Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71760 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tengku Parameswara
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20547
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Arifin
"Harta bersama merupakan salah satu bentuk sumber kekayaan yang diusahakan suami isteri dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Perdata Barat (BW) mempunyai perbedaan dalam mengatur sumber pembiayaan bagi penyelenggaraan kehidupan keluarga. Perbedaan ini menyangkut tentang ada tidaknya harta bersama, proses pembentukan harta bersama, unsur-unsur yang membentuk harta bersama, pola pengelolaan harta bersama dan pembagian harta bersama karena perceraian.
Para ahli Hukum Islam berbeda pendapat dalam memandang hukum harta bersama ini. Kelompok pertama berpendapat bahwa pada asasnya dalam Hukum Islam tidak ada harta bersama. Seluruh biaya pemenuhan penyelenggaraan kehidupan rumah tangga menjadi kewajiban dan tanggung jawab suami. Walaupun isteri memiliki harta baik berasal dari warisan, hibah maupun hasil usahanya sendiri, ia tidak mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Penggunaan harta benda isteri oleh suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga, hukumnya sebagai pinjaman/hutang yang harus dikembalikan.
Kelompok kedua, yang umumnya terdiri dari ulama mazhab Hanafi menyatakan bahwa suami dan isteri dapat membentuk harta bersama guna memenuhi kebutuhan rumah tangga, apabila pasangan suami isteri tersebut sepakat untuk membentuknya. Kebolehan pembentukan harta bersama ini mereka kiaskan dengan diperkenankannya membentuk usaha dagang bersama (syarikat 'inan).
Menurut pendapat kedua ini, bila suami dan isteri sepakat, mereka dapat membentuk harta bersama. Kesepakatan tersebut tidak harus berupa perjanjian. Jika dalam kehidupan keseharian menun.jukkan adanya harta bersama, secara hukum dapat ditafsirkan sebagai adanya kesepak.atan suami isteri untuk membentuk harta bersama. Secara tersurat, Pasal 85 sampai dengan 97 Bab XIII Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang merupakan produk fikih Indonesia, mengatur kemungkinan bagi para pihak suami isteri untuk membentuk harta bersama dalam keluarga. Pasal 65 Kompilasi tersebut menyatakan pula bahwa adanya harta bersama dalam keluarga itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik pribadi masing-masing suami dan isteri.
Sedang menurut Hukum Adat, harta bersama dalam perkawinan adalah harta lepasan atau pecahan dari harta kerabat yang mengurung keluarga baru tersebut. Harta bersama ini berada di antara dua tarikan kutub, kutub kerabat dan kutub keluarga. Pada suatu ketika tarikan kutub keluarga lebih kuat, dan pada ketika yang lain tarikan kutub kerabat lebih kuat. Unsur-unsur harta dari harta bersama menurut Hukum Adat adalah semua harta yang dihasilkan oleh suami isteri selama perkawinan dan harta yang diberikan kepada keduanya ketika menikah.
Berkenaan dengan harta bersama, Hukum Perdata Barat (BW) menetapkan bahwa apabila tiada perjanjian khusus dalam perkawinanq maka semua harta yang dibawa oleh suami dan isteri, harta yang diperoleh selama perkawinan, semuanya menjadi harta bersama. Baik Hukum Adat maupun Hukum Perdata Barat (BW) menganut asas persatuan bulat.
Kompilasi Hukum Islam secara tegas menyatakan bahwa suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta pribadi isteri dan harta pribadi suami sendiri. isteri ikut bertanggungiawab meniaga harta bersama maupun harta pribadi suami yang ada padanya. Tanpa persetujuan pihak, lain, suami atau isteri tidak boleh menjual atau memindahtangankan harta bersama.
Bagaimana prosedur pembagian harta bersama j ika terjadi perceraian, dimana pembagian dilakukan dan berapa bagian masing-masing suami isteri. Kenyataan dalam masyarakat diperkirakan sangat bermacam ragam. Kemungkinan pembagian itu dilakukan dirumah, sebelum gugatan diajukan ke Pengadilan, kemungkinan kesepakatan pembagian tercapai di Pengadilan, kemungkinan pembagian dilakukan di bawah wibawa keputusan pengadilan, atau kemungkinan harta tersebut tidak pernah dilakukan pembagian sehingga harta bersama tetap dikuasai oleh salah satu pihak. Kemungkinan pihak laki-laki yang menguasai harta bersama itu, kemungkinan pula pihak laki-1aki memperoleh bagian terbesar dari harta bersama itu atau mungkin pula sebaliknya. Besar kecilnya bagian masing-masing ini dipengaruhi oleh hukum yang dianut, kesadaran hukum dan lingkungan masyarakatnya.
Pengetahuan tentang proses pembentukan harta bersama, unsur-unsur harta, pengelolaan dan pembagian harta bersama akibat perceraian masih sangat kurang. Hal ini dapat dipenuhi melalui kegiatan penelitian yang secara makro akan memberikan gambaran tentang seberapa jauh perjuangan perbaikan nasib kaum wanita, khususnya wanita yang telah dicerai. Selain itu, informasi tersebut diharapkan juga akan bermanfaat sebagai penilaian dan evaluasi pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Firdaus Tahir
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanthy Prio Utomo
"Seperti diketahui pokok tujuan dari perkawinan adalah bersama-sama hidup pada satu masyarakat dalam suatu ikatan perkawinan. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa ikatan perkawinan akan membawa akibat pada suami-isteri, yaitu timbulnya hak dan kewajiban suamiisteri, harta benda perkawinan, kedudukkan anak, hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.Pada prinsipnya dalam hukum Islam tidak mengenal adanya istilah harta bersama. Harta benda dalam perkawinan bagi suami-isteri merupakan suatu masalah yang pokok. Hal itu karena harta benda mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan keluarga. Harta benda suami-isteri dalam perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 35, 36, dan 37. Sedangkan menurut hukum Islam, suami dan isteri mempunyai kekayaan masing-masing, misalnya barangbarang yang mereka dapat dari hibah dan warisan. Dalam hal ini kekuasan terhadap barang-barang tersebut tetap berada di pihak yang mempunyai barang-barang tersebut. Mengenai harta kekayaan suami-isteri tidak saling beban membebani, yang artinya dalam hukum Islam harta bawaan masing-masing, tetap menjadi milik dan dibawah kekuasaan masing-masing. Dalam hal kedua belah pihak akan mengadakan penggabungan harta bawaan tersebut, maka penggabungan harta itu diperbolehkan dan sangat dianjurkan. Bentuk penggabungan dan penyatuan harta itu dilakukan dengan syirkah (perkongsian)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriana Feramitha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai akibat putusnya perkawinan pasangan
berbeda agama terhadap harta bersama menurut hukum Islam. Yang menjadi
pokok permasalahan pada penelitian ini adalah apakah perkawinan beda agama
baik yang dilakukan di luar negeri, dengan meminta penetapan Pengadilan,
maupun yang dilakukan diluar lembaga perkawinan yang telah ditetapkan oleh
undang-undang adalah sah dan mempunyai akibat hukum, baik terhadap harta
bersama maupun hak kewarisan? Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif-analitis. Perkawinan berdasarkan Hukum Islam merupakan suatu akad
atau perjanjian yang sangat kuat dan kokoh antara seorang laki-laki muslim dan
wanita muslim. Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan berdasarkan hukum
agama dengan memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan dan tidak
melanggar larangan yang ditetapkan. Perkawinan beda agama yang dilakukan
antara orang muslim dengan orang non-muslim merupakan pelanggaran terhadap
salah satu rukun dan syarat, serta merupakan larangan perkawinan di Indonesia.
Akibatnya perkawinan tersebut menjadi tidak sah dan dapat dibatalkan.
Permasalahan yang ditimbulkan antara lain adalah pembagian harta bersama
apabila perkawinan tersebut putus. Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
yang berlaku, apabila perkawinan putus karena perceraian, masing-masing suami-
isteri mendapat seperdua. Jika putusnya perkawinan karena kematian, perbedaan
agama merupakan penghalang terjadinya hak untuk saling mewarisi. Dengan
demikian apabila pewaris dan ahli waris berbeda agama maka ahli waris tidak
mendapatkan harta waris. Penelitian ini menemukan bahwa ternyata atas dasar
kekerabatan dan sebagai hilangnya hak kewarisan pada ahli waris yang terhalang
tersebut, ada lembaga yang disebut wasiat wajibah yang mewajibkan orang yang
meninggal dunia untuk memberikan harta warisnya kepada kerabat dekat yang
terhalang dalam mendapatkan warisnya.

ABSTRACT
This undergraduate thesis describes a consequences of divorce in
difference of religion married couple according to Islamic marriage law which the
main issue in this research is, whether the difference of religion in marriage which
was held abroad, which requiring a decision of court, also which was held outside
the Indonesian Marrital Institution are legal and having a consequences about the
common property in marriage and about the matters pertaining to inheritance.
This research uses a method of descriptive-analysis. Marriage under Islamic Law
constitute a contract or a strong agreement between man and women in the
members of muslim community. A marriage is legal when was performed
according to the essential pillars dan obligatory rules in the Islamic Marriage Law
and not prohibited by the law. The Marriage between the muslim and non-muslim
is contradicted with certainty of essential pillars and obligatory rules of marriage
and also prohibited by the law. The consequences are the marriage was illegal dan
cancellation of the marriage. The emergence problem are distribution of common
property if the marriage has broken. According to the Islamic Law and Prevailing
Positive law if the marriage was broken because of separation, the common
property divided for each husband and wife. When the marriage was separate by
the death one of them, the difference of religion prevent the acceptance
inheritance. Obviously, if the heir and the acquiescent of legacy have different in
religion, the acquiescent would not get any of the legacy. This research finds that
in fact, family relationship and as prevention of inheritance, the family member
who prohibited by the law could receive the legacy through the wajibah
testament."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;;, ], 2010
S22205
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sjarifuddin Shaleh
"ABSTRAK
Negara kita adalah negara Kesatuan Republik Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perkawinan Nasional semenjak tahun 1974. Enam belas tahun berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974 ini, sampai saat ini belum berlaku secara efektif. Hal ini terbukti masih adanya perkawinan yang dilakukan tidak mematuhi peraturan yang berlaku. Antara lain adalah perkawinan di bawah tangan, yaitu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang Islam Indonesia, memenuhi baik rukun
rukun maupun syarat-syarat perkawinan menurut Islam, tetapi tidak didaftarkan pada pegawai pencatat nikah. Perkawinan di bawah tangan ini walaupun telah memenuhi ketentuan yang diatur Pasal 2 ayat (1) tetapi tidak memenuhi ketentuan pasal 2 ayat (2). Bahwa penjelasan Undang-undang No.1 tahun 1974 mengatakan pencatatan perkawinan hanya bersifat administratif belaka, maka ada pendapat bahwa perkawinan itu walaupun tidak dicatatkan adalah sah. Namun walaupun perkawinan di bawah tangan itu dianggap sah, tetapi karena para pihak yang terlibat dalam perkawinan itu tidak mempunyai petikan surat nikah, maka sukar membuktikan adanya pernikahan itu bagi generasi penerus atau untuk pihak ketiga. Karena
perkawinan di bawah tangan itu dianggap sah dengan sendirinya menimbulkan akibat hukum, baik terhadap isteri, anak anak maupun harta bersama. Tapi ada pendapat yang mengatakan bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan itu tidak sah,
karena itu perlu adanya usaha-usaha agar setiap perkawinan itu selalu dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Zuldarsyah
"Skripsi ini membahas tentang ketentuan harta bersama berupa simpanan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Harta bersama merupakan harta benda yang dimiliki oleh suami dan isteri setelah timbulnya hubungan perkawinan. Sementara itu, simpanan pada bank dimiliki secara individu dan diikat oleh ketentuan rahasia bank. Permasalahan yang akan diteliti adalah melihat keselarasan antara ketentuan harta bersama dan ketentuan rahasia bank pada perbankan syariah dan penyelesaian harta bersama yang disimpan pada perbankan syariah. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan meneliti bahan pustaka yang ada. Dari penelitian yang dilakukan terlihat bahwa ketentuan harta bersama dengan ketentuan rahasia bank tidak selaras sehingga penyelesaian harta bersama harus dilaksanakan dengan putusan pengadilan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peraturan perbankan yang mengatur ketentuan rahasia bank perlu ditinjau ulang agar selaras dengan ketentuan harta bersama.

This research discusses the provisions of the joint marital property in the form of savings in the form of certificate of deposits, saving accounts and checking accounts. Joint marital property is property owned by a husband and wife after wedding. Meanwhile, savings at banks individually owned and held by the bank secrecy provisions. The problem statement of this research are the alignment of the provisions of the joint marital property and bank secrecy provisions on Islamic banking and settlement of joint marital property stored on Islamic banking. The method of research is juridical-normative by using secondary data. It founds that the provisions of property along with bank secrecy provisions are not aligned with the result that settlement of joint marital property are implemented by adjudication of court. Therefore it can be concluded that the banking regulations governing bank secrecy provisions should be reviewed in order to align the provisions of the joint marital property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Yasin
"Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil. (Penjelasan Umum,; angka 4 huruf a. UU No. 1 Tahun 1974).
Kesejahteraan materiil yang sering juga disebut dengan "ekonomi keluarga" merupakan hal yang kongkrit karena terkait dengan kebendaan, sedangkan hukum tentang kebendaan itu berhubungan langsung dengan hukum kepemilikan.
Pokok permasalahannya, bagaimana UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam masing-masing mengatur permasalahan hukum harta kekayaan perkawinan serta dalam hal apa sajakah perbedaan diantara keduanya.
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif normatif dengan cara menganalisis peraturan perundan-gundangan dan buku-buku didukung oleh data primer, sekunder serta bahan hukum tertier dengan didukung oleh penelitian lapangan melalui observasi dan wawancara. Hasilnya ditemukan bahwa Pasal 35 UU Perkawinan mengatur bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama sedangkan harta bawaan, hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain, meskipun perjanjian perkawinan tetap dimungkinkan.
Pengaturan tentang itu diatur lebih lengkap dan jelas dalam Buku I tentang Hukum Perkawinan; Kompilasi Hukum Islam pada pasal-pasal 85 sampai dengan 97. Pasal 87 ayat (1) sangat jelas menunjukkan sebagai upaya lebih memperjelas isi pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan, dengan cara melengkapi kata "tidak menentukan lain" menjadi"tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan".
Perbedaan lain yang cukup- mendasar adalah dalam hal pembagian harta bersama bagi suami isteri yang bercerai atau salah satunya meninggal dunia. Jika dalam UU Perkawinan disebutkan bahwa harta bersama diserahkan kepada hukum masing-masing (Pasal 37) sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan dengan tegas bahwa harta bersama dibagi sama besar (Pasal 96 dan 97) serta ketentuan-ketentuan lainnya yang sangat mungkin terjadi pada kasus-kasus harta perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Damanhuri
Bandung: Mandar Maju, 2007
346.016 DAM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Era Yulia Contesa
"Masalah perkawinan mereka yang berbeda agama, sebenarnya tidak dikehendaki oleh pembentuk Undang-undang. Hal ini dinyatakan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang Perkawinan mengenai sahnya perkawinan berazaskan agama sebagai perujudan sila ke Tuhanan Yang Maha Esa yang menjadi dasar perkawinan di Indonesia. Sehingga seringkali untuk dapat disahkan perkawinan yang berbeda agama dilangsungkan di luar negeri; dalam waktu satu tahun perkawinan harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Sipil di Indonesia.
Perkawinan mereka yang berbeda agama dan pengaruhnya terhadap harta bersama sering mengalami permasalahan : 1) Apakah pengaturan tentang perkawinan mereka yang berbeda agama yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sudah memadai? 2) Bagaimanakah pengaturan terhadap harta benda dalam perkawinan dengan dibuatnya perjanjian perkawinan dan yang tidak dibuatnya perjanjian perkawinan? 3) Bagaimanakah pengaturan, pelaksanaan dan penerapan hukum dalam hal putusnya perkawinan terhadap harta kekayaan perkawinan? 4) Bagaimanakah pengaruh perjanjian perkawinan dan akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan.
Permasalahan perkawinan berbeda agama tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan analisa data menggunakan pendekatan kualitatif.
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yang menyimpulkan sebagai berikut : 1) Bagaimana pelaksanaan perkawinan antar mereka yang berbeda agama serta akibat hukumnya terhadap harta bersama dalam perkawinan, dan juga akan dibahas tentang pengaturan, pelaksanaan dan penerapannya Hukum Harta Perkawinan. 2) Apa akibat putusnya perkawinan terhadap. harta kekayaan perkawinan, terhadap hak-hak suami istri atas harta benda kekayaannya serta wewenang suami dan istri atas Harta Pribadi dan harta bersamanya. 3) Bagaimana pengaturan pelaksanaan terhadap harta benda dalam perkawinan sehubungan dengan membuat perjanjian perkawinan dengan mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan, dan apa akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan, bagi mereka yang membuat perjanjian dan bagi mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>