangkut kepentingan anak terutama dalam hal memperoleh hak kewarisan dari kedua orang tuanya. Di dalam KUH Perdata maupun Undang-Undang Perkawinan, dengan dilakukannya pembatalan terhadap suatu perkawinan tidak mempengaruhi kedudukan anak sebagai anak sah dari kedua orang tuanya, begitu pula hal tersebut diatur didalam Kompilasi Hukum Islam. Namun di dalam hukum Islam sendiri terdapat adanya dua kemungkinan, bagi si anak untuk memperoleh kewarisan atau tidak. Hal itu tergantung daripada ada atau tidaknya itikad tidak baik dari para pihak yang melakukan akad perkawinan. Karena adanya itikad tidak baik itu dapat mempengaruhi status anak yang bersangkutan, dalam hal ini yaitu status anak menjadi anak zina. Dan di dalam hukum Islam unuk zinu tiduk mempunyui nasab dengan ayahnya, tetapi hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Milly Karmila Sareal
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan anak luar nikah dalam hubungannya dengan hak mewaris dari orangtuanya menurut Hukum Perdata Barat setelah berlakunya Undangundang Nomor 1 tahun 1974, bagi mereka yang tunduk pada Kitab Undang undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata disyaratkan bagi seorang anak luar nikah harus terlebih dahulu diakui oleh ayah dan atau ibunya, baru mempunyai hubungan perdata dan dapat mewaris dari orangtua yang mengakuinya. Di Indonesia, ketentuan mengenai kedudukan hukum seorang anak luar nikah mulai ada perkembangan dengan diundangkannya Undang-undang Perkawinan, yaitu Undang-undang Nomor 1 tahun 1974. Pasal 4 3 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menentukan bahwa sejak lahirnya seorang anak dari ibu yang tidak menikah secara sah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tetapi ketentuan ini tidak diikuti dengan ketentuan mengenai akibatnya dalam hukum waris terhadap bagian warisan anak anak luar nikah tersebut. Hal ini menjadi permasalahan hingga saat ini. Dalam tesis ini dibahas sampai berapa jauh akibat dari adanya ketentuan Pasal 43 Undang-undang Perkawinan, Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tersebut, dalam pengaturan bagian warisan anak luar nikah.
Untuk memberikan hak yang sama bagi anak-anak dalam satu keluarga terhadap warisan ibunya, ternyata masih diperlukan pengaturan lebih lanjut, khususnya bagi anakanak yang - seringkali karena ketidaktahuan orang tua terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku - dicatat sebagai anak luar nikah. Demikian pula bila ingin agar terdapat lebih banyak anak-anak luar nikah yang mengalami peningkatan status menjadi anak sah, ada beberapa proses yang dapat ditempuh. Ketentuan-ketentuan ini hendaknya dipergunakan sebaik mungkin agar tercapai keadilan dan persamaan hak bagi anak-anak yang kehilangan haknya dalam hal pewarisan. Sebagai bahan pembanding dibahas sekilas masalah perkembangan hak waric anak luar nikah di negara Belanda."
2005
T37784
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Martondi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21494
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Retno K. Aidi
"Perkawinan merupakan hak asasi manusia, yang harus mengikuti norma-norma perkawinan menurut hukum agama dan Hukum Negara. Ketika sepasang manusia yang ingin melaksanakan pernikahan tetapi mereka berlainan agama, maka Undang-undang No.1 Tahun 1974 tidak mengatur hal tersebut, dan dalam Kompilasi Hukum Islam juga melarang Perkawinan beda agama yaitu dalam pasal 40 dan 44 dalam kitab-kitab fiqih umumnya, dimungkinkan seorang lelaki muslim menikahi wanita ahli kitab. Tetapi sesungguhnya belum banyak orang yang mengetahui Hal apa yang akan terjadi akibat Perkawinan antara mereka yang berbeda agama dan Status hukum anak yang dilahirkan dari Perkawinan tersebut.
Penulisan dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Dimana, Status anak menurut UU no.1 th 1974 dan Hukum Islam dapat dilihat Dari sah atau tidaknya Perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya, jika tidak sah maka ia bernashab dan mempunyai hak asuh terhadap ibu atau kerabat ibunya saja. Dalam hak mewaris bagi orang muslim dan ia berbeda agama dengan pewarisnya maka ia bisa menerima harta dari dan oleh pewaris dalam bentuk wasiat wajibah dan dengan keluarnya SEMA no.2 th1990 memberikan pilihan hukum bagi orang yang menghendaki penyelesaian pembagian harta waris sesuai yang diinginkan.
Dalam hal perwalian menurut Hukum Perkawinan Islam, Wali merupakan Rukun nikah, jika walinya berbeda agama maka ia harus menggunakan wali hakim. Dalam UU No.1 Th 1974, tentang Perkawinan, bahwa kekuasaan orang tua adalah tunggal, yaitu dipegang oleh ayah dan ibu, walaupun mereka bercerai. Sehingga kekuasaan orang tuanya hanya akan berlanjut kepada Perwalian, yang akan muncul apabila orang tua tidak dapat menjalankan kekuasaan orang tuanya.
Menurut BW jika Perkawinan putus, lembaga kekuasaan orang tua yang ditunjuk akan menjadi wali. Perbedaan agama antara suami dan isteri akan selalu mengancam hubungan baik dan kebahagiaan rumah tangga karena kerukunan yang hakiki sangat sulit diwujudkan, kecuali bagi pasangan yang keyakinan agamanya kurang kuat yang memandang semua agama adalah sama.

Marriage is a human right, even though it must follow marriage norms according to religion and the state. When a couple of man and woman wishes to get marriage but they have different religions, the existing Law No. 1 Year 1974 did not regulate this issue. Even the Compilation banned marriage with different religions (KHI Article 40 and 44). While Islam as contained in its fiqih laws tolerates a Muslim male to marry female ahli kitab, many people has no idea about the consequences of marriage of a couple with different religions or the legal status of their children.
This thesis is prepared using library research method. Pursuant to Law No. 1 Year 1974 and Islamic Laws the legal status of a child is dependent on the legality of his/her parents’ marriage. If illegal, the child concerned will be counted as the family of his/her mother only including his/her caring rights. In respect of inheritance right, for Muslims, if the heir has different religion from the testator, the former will receive wealth from and by the testator in the form of wasiat wajibah. The issuance of SEMA No. 2 Year 1990 only regulated legal options for the parties who desired to share the inheritance according to their preferences.
With regard to guardianship in Islamic marriage, guardian is prerequisite in marriage. In case of guardians with different religions, wali hakim will be appointed. Meanwhile, Law No. 1 Year 1974 concerning Marriage prescribed that parents’ authority is single residing with father and mother, even though they get divorce. Thus, parents’ authority will continue to guardians who will emerge when the parents fail to perform their parental authority.
According to BW if the marriage is broken, the parental authority will directly be devolved to guardians. Different religions of husband and wife will jeopardize the sustainability and happiness of family and harmonious domestic life will be very difficult to realize. However, this may exert insignificant impact to the couples who relatively have weak religious belief since despite different religions; they normally consider that all religions are same.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S19699
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>