Ditemukan 73664 dokumen yang sesuai dengan query
Meliyana Yustikarini
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan anak (perempuan) dalam hukum waris adat, khususnya daerah Batak. Di Batak kedudukan anatar anak laki-laki dengan anak perempuan tidaklah sama. Anak laki-laki kedudukannya lebih istimewa di bandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki merupakan penerus keturunan dan selalu seclan dengan ayah dan keluarga ayah. Sedangkan anak perempuan tidak selamanya seclan dengan ayah dan keluarga ayah. Anak perempuan setelah dikawin jujur, hak dan kewaj iban pindah ke keluarga suami, sehingga anak perempuan bukan ahli waris ayahnya. Di Batak tidak mengenal anak perempuan sebagai ahli waris tetapi di sana dikenal adanya lembaga "Holong Ate". Lembaga "Holong Ate" ini dapat memperluas hukum waris adat setempat. Anak perempuan dapat meminta bagian dari ayah sebagai pemberian atau hibah sebelum dia rnanikah. Pemberian harta peninggalan ini dapat dilakukan sebelum atau sesudah ayahnya meninggal, ini merupakan wujud dari kasih sayang ayah kepada anak perempuan. Akan tetapi pemberian harta peninggalan ini tidak berlaku pada harta pusaka (leluhur). Dengan adanya lembaga "Holong Ate" ini kedudukan anak perempuan dan anak laki-laki akan menjadi sarna dalam hal mewaris. Akan tetapi masyarakat Batak tidak semuanya mempergunakan lembaga "Holong Ate" dalam kewarisan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20892
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sri Rejeki
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan janda dalam hukum waris adat, khususnya daerah Batak. Di Batak, hukum waris terikat pada sistem atau stelsel Patrilineal yang bersifat genealogis. Sistem kekerabatannya mutlak menurut "garis ayah". Segala harta yang timbul dalam perkawinan adalah milik suami. Oleh sebab itu, kedudukan janda terhadap harta peninggalan ialah bahwa perempuan itu sebagai orang asing yang tidak berhak atas warisan. Tetapi dalam perkembangannya, janda hanya diberi hak untuk menikmati harta pencarian dan harta-harta lain yang dibawa oleh suami-istri kedalam perkawinan, hal ini . berlangsung seumur hidup. Dengan adanya hal itu, secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa janda merupakan ahli waris dalam masyarakat hukum adat Batak, dengan syarat janda tersebut tidak kawin lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20798
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Olivia Larasati
"Skripsi ini membahas mengenai alasan perempuan tidak dianggap sebagai ahli waris dalam masyarakat adat Batak Toba serta hak perempuan terhadap harta kekayaan ayahnya. Pembahasan dilakukan melalui studi literatur, pengamatan di lapangan, serta wawancara. Penelitian ini dilakukan dengan cara pendekatan normatif, meliputi penelitian terhadap pengertian dan ketentuan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, serta pendekatan empiris untuk memperoleh fakta mengenai perilaku subyek hukum terkait dengan permasalahan yang dibahas. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perempuan tidak dianggap sebagai ahli waris karena pada dasarnya, kehidupan perempuan merupakan tanggung jawab dari laki-laki baik ayah maupun saudara laki-lakinya , perempuan juga sudah tidak akan menjadi anggota kerabat dari klan ayahnya ketika ia menikah sehingga tidak ada hubungan hukum, dan masyarakat adat Batak Toba menghindari adanya tindakan pengalihan harta apabila terjadi pemberian warisan kepada perempuan. Perempuan juga memiliki hak untuk menikmati kekayaan ayahnya, yang dapat diperoleh dengan melalui pemberian dari pewaris ataupun pemberian dari saudara laki-lakinya. Walaupun Negara, melalui putusan Mahkamah Agung tahun 1961, telah memutuskan bahwa perempuan adalah ahli waris yang sama kedudukannya dengan laki-laki, tidak semua masyarakat Batak Toba mengakui kedudukan perempuan sebagai ahli waris, terutama bagi keluarga Batak Toba yang masih bertempat tinggal di Desa Sibuntuon, dan tidak ada keseragaman pemahaman akan hak perempuan terhadap harta kekayaan orangtuanya yang diakibatkan tidak tertulisnya hukum waris adat Batak Toba. Dalam hal ini para tokoh Adat yang menekuni hukum adat Batak Toba dapat turut andil dalam memberikan pengertian terkait dengan proses waris-mewaris dalam masyarakat Batak Toba.
This thesis talks about the reasons why Batak women are not regarded as a legal heir in Batak Toba's custom and also their rights on their father's properties. The discussion is held through thorough literature study, field observatory and interviews. The research in this discussion is done through a normative approach, including research through legal understanding and provisions, whether it is written or not, as well as an empirical approach to obtaining facts about the behavior of legal subjects related to the issues discussed. The research has come to a conclusion that woman in Batak Toba's custom is not considered as a legal heir because they are considered as a responsibility of men whether it is their father or their relatives and women in Batak Toba's customs are no longer considered as a true relatives of their father's family clan as soon as they are married, which leave them with no legal relationship with their father. Although they are not considered as a legal heir, Batak Toba women also have the rights to enjoy their father's riches, which they can gained from the heir or gifts from their brothers. Although Indonesia's Law through the Supreme Court's decision of 1961 has ruled out that women are in the same position of heirs to men, not all Batak Toba community especially those in Sibuntuon Village consider women as heirs. There is also no uniform understanding of women's rights to their parents' property due to the unwritten law of the inheritance of Batak Toba. In this case, those who are considered as indigenous leaders in the community who pursue the customary law of Batak Toba can contribute in providing understanding about the inheritance process of Batak Toba community."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69188
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Wuryanto Rahardjo
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan anak dalam hukum waris menurut BW dan hukum adat. Dalam pembahasannya dilakukan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Laurensia Lefina Mulauli
"Di negara Indonesia dikenal adanya pluralisme hukum waris sebagaimana terdapat 3 (tiga) sistem hukum waris yang berlaku, antara lain hukum waris Islam, hukum waris perdata barat, dan hukum waris adat yang beraneka ragam mengikuti sistem kekeluargaan yang dianut oleh masing-masing suku bangsa di masyarakat. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dan berfokus pada keberlakuan hukum waris adat Batak. Tulisan ini menganalisis bagaimana penyelesaian sengketa kewarisan yang terjadi pada keluarga Batak saat ini, apakah Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya masih memberlakukan ketentuan hukum waris adat Batak secara penuh, sebagai masyarakat bercorak patrilineal, yang hanya memberikan bagian waris kepada anak laki-laki saja, atau turut mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan berdasarkan pada kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 179 K/SIP/1961 yang mempersamakan kedudukan dan hak ahli waris perempuan dan laki-laki dalam sistem waris adat patrilineal. Pertimbangan Majelis Hakim yang menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan, serta membagi proporsi warisan secara adil dan merata, dalam beberapa putusan penyelesaian sengketa kewarisan keluarga Batak saat ini, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai suatu bentuk peleburan hukum waris adat Batak terhadap konsepsi hukum waris perdata barat yang secara prinsip tidak membedakan kedudukan dan hak ahli waris menurut jenis kelamin. Majelis Hakim tetap memberlakukan hukum waris adat Batak terhadap keluarga berperkara dengan mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal sebagaimana kaidah hukum Yurisprudensi MA dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan, sebab sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat adat Batak akan selamanya bersifat mengikat secara turun-temurun dan tidak dapat diubah di mana pun masyarakat adat Batak tersebut bertempat tinggal.
In Indonesia, there is known to be a pluralism of inheritance law as there are 3 (three) applicable inheritance law systems, including Islamic inheritance law, western civil inheritance law, and customary inheritance law which varies following the family system adopted by each ethnic group in the community. This paper is prepared with doctrinal research methods and focuses on the enforceability of Batak customary inheritance law. This paper analyzes how to resolve inheritance disputes that occur in Batak families today, whether the Panel of Judges in its legal considerations still applies the provisions of Batak customary inheritance law in full, as a patrilineal society, which only gives a share of inheritance to sons, or also heeds a shift in the value of patrilineal customary inheritance by contributing to giving a share of inheritance to daughters based on legal rules Supreme Court Jurisprudence No. 179 K / SIP / 1961 which equalizes the position and rights of female and male heirs in the patrilineal customary inheritance system. The consideration of the Panel of Judges who equalize the position of men and women, and divide the proportion of inheritance fairly and equitably, in some decisions on the settlement of Batak family inheritance disputes today, cannot necessarily be said to be a form of integration of Batak customary inheritance law to the conception of western civil inheritance law which in principle does not distinguish the position and rights of heirs according to sex. The Panel of Judges continues to apply Batak customary inheritance law to litigant families by heeding the shift in the value of patrilineal customary inheritance as the rule of Supreme Court Jurisprudence law by also giving a share of inheritance to daughters, because the patrilineal kinship system adopted by the Batak indigenous people will forever be binding for generations and cannot be changed wherever the Batak indigenous people live."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hilda Natassa Putri
"Tesis ini membahas mengenai masyarakat Lampung Pepadun yang termasuk kedalam kelompok masyarakat yang menganut sistem kekerabatan Patrilineal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan pada masyarakat Lampung Pepadun dilangsungkan dengan perkawinan jujur. Harta warisan menurut hukum adat masyarakat Lampung Pepadun dibedakan antara harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Sistem pembagian warisan menurut hukum adat Lampung Pepadun dilakukan dengan sistem pewarisan mayorat laki-laki. Kedudukan anak perempuan dalam hukum waris adat Lampung Pepadun tidak terhitung sebagai ahli waris dari harta peninggalan orangtuanya dan bagian yang diterima oleh anak perempuan hanya bersifat pemberian yang merupakan tanda kasih sayang, hal ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa anak perempuan mendapatkan bagian warisan.
This thesis discusses about Pepadun Lampung society into groups which include people who embrace patrilineal kinship system. The results of this study indicate that the marriage in community of Lampung Pepadun held with jujur marriage. Inheritance under customary law society Lampung Pepadun distinguished between inheritance of high and low inheritance. System of inheritance under customary law Lampung Pepadun done with inheritance system mayorat men. The position of girls in Lampung Pepadun customary inheritance law does not count as an heir of her parents and the inheritance received by girls are only a sign of affection, this is contrary to Islamic Law which states that girls get a share of inheritance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28163
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Gabriele Griselda
"Anak naniain secara harfiah berarti “anak angkat”. Anak angkat yang dimaksud dalam skripsi ini adalah istri non-Batak Toba yang diangkat sebagai anak oleh orangtua Batak Toba sehubungan dengan perkawinannya dengan suaminya yang bersuku Batak Toba. Ia diberikan marga yang sama dengan marga orangtua angkatnya. Penelitian bersifat deskriptif. Penulis berusaha menelusuri latar belakang perlunya anak nanian diangkat, hubungan dengan orangtua angkat serta orangtua biologis, serta hak mewaris dari orangtua angkat. Hasil penelitian adalah bahwa kedudukan anak naniain adalah sah menjadi warga masyarakat adat Batak Toba. Sebagai anggota masyarakat, ia merupakan pengemban hak dan kewajiban adat Batak Toba.
Anak naniain in literal meaning is "adoptive child". Adoptive child hereinafter in this thesis will be referred to a non-Batak Toba wife adopted by one of Batak Toba parents due to her marriage with her Batak Toba spouse. She is given the same surname as her adoptive parents. Author explores the necessary anak naniain has to be adopted, her relationship with her adoptive parents and biological parents, and her right to inherit from her adoptive parents. Result is that status of anak naniain legally recognized as a member of Batak Toba society, obtaining rights and obligations in Batak Toba customary law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58635
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
[place of publication not identified]: [publisher not identified], 1971
340.57 Has
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986
340.581 KED
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2001
S22755
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library