Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37734 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elis Widyaningsih H.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S20708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eveline Yusim
"Pluralisme hukum waris di Indonesia menyebabkan polemik tersendiri, khususnya bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa. Pada umumnya, hukum waris yang berlaku bagi masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa adalah hukum waris perdata barat, namun menjadi permasalahan tersendiri bagi keturunan Tionghoa yang beragama Islam atau menikah dengan seorang Muslim karena hukum kewarisan Islam juga berlaku di Indonesia. Dalam kaitannya dengan pihak ketiga, untuk mengetahui ahli waris yang berhak sesuai dengan hukum yang berlaku dibutuhkan suatu alat bukti yang dapat menjadi pegangan bagi pihak ketiga. Penelitian ini membahas mengenai hukum yang seharusnya berlaku bagi pewaris keturunan Tionghoa yang menikah kedua kalinya dengan seseorang yang beragama Islam, penerapan hukum waris bagi isteri kedua pewaris dan kewenangan Notaris dalam membuat surat keterangan waris bagi keturunan Tionghoa yang beragama Islam serta kekuatan dari surat keterangan waris yang dibuat oleh Notaris tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif yang dilakukan dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil analisa adalah bahwa hukum kewarisan yang berlaku adalah hukum yang dianut oleh pewaris, dalam hal ini adalah hukum waris perdata barat, sehingga untuk isteri keduanya berlaku Pasal 852A Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan surat keterangan waris yang dibuat oleh Notaris merupakan alat bukti yang kuat untuk keturunan Tionghoa terlepas dari agama yang dianut oleh keturunan Tionghoa. Saran yang dapat diberikan adalah bahwa atas hukum keluarga, hukum harta benda perkawinan dan hukum waris dibutuhkan suatu pemahaman yang sempurna karena keterkaitannya satu sama lain, dan agar surat keterangan waris dapat dibuat hanya oleh Notaris selaku pejabat umum.

Pluralism of inheritance law in Indonesia causes its own polemic, especially for Indonesian citizens of Chinese descent. In general, inheritance law that applies to Indonesian people of Chinese descent is based on Indonesian Civil Code, but it becomes a problem for Chinese descendants who are Moslems or married to a Moslem because Islamic inheritance law also applies in Indonesia. In relation to third parties, an evidence that can be used as a guide to find the rightful heirs in accordance with applicable law is needed. This study discusses the law that should apply to Chinese inheritors who are married for the second time with a Moslem and the application of inheritance law for his second wife, also the authority of a Notary in making an certificate of inheritance for Chinese Moslems and the strength of those certificates. The method used is a normative juridical method conducted with descriptive analytics research. The result of the analysis is that the applicable inheritance law is the law adopted by the testator, in this case based on Indonesian Civil Code, hence Article 852A of the Indonesian Civil Code is applied for his second wife. The certificate of inheritance made by a Notary are strong evidences for Chinese descent regardless of their religion. The advice that can be given is that a perfect understanding of family law, marital property law and inheritance law is needed because of their interrelation with one another, and a certificate of inheritance hopefully could be made only by a Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Noor Idrus
Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Bhakti
"ABSTRAK
Pemberian kredit oleh bank merupakan peran bank dalam menggerakkan motor
perekonomian. Bank merupakan lembaga yang menghimpun dana dari dan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit, baik perorangan
maupun badan usaha. Kepercayaan merupakan unsur penting dalam pemberian
kredit karena rentan terhadap risiko macet. Bank dituntut untuk menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, antara lain harus dilakukan dengan
perjanjian tertulis (sering disebut perjanjian kredit). Umumnya, bank telah
menetapkan sepihak syarat dan kondisi kredit. Lantaran ditetapkan sepihak,
perjanjian kredit rentan terhadap klausula yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Walaupun bank sudah menetapkan klausula jaminan dan asuransi, ditemukan juga
klausula tanggung jawab ahli waris untuk membayar utang pewaris ketika debitur
meninggal dunia yang kemudian mendorong Penulis untuk menulis tesis ini.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan data bersumber dari
studi kepustakaan serta disajikan secara evaluatif-analitis untuk menjawab
keberlakukan klausula menurut KUH Perdata. Penerapan klausula tanggung
jawab ahli waris untuk membayar utang pewaris dalam perjanjian kredit
menimbulkan beberapa persoalan yuridis, baik dari perspektif Hukum Waris
maupun Hukum Perjanjian. Klausula tersebut tidak mengikat ahli waris secara
hukum karena merupakan hak sepenuhnya dari ahli waris untuk menerima atau
menolak tanggung jawab tersebut. Persoalan yuridis lain muncul dari perspektif
Hukum Perusahaan kalau debitur merupakan Perseroan Terbatas (PT). Hubungan
hukum antara PT dan direktur berbentuk perwakilan sehingga perbuatan hukum
direktur menjadi tanggung jawab PT. Ketidakhati-hatian bank dalam ini
menyebabkan klausula tersebut tidak mengikat secara hukum karena tidak sesuai
dengan undang-undang.

ABSTRACT
Providing credit is one of the active roles of commercial banks in driving the
motor of our economy. Bank is an intermediary agent that collects funds from the
public and then transfers the funds in the form of credits, either to individuals or
businesses. Due to credit risk arising from the borrower uncertainty in the future
to meet its obligations, trust is one of the most important element in the process of
granting a loan. Therefore, banks are required to comply with the credit guidance
under Banking Act, namely to enter a written agreement, often called credit
agreement, prior to granting the loan. It is a common practice that bank as a
lender has unilaterally set the terms and conditions applicable to the credit
agreement. Hence, the credit agreement clauses are prone to be not in accordance
with applicable law. Unsatisfied with the collateral and insurance clauses in the
credit agreement, additionally the bank is trying to secure its interest by putting
the heir?s liability clause to pay off the debt into effect on account of the debtor
death which encourages the author to complete this thesis. This research is
conducted by using a normative legal perspective based on the library research
and presented by evaluative analysis to examine the clause validity according to
Indonesian Civil Code. In general, this research concludes that heir?s liability
clause to pay off the debts in the banking credit agreement is not legally binding
clause to the parties thereto as considered against the basic principles of
inheritance and contract laws. In addition, bank should be aware that a corporate
body, in this case Limited Liability Company, has a separate legal entity thus has
liabilities that are distinct from those of its directors. Therefore, heir?s liability is
also not applicable to the corporate entity or legally binding to its directors."
2012
T30788
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
H. Junus Jahja
Jakarta: Yayasan Ukhuwah Islamiyah, 1991
297.2 JUN w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Mustika
"Tulisan ini membahas tentang hukum waris apakah yang berlaku bagi keturunan Tionghoa beragama Islam di Indonesia dan dasar hukumnya, serta kekuatan pembuktian surat keterangan waris yang dibuat oleh Notaris bagi keturunan Tionghoa beragama Islam tersebut terhadap gugatan yang didasarkan pada hukum waris Islam. Pluralisme hukum waris di Indonesia, disertai dengan belum adanya peraturan khusus yang mengatur tentang hukum waris di Indonesia, menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum bagi masyarakat dalam pembagian harta warisan, terutama bagi pihak ketiga yang turut berkepentingan dan dirugikan karena ketidakpastian tersebut. Ketidakjelasan tentang hukum waris inilah, khususnya yang berhubungan dengan keturunan Tionghoa beragama Islam, yang hendak dijawab melalui penelitian ini melalui metode yuridis normative dan didukung dengan studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber di bidang kenotariatan. Adalah peran dan tanggung jawab Notaris dalam memberikan penyuluhan hukum yang benar bagi masyarakat, khususnya hukum apakah yang berlaku bagi warga Negara Indonesia yang dalam bidang hukum perdata tertentu, khususnya hukum waris, masih mendasarkan pada golongan penduduk pada masa penjajahan Belanda, serta sejauh apa kekuatan hukum yang diberikan oleh surat keterangan waris yang dibuat oleh Notaris dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

This thesis study about what inheritance law applicable for Chinese Moslem in Indonesia and its legal basis, as well as the legal strength of certificate of inheritance produced by Notary for Chinese Moslem against lawsuit based on Moslem inheritance law. Pluralism of inheritance law in Indonesia, supported by lack of specific regulation in Indonesian inheritance law caused uncertainty for the people in division of inheritance, especially for third parties who were disadvantaged by this condition. This thesis in made to answer the uncertainty in inheritance law, specifically for Chinese Moslem, through normative juridical methodology supported by literature study and interview with expert in the field of notaries. It is the role and duty of a Notary to provide the appropriate legal guidance to the people, which includes what law applicable in certain aspect of civil law, specifically inheritance law, which still use the segmentation of people in the Dutch colonial era as basis, as well as the legal strength provided by certificate of inheritance made by Notary in providing legal certainty to the people."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Hidayat
"Bagi umat Islam, adalah suatu keharusan melaksanakan syari?at Islam, termasuk pula dalam hal penyelesaian masalah pembagian harta pusaka. Sebab, kewarisan Islam, harta peninggalan yang diterima oleh ahli waris pada hakikatnya merupakan kelanjutan tanggung jawab terhadap keluarganya. Jadi, bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawab masing-masing ahli waris terhadap keluarganya. Meskipun demikian, tanggung jawab ahli waris terhadap harta peninggalan pewaris, tidak selamanya meninggalkan harta warisan saja, akantetapi adakalanya ahli waris harus membayar utang pewaris baik utang kepada Allah swt maupun utang kepada sesama manusia. Oleh sebab itu, bagaimana Hukum Waris Islam mengatur mengenai kedudukan ahli waris dan harta peninggalan pewaris? Serta bagaimana mana tanggung jawab ahli waris terhadap hutang pewaris apabila jumlah hutang pewaris lebih besar daripada harta peninggalan pewaris? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan penelitian yang bersifat hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaanan, dimana penelitian lebih ditekankan kepada tinjauan kepustakaan. Adapun data yang digunakan adalah data sekunder yang kemudian dianalis dan disusun secara kualitatif guna mengetahui apakah perundang-undangan telah mengatur dengan jelas mengenai tanggung jawab ahli waris terhadap pelunasan hutang seorang pewaris. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kedudukan ahli waris telah ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur?an, namun tidak demikian dengan kriteria mengenai harta peninggalan pewaris menurut Hukum Islam, sebab diantara para ulama pun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai apa saja yang termasuk ke dalam harta peninggalan. Menurut hukum Islam, tanggung jawab ahli waris terhadap utang pewaris hanya terbatas pada jumlah harta peninggalannya, dan tidak boleh menimbulkan kerugian bagi ahli waris itu sendiri.

For moslem, it is necessary to constitute Islamic rules, include in overcoming the problem of legacy distribution, because in Islamic legacy system, the property that accepted by lineal heir from heir are continuing responsibilities to their fmiliy, so the property that are accepted by each lineal heir balanced with the responsible differences each lineal heir toward their family. In spite of it, lineal heir have responsibility toward the legacy of heir, not only they have legacy but also they must pay debt to God or to other persons that the number of debs can be more than its property heir. Because of that, how does Islamic legacy law manage about the position of lineal heir and legacy heir? And also how responsibility of lineal heir toward heir debt if the number of heir debt more than the property legacy? To answer the question above, the authors use a normative juridicial researches or researches literature juridicial where a research more emphasized in literature outlook. So, data used in research is secondary data then analyzed and constructed qualitatively to get a result whether the laws have regulated clearly about the lineal heir responsibilities toward paying off of heir debt. The result of research can be summarized that the position of lineal heir have fixed clearly in Al-Qur?an, but it does not mention its criteria about heir legacy on Islamic law. Because among ulamas have different outlook about what property are in legacy. According to Islamic law that the responsibility of lineal heir toward debt heir only limited in amount of property heir and it may not cause be disadvantages for all lineal heir."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27390
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irna Ismaranti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Aulia Syifa
"Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang kedudukan hukum harta kekayaan atau yang mengatur tentang peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa antara pewaris dan ahli waris keduanya pada saat warisan terbuka haruslah beragama Islam, sehingga menimbulkan masalah jika ada ahli waris yang terhalang mendapatkan warisan karena perbedaan agama dengan pewaris. Dari penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif yang bersumber dari Al-Qur?an, Hadist, pendapat ulama, pendapat para ahli, peraturan perundang-undangan, dan penetapan dan putusan lembaga Peradilan diperoleh kesimpulan bahwa dalam hukum kewarisan Islam pada hakikatnya antara pewaris dan ahli waris yang berlainan agama pada hakikatnya tidak saling mewaris, namun jika perbedaan agama di mana ahli waris yang beragama Islam sebagian ulama membolehkan ahli waris tersebut memperoleh bagiannya sebagai ahli waris namun ada juga ulama yang tidak membolehkan, namun di Indonesia hal tersebut pada prakteknya diperbolehkan. Selanjutnya apabila perbedaan agama di mana ahli warisnya yang tidak beragama Islam, maka ahli waris tersebut terhalang mendapatkan warisan, namun diperbolehkan untuk menerima hibah, wasiat, dan hadiah. Jikalau pewaris tidak meninggalkan wasiat kepada ahli warisnya yang tidak beragama Islam, maka ahli warisnya berhak memperoleh harta warisan dengan jalan mengajukan gugatan di Pengadilan Agama tempat di mana domisili tergugat atau harta warisan berada untuk menetapkan sebagai penerima wasiat wajibah dari pewaris di mana besaran wasiat wajibah adalah maksimum sepertiga dari harta warisan.

Inheritance law is the law governing the legal position of property or governing heritage property of someone who has died, and the consequences for the heirs. Article 171 Compilation of Islamic Law stipulates that the heirs and the heirs both at the time of Muslim heritage is executed, leading to problems if no heir is deprived of inheritance because of religious differences with the heir.
From research conducted by juridical normative from the Quran, the Hadith, the opinions of Islamic scholars, experts, legislation, and the determination and court rulings concluded that when the Islamic inheritance law in effect between the heir and the heir who has different religions are in fact they do not a have a heir relation among them, but if one of the heir is moslem, some scholars allow the beneficiary to obtain their share as heir but some scholars
do not allow, but in Indonesia it is commonly allowed. Furthermore, when the situation occured that one of the heir is not Muslim, then the heir is deprived of its heritage, but is allowed to receive grants, wills and gifts. If the testator does not left a will to their heirs who are not Muslim, the heirs are entitled to the estate by filing a lawsuit in the Religion Court of the place where the defendant is domicile or inheritance is, to set a court rule that the heir is entitle to receive the heritage with the maximum one-third of the total heritage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Ratnawulan
"Masalah keturunan (hubungan biologis kekeluargaan) merupakan suatu masalah yang dipandang penting dalam Islam. Namun demikian Agama Islam juga mengingatkan agar jangan sampai manusia hidup terlalu mengagungkan anak atau keturunan karena dari Q. XLII ; 49-50 dapat disimpulkan bahwa Allah dapat saja menjadikan seseorang berketurunan atau tidak berketurunan. Dalam hal Allah mentakdirkan seseorang tidak berketurunan, dapat timbul permasalahan kewarisan yakni siapakah yang menjadi ahli waris dari pewaris tersebut? Terlebih dalam hal Pewaris tersebut mempunyai anak angkat. Dalam Masyarakat yang kurang memahami hukum Islam juga dapat timbul suatu permasalahan baru apakah anak angkat tersebut dapat disamakan dengan anak shulbi pewaris sehingga secara otomatis menjadi ahli waris dari pewaris tersebut, mengingat pemeliharaannya pun tidak dibedakan dengan anak shulbi Pewaris. Skripsi ini berusaha untuk menjelaskan bagaimana pengaturan Hukum Islam mengenai Pewaris yang tidak berketurunan (Kalaalah), ditinjau dari 3 (tiga) ajaran kewarisan yang terdapat di Indonesia yaitu Ajaran Kewarisan Patrilineal Syafi'i, Bilateral Hazairin dan Kompilasi Hukum Islam. Kemudian mengemukakan hal-hal lain yang berhubungan dengan permasalahan Kalaalah dan juga anak angkat yakni mengenai penentuan ahli waris dari pewaris yang kalaalah, mengenai kedudukan anak angkat dari Pewaris yang Kalaalah dan juga perlindungan hak-hak anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya (pewaris), juga mengenai pembagian harta peninggalan pewaris yang kalaalah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>