Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172514 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Riza Kurniansyah
"Perjanjian sewa—beli (huurkoop) adalah suatu perjanjian ciptaan praktek yang sudah diakui sah oleh Yurisprudensi. Perjanjian sewa-beli yang merupakan ciptaan praktek memang diperbolehkan karena sebagaimana diketahui hukum perjanjian B.W. menganut sistim terbuka atau asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang terkandung dalam pasal 1338 ayat 1 B.W. yang berbunyi " Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya "Sewa-beli ini merupakan salah satu alternatif untuk menampung persoalan bagaimana caranya memberi jalan keluar apabila pihak pengelola kawasan industri menghadapi banyak permintaan untuk membeli produknya akan tetapi calon investor tidak mampu membayar harga barang sekaligus atau secara tunai. Pihak pengelola kawasan industri bersedia untuk menerima bahwa harga barang itu diangsur tetapi ia memerlukan jaminan bahwa produknya (sebelum harga dibayar lunas) tidak akan dijual lagi oleh pihak investor. Sebagai jalan keluar lain ditemukan suatu macam perjanjian dimana selama harga belum dibayar lunas, pihak investor menjadi penyewa dahulu dari produk yang ingin dibelinya. Dengan dijadikannya penyewa (dengan kontrak yang berjudul sewa—menyewa), pihak investor itu terancam pidana penggelapan jika ia sampai berani menjual objek sewa-beli tersebut. Dengan dibuatnya perjanjian yang seperti itu kedua belah pihak akan tertolong, dalam arti pihak investor dapat mengangsLir harga yang ia tidak mampu membayarnya secara tunai dan seketika itu ia dapat menikmati barangnya sedangkan dipihak lain pihak pengelola kawasan industri merasa aman karena objek sewa-beli tidak akan dihilangkan oleh pihak investor selama harga belum dibayar lunas karena ia takut akan ancaman pidana. Mengenai penyerahan hak milik baru akan dilakukan pada waktu dibayarnya angsuran terakhir, penyerahan rnana dapat dilakukan dengan pernyataan saja karena barangnya sudah berada dalam kekuasaan sipembeli dalam kedudukannya sebagai penyewa. Bentuk sewa-beli ini dipergunakan untuk mencari jalan keluar yang dianggap paling baik oleh pengelola kawasan industri dalam memasarkan produknya terhadap calon ivestor yang kemampuan keuangannya terbatas. Didalam perjanjian sewa-beli para pihak bebas untuk menentukan hal-hal yang menurut anggapan mereka mempunyai sifat yang menguntungkan asal saja tidak menyimpang dari ketentuan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini dimungkinkan mengingat dianutnya asas kebebasan berkontrak oleh hukum perdata dalam buku III B.W.. Dengan adanya konsep sewa-beli ini maka para calon investor tidak perlu mengumpulkan uang secepat muhgkin untuk membeli barang yang diinginkannya secara tunai- Lembaga sewa—beli ini disatu pihak merupakan satu cara bagi pengusaha untuk memasarkan hasil produksinya, sedangkan dilain pihak membuka kemungkinan bagi investor untuk memiliki objek sewa-beli dengan pembayaran secara mencicil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20668
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Elipus Mulyawan
"Perkembangan dunia perdagangan sedemikian pesat telah menumbuhkembangkan toko dan kios-kios pada gedung bertingkat dan kemudian membutuhkan pranata hukum untuk mengaturnya. Undang-Undang Rumah Susun dan peraturan pelaksanaannya kemudian menjadi pilihan hukum dengan sebutan Rumah Susun Non Hunian. Jumiah kios yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah permintaan, sehingga menyebabkan harga kios tersebut melonjak. Harga yang sangat tinggi telah menjadikan para pedagang tergantung pada kredit bank.
Permasalah pokok yang diteliti adalah perlindungan hukum bagi bank yang mendanai padahal jual beli baru dapat dilakukan melalui Pengikatan Perjanjian Jual Bell (PPJB). Kemudian, dipertanyakan tentang upaya yang dapat dilakukan bank apabila debitor wanprestasi. Dipergunakan pendekatan penelitian yuridis norrnatif dengan meneliti data sekunder dari bahan hukum primer berupa KUH Perdata, UU No. 10 Tabun 1998 tentang perbankan, bahan hukum sekunder berupa literatur dan bahan hukum tersier sebagai pendukung.
Hasil penelitian dituangkan dalam kesimpulan bahwa Bank pemberi kredit belum dapat melakukan pembebanan flak tanggungan atas tokolkios Pusat Grosir Tanah Abang yang proses jual belinya barn sampai tahap PPJB. Pembebanan jaminan itu nantinya bisa dilakukan berdasarkan UU Hak Tanggungan dan UU Rumah Susun dengan mengklasifikasikan tokolkios tersebut sebagai Rumah Susun Bukan Hunian sebagaimana diatur dalam PP Rumah Susun. Untuk terjaminnya kepastian hukum bagi terjaminnya pengembalian kredit dari debitor pembeli toko/kios Bank dapat bertumpu pada asas kekuatan mengikat PPJB dan Perjanjian Kredit yang memuat janji-janji yang sejalan dengan ketentuan¬ketentuan Hak Tanggungan dan mengikat Pengelola Pusat Grosir Tanah Abang sebagai jaminan perseoranganlperusahaan.
Perjanjian kredit dan pengikatan jaminan yang dilakukan terhdap tokolkios yang baru sampai tahap PPJB secara yuridis telah memenuhi ketentuan pemberian kredit menurut Pasal 1 angka (12) UU Perbankan. Terhadap pengembalian kredit yang macet dari para debitor, Bank dapat mengalihkan tokolkios kepada debitor baru baik dari debitor yang lancar maupun debitor bare dan untuk lebih mengamankan pengembalian kredit, Disarankan untuk melakukan pengikatan barang dagangan sebagai jaminan fidusia kepada debitor pembeli tokolkios Pusat Grosir Tanah Abang yang menunjukkan gejala yang mengarah kepada kredit macet.

Rapid development of trade world has increased the number of shops and kiosks at a number of high-rises which later needed a rule for control purpose. High-Rise Law and its implemental regulation then became legal option called Non-Residential High Rise. The number of available stall does not in accordance with demand so it. causes the stall prices is rising.Expensive price has made customers rely upon bank credit.
Main problem being studied is how a legal protection works for the bank which has financed the necessity, considering that the new sale and purchase can be made through Sale and Purchase Agreement (PPJB). Later, a question arose as to what effort the relevant bank can make in case the debtor is in default. A method used is normative juridical study in addition to some interviews to support the available data.
The result of the study is stated in such a conclusion that the Bank which provides credit has yet to impose a security right on shops/kiosks at Tanah Abang Wholesaler Center whose sales process just reached the stage of PPJB. Imposition of guarantee will be made based on Security Right Law and High-Rise Law by classifying shops/kiosks as Non-Residential High-Rise as provided in the Government Regulation on High Rise. For the purpose of legal certainty to make sure that the credit is repaid by the debtor who has bought shop/kiosk, Bank may rely upon the principle of binding force of the PPJB and Loan Agreement stating a number of promises in line with the provision on Security Right which binds the Management of Tanah Abang Wholesaler Center as individual/corporate guarantee.
Loan agreement and security agreement applied to the shop/kiosk which up to now just reached the stage of PPJB has juridicaly satisfied the provision on credit extending under Article I figure (12) Bank Law. For repayment of problem credit by some debtors, bank may transfer the shop/kiosk to other good debtor chosen from reliable debtors and new debtors in a bid to secure repayment of the credit. It is further suggested to bind the goods as fiduciary guarantee with the buyer of shop/kiosk at Tanah Abang Wholesaler Center which has shown a tendency of a problem credit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24259
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heryani
"Tanah dan rumah adalah kebutuhan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Karena itu usaha pengembangan di bidang perumahan semakin tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat. Agar kebutuhan masyarakat akan rumah terpenuhi dan usaha pengembangan perumahan berjalan lancar, diberikanlah beberapa kemudahan. Misanya pembeli boleh membayar secara angsuran, penjual boleh memasarkan rumah secara pre project selling, atau menjual rumah disaat bangunan belum dibangun. Bahkan pihak perbankanpun dilibatkan guna mempermudah lagi transaksi tersebut. Akan tetapi, disisi lain kemudahan-kemudahan ini justru dapat menimbulkan permasalahan. Untuk itulah dalam tesis ini dibahas mengenai masalah-masalah apa saja yang dapat diantisipasi dalam transaksi tanah dengan pembayaran secara angsuran dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Secara khusus penelitian dalam tesis ini hanya dibatasi pada transaksi tanah (dan rumah) yang dilakukan pada PT. Kreasi Prima Nusantara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Sedangkan data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersierm yang didapatkan dengan studi kepustakaan. Setelah mendapatkan data dilakukan analisis data secara deskriptif kualitatif. Sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas, sistematis dan logis mengenai masalah yang dikaji serta merumuskan kesimpulan dan saran. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa masalah-masalah yang perlu diantifipasi para pihak dalam transaksi tanah secara angsuran dapat ditinjau dari tiga segi. Ada yang merugikan konsumen, developer maupun bank sebagai pihak terkait dalam transaksi tersebut. Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah tersebut dapat dilakukan secara preventif dan represif."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nitta Meilani Hadori
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Christie
"ABSTRAK
Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian pendahuluan yang dilakukan oleh
calon penjual dan calon pembeli dalam jual beli hak atas tanah karena terdapat
syarat yang belum dipenuhi oleh salah satu pihak sehingga jual beli dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah belum dapat dilakukan. Perjanjian Pengikatan Jual
Beli sangat penting untuk dilakukan agar dapat meminimalisir sengketa yang
mungkin timbul selama angsuran berjalan. Sebaiknya Perjanjian Pengikatan Jual
Beli dibuat dalam bentuk Notariil sehingga dapat memberikan perlindungan
hukum kepada para pihak sebagaimana kekuatan perlindungan hukum yang
dimiliki oleh akta otentik dan juga para pihak dapat memberitahukan secara jelas
maksud dan tujuan dari dibuatnya perjanjian ini kepada Notaris sehingga isi dari
Perjanjian Pengikatan Jual Beli dapat melindungi hak-hak dari para pihak dan
juga para pihak dapat mengetahui dengan jelas kewajiban-kewajiban yang harus
dilakukannya, yang mana hal ini tidak terdapat dalam Perjanjian Pengikatan Jual
Beli yang dibuat dibawah tangan khususnya yang dibuat oleh pihak Developer.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, juga dengan
melalui wawancara kepada pihak Notaris dan developer di Jakarta.

Abstract
Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) is an introductory agreement made
by and between the potential purchaser and potential buyer in the process of sale
and purchase of right on land since there are still unfulfilled requirement by one of
parties so that the sale and purchase can?t be executed before the Land Deed
Officer. This Sale and Purchase Binding Agreement is very important to minimize
the potential dispute arising during the period of installment payment. It is
suggested to prepare a Sale and Purchase Binding Agreement in form of Notary
deed to give legal protection to the parties as provided by an authentic deed and
the parties can clearly state the aim and objective of agreement so that the content
of Sale and Purchase Binding Agreement will involve rights and obligation of the
parties which is not included in the Sale and Purchase Binding Agreement
privately made especially by the Developer. This research used juridical and
normative research method and interview with Notary Public and Developer in
Jakarta."
2012
T31523
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yulianus
"Dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan yang didahului dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kuasa jual yang dibuat di hadapan notaris di Kotamadya Jakarta Utara terjadi pengelakan dalam pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/atau Bangunan (BPHTB).
Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif yakni mengacu kepada norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penelitian, pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan membuat akta/surat kuasa jual, akta/surat kuasa jual tersebut dibuat secara terpisah dengan PPJB, dan dijadikan dasar untuk transaksi jual bell tanah dan/atau bangunan berikutnya dengan pihak lain.
Pengelakan diatasi dengan menandatangani surat pernyataan dan diketahui oleh Notaris yang berisi pernyataan bahwa kuasa menjual yang diberikan kepada penerima kuasa belum pernah dibatalkan/cabut dan masih tetap berlaku sampai dibuat dan ditandatanganinya Akta PPAT; bahwa antara pernberi dan penerima kuasa belum/tidak pernah membuat/melakukan/ melaksanakan PPJB di hadapan Notaris; dan bahwa pemilik dan pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan bersedia dan sanggup bertanggung jawab sepenuhnya serta bersedia ditindak dan dituntut di hadapan pihak-pihak yang berwenang tanpa meliuatkan Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara.
Penulis menyarankan perlunya penyadaran mengenai pentingnya pajak, diharapkan dengan tingginya kesadaran masyarakat, maka akan meminimalisasi pengelakan pajak; upaya yang telah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara dapat diikuti oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya lainnya; dan Notaris sebaiknya tidak membuatkan akta/surat kuasa yang dibuat secara terpisah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Bell guna menghindari terjadinya pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB.

In land or building sales that was made initiated by The Installment Sale Agreement (Perjanjian Pengikatan Jual Bell) with selling authorization that was made in front of North Jakarta Notary, there was evasion made on Income Tax (Pajak Penghasilan) and Land Tenure Income Tax (Bea Perolehan Hak Atas Tanah an/atau Bangunan) exaction.
The research method is juristic normative method that refers to legal norms in the prevailing laws and regulations. Based on the research, evasion towards PPh and BPHTB in land and/or building sales made with Authorization Selling Letter, it was made separately with PPJB, and was made as a base for the next land and/or building selling transaction with other parties.
Evasion was handled by signing a Statement Letter and known by the Notary that said about the statement that the selling authorization given to the appointed has never been nullified/erased and was still in effect until it is made and signed in front of the PPAT; that between the appointer and the appointed has never been made/done/performed a PPJB in front of the Notary; and that the owner and holder of land and/or building is willing and can be hold responsible and willing to be charged and punished by the authorities without involving the North Jakarta Land Registry Office.
The author advises about the awareness to the importance of tax, hoping for society's awareness, therefore minimizing the tax evasion; the effort made by the North Jakarta Land Registry Office can be followed by the other Land Registry Offices; and Notary should not made Letter of Authorization that was made separately with Installment Sale Agreement to avoid the evasion of PPh dan BPHTB exaction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caroline Gunawan
"ABSTRAK
Dalam perbuatan hukum jual-beli tanah PPAT sebagai
pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional mempunyai
peranan yang cukup penting dalam penyelenggaraan
Pendaftaran Tanah, karena akta jual-beli yang dibuat oleh
dan dihadapan PPAT merupakan sumber utama dalam rangka
pemeliharaan data Pendaftaran Tanah dan merupakan dasar
yang kuat untuk pendaftaran pemindahan hak atas tanah
pada Kantor Pertanahan, dimana dengan pendaftaran pembeli
akan tercatat sebagai pemegang hak atas tanah yang baru
dalam sertifikat, yang merupakan surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud pasal 19 UUPA yang memberikan
jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi
pemegangnya, namun kadangkala walaupun jual beli telah
dilakukan berdasarkan tatacara yang berlaku pembeli masih
mungkin menghadapi gugatan dari pihak ketiga yang merasa
berhak atas tanah itu, sesuai dengan tujuan Pendaftaran
Tanah maka sejauh mana jaminan kepastian hukum yang
diberikan oleh sertifikat pada pemegang hak atas tanah."
2003
T37695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Kurniawan
"Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, pengikatan jaminan berupa hak atas tanah diatur melalui lembaga Hak Tanggungan. Permasalahan pokok yang dianalisis adalah disertakan Badan Pertanahan Nasional dalam Putusan Pengadilan Nomor 35/Pdt.G/2006/PN.BGR ikut dijadikan sebagai Turut Tergugat dan diperintahkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak serta keputusan Pengadilan yang menyatakan sah jaminan pelunasan hutang dengan jaminan sertipikat hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan dan tidak diproses sesuai dengan ketentuan UU No.4 Tahun 1996 dan peraturan pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan menghimpun dan menganalisis data sekunder, berupa literatur dan peraturan perundangundangan yang terkait dengan lembaga jaminan khususnya lembaga Hak Tanggungan.
Hasilnya, dituangkan dalam kesimpulan bahwa menyertakan Kantor Pertanahan sebagai salah satu Tergugat dalam kasus cidera janji hutang pihutang dengan jaminan hak atas tanah yang dilakukan di bawah tangan bukan merupakan tindakan hukum yang tepat karena Kantor Pertanahanan- sama sekali tidak ada kaitannya dengan prosedur pengikatan jaminan yang dilakukan oleh Penggugat dan Penggugat. Melakukan gugatan hak atas tanah dalam pengikatan jaminan tanpa prosedur hukum yang sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1996 hanya dapat dilakukan melalui proses gugatan perdata biasa. Gugatan melalui pengadilan tidak memiliki batas waktu kadaluwarsa sesuai dengan asas publikasi negatif yang dianut dalam konsep hukum tanah di Indonesia. Amar Putusan Pengadilan Negeri Bogor merupakan pertimbangan yang kontradiktif dalam kaitannya dengan penjualan tanah sebagai jaminan karena jika hak Penggugat untuk melakukan penjualan harus melalui prosedur pelelangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24705
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Irma Sari
"Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUHPer yang dimulai dari pasal 1233 KUHPer ? pasal 1864 KUHPer. Hal-hal yang diatur di dalam Buku III KUHPer antara lain mengenai: perjanjian jualbeli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang, dan perdamaian yang disebut juga dengan nama perjanjian nominaat. Perjanjian nominaat adalah perjanjian yang dikenal di dalam KUHPer. Sistem pengaturan hukum perjanjian menganut sistem terbuka , yang artinya para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan syarat-syaratnya, pelaksanaannya, dan bentuk perjanjian yaitu lisan maupun tertulis, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undangundang. Hal ini dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPer. Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang sangat berkembang saat ini di dalam masyarakat. Salah satu contoh dari perkembangan perjanjian sewa menyewa di dalam masyarakat adalah perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan. Dalam penelitian ini saya mencoba untuk menggambarkan secara umum mengenai bagaimanakah Perjanjian Sewa Menyewa Tanah dan Bangunan di Taman Industri Marunda (Marunda Industrial Park). Dan metode penelitian yang saya gunakan adalah metode penelitian kepustakaan, dengan alat pengumpulan datanya adalah studi dokumen, sehingga sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif, karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai perjanjian sewa menyewa dalam sewa menyewa tanah dan bangunan, dan bentuk dari penelitian ini adalah preskriptif, sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Dengan demikian, hasil penelitian akan bersifat deskriptif-analitispreskreptif. Pada hakikatnya Perjanjian Sewa Menyewa Tanah dan Bangunan di Taman Industri Marunda sepenuhnya dilandasi oleh ketentuan yang diatur dalam KUHPer, tetapi berdasarkan adanya azas kebebasan berkontrak maka di dalam perjanjian ini juga ada ketentuan-ketentuan yang merupakan kesepakatan dari kedua belah pihak yang tidak terdapat di dalam KUHPer seperti misalnya mengenai jaminan sewa (security deposit). Pada perjanjian ini penyewa diwajibkan untuk memberikan jaminan sewa sebesar 3 bulan sewa untuk menjamin kepastian berusaha dari pihak penyewa kepada pihak yang menyewakan. Perjanjian Sewa Menyewa Tanah dan Bangunan ini juga mempunyai keunikan tersendiri karena jangka waktu sewanya yang tidak terlepas dari jangka waktu perjanjian kerjasama antara PT. (P) Kawasan Berikat Nusantara dan PT. Dwimarunda Makmur yaitu selama 30 (tiga puluh tahun), karena kawasan industri ini berdiri berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>