Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165373 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endah Kuswinda Purwati
"Endah Kuswinda Purwati. Pemberian Kuasa Kepada Bank Dalam Kaitannya Dengan Pembebanan Hipotik Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia. - SKRIPSI, 1992.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai praktek pemberian kuasa untuk memasang hipotik alam dunia pe rbankan , berikut masalah hukum yang terjadi diaalam praktek dan penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Pasal 24 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, menentu kan oahwa bank d ilarang untuk memberikan kredit tanpa adanya jami nan. Dan salah satu bentuk jaminan adalah hipotik hak atas tanah. Hipotik hak atas tanah merupakan lembaga jaminan yang terkena wajib daftar pada register umum. Pendaftaran ini memberikan kedudukan preferent kepada pemegang hipotik, sehingga pelunasan piutang pemegang hipotik itu dapat didahulukan. Namun ketentuan yang bermaksud memberikan perlindungan pada kreditur tidak selamanya diikuti dalam praktek. Dilihat secara teoritis, praktek semacam ini bagaimanapun juga akan mendatangkan kesulitan bagi bank karena terdapat kemungkinan bank akan kehilangan hak istimewanya. Pihak bank sendiri menganggap praktek tersebut tidak menyulitkan, karena bank mempunyai cara tersendiri untuk menghindari hal semacam itu. Walaupun demikian didalam prakteknya, terkadang terjadi juga masalah-masalah yang membutuhkan penanganan yang profesional tanpa harus menimbulkan kesulitan bagi kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rofik Sungkar
"Dewasa ini perkreditan mempunyai arti penting bagi pembangunan di bidang Industri Konstruksi yang meliputi pembangunan sarana dan prasarana fisik. Industri Konstruksi selain membutuhkan tehnik yang tinggi sifatnya dan dikerjakan oleh orang-orang yang ahli juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mewujudkannya. Salah satu perkreditan yang dibutuhkan di bidang konstruksi adalah kredit Konstruksi. Dan bila kita berbicara mengenai kredit maka ini tak lepas dari jaminan. Dimana masalah jaminan baik jaminan khusus maupun jaminan umum, ini penting sekali dalam pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank, khususnya Bank Rakyat Indonesia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, dalam pasal 8. Dewasa ini, tanah dan bangunan merupakan obyek yang utama untuk dijadikan jaminan. Lembaga jaminan yang dibebankan atas tanah, tanah dan bangunan tesebut adalah Hipotik. Akta pembebanan hipotik ini harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan ditandatangani oleh para pihak, saksi dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia, tidak semua dapat dikembalikan oleh debitur, dan bila terjadi suatu kredit macet maka upaya hukum yang dapat ditempuh ada bermacam-macam, seperti memberikan peringatan (somasi) kepada debitur, penjualan agunan oleh debitur, penjualan di bawah tangan oleh Bank, menggugat secara perdata, menyerahkan kepada Panitia urusan Piutang Negara (PUPN) dan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti
"Hipotik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Pemberian Kredit Bank Dengan Bank Tabungan Negara Sebagai Tinjauan, SKRIPSI, Penulisan bertujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah hipotik atas satuan rumah susun dalam praktek pemberian kredit di bank, yaitu bagaimana tata cara pemberian kreditnya, bagaimana tata cara pembebanan hipotiknya, bagaimana roya hipotiknya dan bagaimana eksekusi hipotiknya. Penulisan ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di Bank Tabungan Negara dengan tehnik wawancara. Ketentuan yang mengatur mengenai hipotik ini adalah ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan UU No.16/1985 tentang Rumah Susun, terutama yang menyangkut mengenai hipotik atas satuan rumah susunnya. Hipotik merupakan hak kebendaan atas barang-barang tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya pelunasan suatu perikatan. Proses pembebanan hipotik atas satuan rumah susun, dalam praktek, adalah sama dengan pembebanan hipotik atas rumah atau tanah. Perbedaannya hanya terletak pada masalah eksekusinya. Disarankan agar penyelesaian eksekusi lelangnya dapat lebih disederhanakan prosedurnya sehingga dapat menguntungkan semua pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisaroh
"Dalam praktek perbankan hampir dapat dikatakan bahwa jaminan merupakan suatu syarat pokok untuk mendapatkan kredit Bank, meskipun dilain pihak terdapat kebijaksanaan tersendiri (dari pemerintah) terhadap pengusaha golongan ekonomi lemah dan masyarakat golongan ekonomi lemah yang ada di desa-desa, maka di sini .tidak selamanya diperlukan jaminan. Namun dal am hal pemberian rtedit pada batas-batas tertentu , jaminan ini sangat penting arti dan peranannya bagi pihak Bank. Yaitu sebagai suatu jaminan bahwa kredit yang diberikannya itu akan dikembalikan.
Pada skripsi ini, yang dimaksud dengan jaminan adalah jaminan atas be nda-benda tetap, yang dalam praktek perbankan dikenal dengan jaminan hipotik. Setiap pengikatan kredit dengan jaminan hipotik ini biasanya ada suatu ketentuan dari pihak Bank bahwa jaminan tersebut diasuransikan pula pada suatu perusahaan asuransi. Untuk itu ada suatu klausula khusus sebagai penghubung antara pihak Bank dengan pihak asuransi, yang disebut dengan Banker's Clause. Disamping itu ada pula ketentuan penting, yang menyatakan bahwa jaminan. hipotik itu dilarang untuk dipindah tangankan. pada pihak lain. Padahal menurut ketent uan dasar (asas-asas ) hipotik jaminan hipotik dapat dipindah tangankan ataupun dibebankan berkali-kali (tingkatan-tingkatan hipotik). Klausula semacam ini tercantum di dalam Surat Kuasa Memasang Hipotik (SKMH) dan Akte Hipotik-nya.
Sehubungan dengan ketentuan tersebut di atas, yang sering terjadi dalam prkatek ada lah claim asuransi kebakaran atas jaminan hipotik tersebut. Ternyata masalah yang sering timbul adalah keadaan Under Insurance (pertanggungan di bawah harga), yang mana jika terjadi demikian pihak asurarsi akan kerugiannya berdasarkan kondisi prorata, dengan mempertimbangkan pula jumah pinjaman sitertanggung pada pihak Bank . Apakah da lam praktek kondisi prorata (berdasarkan penilaian dari adjuster) itu benar-benar diterapkan tanpa adanya kebijaksanaan dari pihak asuransi, ini akan penu lis bahas pada Bab-IV dalam bentuk kasus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1991
S20375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Woworuntu, Yudi Mirza
"Bouw Hipotik Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Konstruksi. Menurut Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Apabila hal ini kita hubungkan dengan praktek perbankan sehari-hari, kita melihat usaha dari bank antara lain menerima simpanan dari masyarakat baik dalam bentuk tabungan, giro, deposito dan bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu serta menyalurkan dana tersebut kepada pihak-pihak yang memerlukannya dalam bentuk kredit. Bank dalam memberikan jasanya, menyediakan bermacam-macam kredit, salah satunya adalah Kredit Konstruksi, yaitu kredit yang khusus diberikan kepada perusahan pemborongan bangunan, baik developer ataupun kontraktor, untuk melaksanakan pembangunan suatu proyek. Dalam pemberian kredit konstruksi tersebut, bank mensyaratkan adanya barang yang dijadikan jaminan. Salah satu bentuk yang dapat dijadikan jaminan adalah Bouw Hipotik, yaitu hipotik khusus diadakan untuk membangun perumahan dengan jaminan tanah yang telah ada dan rumah yang akan dibangun, dimana pemberian kreditnya tidak dilakukan sekaligus menurut plafon (pagu kredit), melainkan diberikan sebagian demi sebagian sesuai dengan kemajuan/hasil pembangunan rumahnya. Prosedur pembebanan hipotik ini, pertama-tama adalah dibuat perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Kemudian dibuat perjanjian pembebanan hipotik yang dimuat dalam akta hipotik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Untuk memenuhi syarat publisitas, akta hipotik, beserta dokumen lain yang harus didaftarkan kepada Kepala Seksie diperlukan, Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan setempat untuk dibukukan dan dibuatkan sertifikatnya. Bila timbul perselisihan, Debitur wanprestasi atau pailit, maka Bank sebagai kreditur dapat mengeksekusi barang yang dijadikan jaminan untuk pelunasan hutang dari Debitur dan apabila ada sisanya akan dikembalikan kepada Debitur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Marya N.
"ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai eksistensi credietverband sebagai pengikat jaminan dalam prakteknya di dunia perbankan khususnya bankbank pemerintah yang telah ditunjuk sebagai pemegang credietverband. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Pckck-pokok Perbankan mensyaratkan adanya jaminan pada setiap pemberian kredit yang dilakukan pihak bank. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan yang bersifat materiil maupun yang bersifat immateriil.
Salah satu jaminan yang bersifat materiil adalah tanah (dapat pula berikut bangunan yang ada di atasnya). Dan tanah-tanah yang dapat dijadikeoi jaminan dengan dibebani hak tan^gungan adalah tanah-tanah hak milik. hak guna usaha dan hak guna bangunan. Berhubung undang-undang tentang tanggungan sebagaimana yang disebut dalam pasal 51 UUPA belum terbentuk maka untuk sementara diberlakukan ketentuan-ketentuan hipotik tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan ketenbuan-ketentuan credietverband tersebut dalam S.1908-542 sebagai yang telah diubah dengan S.1937-190 (pasal 57 UUPA).
Eksisbensi credietverband pada saat ini tetap dipertahankan karena penggunaannya di dalam praktek sudah merupakan kebiasaan/tradisi dari kreditur yang berwenang menjadi pemegang credietverband tersebut. Disamping itu dimungkinkannya Surat Kuasa memasang Credietverband dibuat dengan akte di bawah tangan, turut mendukung eksistensinya pada saat ini. Bahkan sebagai perkembangannya di dalam praktek, dikenal suatu bentuk yang disebut crediet credietverband yaitu suatu credietverband yang menjamin pembayaran kembali uang-uang pinjaman yang pada waktu itu belum diberikan akan tetapi sudah disanggupkan akan diberikan sampai suatu batas maksimal tertentu. (Marya N. Simamora)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Tania
"Penghimpunan dana masyarakat di bank BNI per juni 1998 meningkat 207,90 % melampaui pertumbuhan rata-rata simpanan masyarakat sektor perbankan sebesar 185,25 %, pertumbuhan rata- rata perbankan pemerintah 14 1,08 % dan rata-rata perbankan swasta 95,51 %. Hal itu menunjukkan dimasa krisis seperti sekarang ini kepercayaan masyarakat terhadap bank BNI justru semakin meningkat. Salah satu produk dari bank BNI adalah SERTI PLUS. SERTIPLUS ini berbentuk dalam lembaran-lembaran bilyet, diterbitkan kepada pembawa, dapat diperjualbe =likan, dan dapat dijadikan jaminan kredit. Bila dillhat bentuknya, SERTIPLUS ini dapat dimasukkan kedalam kelompok Surat Berharga . Menurut KUHPerdata, SERTIPLUS ini masuk kedalam Benda Bergerak yang Tidak Berwujud, yakni berupa piutang kepada pembawa. SERTI PLUS sebagai Benda Bergerak Yang Tidak Berwujud bila hendak dijadikan jaminan kredit maka pengikatannya harus dilakukan dengan cara gadai. SERTIPLUS dapat dijadikan sebagai jaminan tambahan dalam pemberian Cash Collateral Credit. Prosedur penggadaian SERTIPLUS ini pertama-tama dibuat perjanjian pokoknya yakni perjanjian hutang-piutang/perjanjian kredit, lalu dibuat perjanjian penggadaiannya. Selanjutnya SERTIPLUS yang digadaikan itu harus diserahkan kepada kreditur (penerima gadai), penyerahan tersebut merupakan syarat sah terjadinya gadai. Berakhirnya perjanjian gadai SERTIPLUS ini adalah apabila perjanjian kreditnya telah dilunasi oleh debitur (pemberi gadai) atau apabila ada penggantian barang yang dijadikan jaminan oleh debitur (pemberi gadai. Apabila debitur wanprestasi atau tidak melunasi hutangnya kepada kreditur, maka kreditur (Bank BNI) akan menegurnya secara tertulis maksimal 3 kali, apabila debitur tidak menghiraukannya, maka kreditur akan mencairkan bilyet SERTIPLUS tersebut, hal ini disebut dengan Parate Eksekusi (pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata) yakni hak yang dimiliki oleh penerima gadai (kreditur) untuk mengeksekusi barang yang dijaminkan padanya tanpa melalui perantaraan hakim (pengadilan) jika pemberi gadai (debitur) wanprestasi. Dengan Parate eksekusi, maka perselisihan antara Bank BNI (kreditur) dan debitur dapat diselesaikan dengan cepat dan biaya yang ringan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Ariyani
"Dalam rangka pembangunan dewasa ini, modal adalah kebutuhan yang utam bagi seorang pengusaha untuk memulai atau mengembangkan usahanya. Jalan keluar yang lazim dilakukan untuk memenuh i kebutuhan ini adalah dengan cara memperoleh fasilitas kredit, baik melalui bank-bank pemerintah maupun bank swasta. Bank didalam memberikan fasilitas kreditnya kepada nasabah mesyaratkan adanya barang jaminan (pasal 24 ayat ( 1 ) . UU No. 14 tahun 1967). Dalam rangka memenuhi fasilitas kredit di Indonesia, telah dikenal beberapa bentuk pengikatan jaminan. Dalam perkembangan pada praktek perbankan mengenai benda jaminan yang berupa tanah telah mengalami perkembangan pula, karena seperti kita ketahui dalam Undang-undang Pokok Agraria hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah hak milik , hak guna bangunan dan hak guna usaha, dengan pengikatan secara hipotik/credietverband, serta hak pakai menurut Undang-undang Tentang Rumah Susun dapat dibebani fiducia. Dalam hal ini menurut PMA 15/1861 berdasarkan UUPA jo PP 10/1961 disyaratkan adanya pensertifikatan terhadap tanah-tanah tersebut untuk dapat dibebani dengan hipotik/credietverband. Namun demikian dalam prakteknya pada Bank BNI, terhadap tanah-tanah yang belum bersertifikatpun dapat dijadikan sebagai jaminan dalam pemberian kredit, dengan suatu cara pengikatan jaminan yang d isebut PPJPK. PPJPK ini adalah kependekan dari Perjanjian Penyerahan Jaminan Dan Pemberian Kuasa. Karena PPJPK in i merupakan suatu cara pengikatan jaminan yang timbul dalam praktek perbankan khususnya pada Bank BNI, maka menarik bagi kita untuk mengetahui bagaimanakah praktek pengikatan jaminan secara PPJPK ini, mengingat besarnya resiko yang di hadapi kreditur dengan menerima tanah yang belum bersertifikat sebagai jaminan untuk pemberian kredit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siallagan, Berlian
"Berlian Siallagan, 0587007052, Surat Sanggup Bayar sebagai jaminan dalam pemberian kredit pada PT . Bank Utama, skripsi 1993. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran eksistensi jaminan kredit yang berupa surat Sanggup Bayar dalam praktek perbankan dewasa ini. Bank di dalam memberikan fasilitas kredi kepada nasabah, mensyaratkan adanya barang jaminan yang diberikan oleh nasabah. Berdasarkan perkembangan akhir-akhir ini, bentuk benda yang dapat dijaminkan kepada bank mengalami perkembangan juga. Salah satu adalah dijadikan Surat Sanggup Bayar sebagai jaminan kredit. Surat Sanggup Bayar merupakan Suatu piutang yang dapat dimasukkan kedalam kelompok surat berharga. Apabila dihubungkan dengan hukum kebendaan, maka Surat Sanggup Sayar termasuk kedalam bentuk benda bergerak yang tidak berwujud, sehingga dapat dialihkan kepada pihak lain. Jika Surat Sanggup Bayar dijadikan jaminan kredit, maka dilakukan secara gadai. obyek gadai adalah benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Syarat yang harus dipenuhi oleh Surat Sanggup Bayar adalah nilai nominalnya harus sebesar 100% dari limit kredit yang diberikan bank. Tata cara penggadaian Surat sanggup Bayar dengan mengadakan perjanjian gadai yang kemudian diikuti oleh endossemen dan penyerahan suratnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20382
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>