Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156505 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dia Sitakanti
"Untuk membantu peningkatan nilai ekspor non migas, pemerintah telah menyediakan fasilitas kredit, yaitu kredit ekspor. Dengan pemberian kredit ekspor ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu hasil produksi, menjamin kesinambungan dan ketetapan waktu penyerahan, mengakenaragamkan barang yang diekspor. Berarti dapat meningkatkan daya saing dan upaya penerogosan dan perluasan pasar di luar negeri. dalam pemberian kredit tersebut pihak harus meminta adanya jaminan. Hal tersebut ditetapkan di dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1967 pasal 24, yang menyebutkan bahwa bank dilarang memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Hal tersebut terdiri dari jaminan utama maupun jaminan tambahan. Mulanya pada kredit ekspor pihak bank tidak diperkenankan meminta jaminan tambahan, karena telah adanya asuransi jaminan kredit ekspor. Tetapi karena adanya paket januari 1990, yang menyebutkan bahwa dihapuskannya kredit likiuditas bagi kredit ekspor, dan ketentuan SE No. 22/2/UKU tahun 1989, maka pihak bank selalu meminta adanya jaminan tambahan. Pengikatan jaminan yang dipergunakan oleh kredit ekspor adalah fiducia, hipotik dan cessi sebagai jaminan, melihat pada prosedur pengikatan dan persyaratan-persyaratan yang tercantum dapat sebagai jaminan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rini Puspita Sari
"Sebagai salah satu bank komersial, Bank Rakyat Indonesia (Persero), seperti juga bank lainnya membuka kesempatan luas bagi masyarakat umum untuk mendapatkan pinjaman untuk berbagai bidang. Namun demikian, masyarakat (nasabah) yang akan menjadi debitor tidak serta merta dapat langsung mendapakan pinjaman. Bagi mereka yang nantinya akan menjadi debitor harus terebih dahulu memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan kredit. Syarat terpenting dalam mendapatkan kredit di BRI haruslah memiliki agunan (jaminan). BRI menetapkan beberapa macam lembaga jaminan, antara lain Hak Tanggungan Fidusia, Gadai, Penanggungan, dan Hipotik Kapal. Dalam prakteknya BRI menetapkan lembaga Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan yang paling utama untuk mendapatkan pinjaman. Lembaga jaminan lain juga bisa dijadikan jaminan di BRI untuk mendapatkan kredit, namun prioritas tetap diberikan kepada lembaga Hak Tanggungan. Alasannya adalah selain Hak Tanggungan telah diatur secara jelas dalam UU tersendiri (UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah), juga karena karena ekseskusi nya yang mudah. Meskipun Bri telah membuat aturan yang tegas mengenai prosedur pemberian kredit , kadang kala masih terjadi kredit bermasalah. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya kredit bermasalah di BRI. Untuk itu BRI berusaha untuk selalu mengantisipasinya dengan berbagai cara, antara lain pertama, aturan yang tegas mengenai prosedur pemberian kredit, kedua, meningkatkan kualitas personil (pegawai} BRI terutama yang berkaitan dengan masalah kredit, dan terakhir mengantisipasi bila timbulnya kredit bermasalah. BRI selalu mengantisipasi munculnya kredit bermasalah dan menanganinya dengan semaksimal mungkin agar jangan sampai merugikan BRI sendiri sebagai kreditur tetapi juga kepada nasabahnya yang menjadi debitur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21113
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wening Wulandari
"Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana bagi berbagai kebutuhan, dilingkungan masyarakat luas telah dikenal istilah kredit. Banyaknya bank yang beroperasi di penjuru kota-kota memudahkan masyarakat mendapatkan kredit yang mereka butuhkan. Selain kredit yang dapat diperoleh dari bank, masyarakat telah lama mengenal pegadaian sebagai lembaga yang memberikan uang pinjaman. Meski pun baik bank maupun pegadaian merupakan lembaga pemberi kredit namun fungsi, orientasi usaha dan tujuan pendirian kedua lembaga ini berbeda pegadaian diadakan untuk memberantas lintah darat, dengan demikian mempunyai fungsi sosial membantu kepentingan rakyat golongan ekonomi lemah dalam memenuhi kebutuhan akan dana, yang juga merupakan fungsi ekonomis dari pegadaian. Bank di lain pihak, orientasi usahanya lebih luas dari pada peqadaian, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalutkannya lagi kepada masyarakat, misalnya untuk membiayai proyek-proyek yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Adanya perbedaan diantara·kedua lembaga ini menyebabkan proses pemberian kredit dan pinjaman yang diberikan oleh keduanya menjadi berbeda meskipun kredit dan pinjaman tersebut dapat diberikan dengan menggunakan cara yang sama, yaitu dengan adanya jaminan kebendaan yang diberikan secara gadai."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatmiko Jati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S23109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacobs, Peter
"ABSTRAK
Akhir-akhir ini penerimaan devisa Indonesia terus berkurang. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga minyak bumi dan gas, sehingga total ekspor migas juga rnenurun. Terutama pada tahun 1986, dimana total ekspornya jauh lebih rendah dari tahun 1985. Oleh karena itu pemerintah mulai mengarahkan perhatian secara serius pada meningkatan ekspor non migas. Seperti diketahui, ekspor non migas Indonesia masih belum dapat diandalkan sepenuhnya. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai upaya dengan memberikan kemudahan-kemudahan agar para eksportir dapat meningkatkan kwantitas dan kwalitas ekspornya. Salah satu bentuk kemudahan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian utama adalah kemudahan untuk mernperoleh sumber pembiayaan. Adapun institusi yang memegang peranan adalah lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Pada skripsi ini perhatian kita diarahkan pada lembaga keuangan yang dinamakan bank. Bahkan lebih khusus lagi pada bank asing. Yaitu bagaimana peranan bank asing dalam meningkatkan ekspor non migas. Bank asing sebagai lembaga keuangan yang pusatnya ada di luar negeri, mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan bank-bank nasional. Oleh karena itu dalam mendukung ekspor non migas Indonesia peranan bank asing ini dibedakan dalam peranannya dalam kegiatan perbankan dan peranannya dalam kegiatan non perbankan. Dalam kegiatan perbankan, peranannya yang paling dominan adalah pemberian kredit ekspor. Apalagi setelah diberi kebebasan untuk memberikan kredit ekspor di luar Jakarta. Peranan ini bukanlah hal yang kecil, karena hampir separuh pembiayaan ekspor Indonesia di biayai oleh kredit ekspor. Dalam rangka meningkatkan baik kwantitas maupun kwalitas maka bank asing juga memberikan kredit investasi yang walaupun sekarang jumlahnya masih kecil, tapi pada tahun-tahun mendatang diharapkan akan meningkat. Selain itu bank asing juga sangat berperan sebagai partner usaha dari P.T. PMA karena perusahaan-perusahaan asing lebih mengenal cara kerja bank asing daripada bank nasional, lagi pula jaringan kerja bank asing yang tersebar di seluruh dunia sangat mendukung perusahaan-perusahaan asing tersebut dalam masalah financialnya. Sumber pembiayaan memang merupakan aspek yang paling penting dalam suatu produksi dan penjualan suatu barang. Oleh karena itu bank asing juga mendukung dalam pembiayaan imbal beli yang membutuhkan jaringan kerja yang luas. Selain itu kerja sama antar bank dengan bank-bank nasional juga dilakukan bank asing dalam rangka meningkatkan ekspor non migas Indonesia. Ditambah lagi dengan suatu jenis pembiayaan yang disebut forward trading. Peranan bank asing aalam kegiatan non perbankan dapat tekankan dalam pemberian informasi di bidang ekspor dan perdagangan, mencari importir dan eksportir yang potensial. Juga untuk meningkatkan prestasi perbankan nasional dilakukan alih teknologi perbankan dan peran-peran non perbankan lain-nya yang sebagian besar memanfaatkan jaringan kerja dan ,komunikasi yang luas dan canggih. Dalam prakteknya semua peranan tadi tidaklah berjalan mulus, sebab banyak juga hambatan-hambatan yang ada dan perlu diatasi. Hambatan dalam hal geografis berupa pembatasan pembukaan kantor cabang dan ruang operasinya. Selain itu perlu juga diperhatikan kepentingan bank-bank nasional yang kemampuannya dibawah bank asing dan berbagai masalah-masalah lainnya, yang semuanya itu dapat diatasi kalau pemerintah mau meninjau kembali perangkat hukum perbankan yang ada."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S22734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Liniarni
"LINIARNI. 0588007307. Obligasi Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank X Di Jakarta. Skripsi. 1993.
Dengan berlakunya UU Perbankan No.7/1992, adanya jaminan di dalam pemberian kredit perbankan bukan lagi merupakan keharusan, seperti yang dianut UU Perbankan No .14/19 67, Tapi UU ini lebih menitik beratkan faktor "keyakinan Bank atas kemampuan serta kesanggupan Debitur untuk melunasi hutangnya" sebagai syarat yang wajib dipenuhi Bank dalam pemberian kreditnya. Namun dalam prakteknya, jaminan tetap penting bagi Bank , karena jaminan inilah yang secara langsung dapat dipergunakan Bank jika suatu saat Debitur wanprestasi.
Dalam perkembangannya dewasa ini, bentuk benda yang dijadikan jaminan rnengalami perkembangan pula salah satunya adalah dijadikannya "Obligasi " sebagai jaminan kredit Bank.
Obligasi merupakan bukti hutang Emiten atas pinjaman uang dari masyarakat yang rnernberikan imbalan bunga serta mempunyai jangka waktu tertentu. Obligasi yang menjadi obyek gadai adalah obligasi atas unjuk, karena sampai saat ini obligasi yang dikeluarkan di Indonesia adalah obligasi atas unjuk. Di mana Bank mensyaratkan bahwa obligasi tersebut haruslah obligasi yang terdaftar di Pasar Modal (Obligasi sebagai Efek), hal ini dimaksudkan untuk memudahkan Bank dalam hal pengawasan serta eksekusinya yaitu dengan menjualnya ke Pasar Modal. Obligasi sebagai efek memang dapat dijadikan jaminan kredit sesuai dengan SEBI No.l3/14/UPK/ 1980 tentang Efek-efek sebagai jaminan kredit. Obligasi menurut hukum termasuk sebagai
salah satu benda bergerak yang tidak berwujud karenanya dapat dialihkan kepada pihak lain dan dapat dijadikan jaminan kredit yang pengikatannya dengan cara gadai. Mengenai pengadaiannya tidaklah sulit karena obligasi adalah atas unjuk, sehingga penggadaiannya cukup dengan menyerahkan obligasi peserta kupon bunganya kedalam kekuasaan Bank. Di samping adanya kemudahan ini, maka terdapat resiko bagi bank, yaitu jika harga pasarnya menurun atau jika obligasi tersebut jatuh tempo pada saat masa kredit berjalan. Penggadaian obligasi umumnya digunakan sebagai tambahan didalam pemberian kredit yang bernilai cukup besar. (LINIARNI )."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yusuf Iman Santoso
"Sejak adanya Deregulasi Pemerintah Di Bidang Keuangan Moneter Dan Perbankan yang dikenal dengan nama Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (PAKT0-27), maka pertumbuhan dunia perbankan di Indonesia demikian pesatnya dan persaingan di antara bank juga semakin meningkat sehingga yang pada mulanya masalah Kredit Pemilikan Rumah bagi golongan ekonomi menengah dan rendah merupakan monopoli pihak Bank Tabungan Negara, tetapi sejak adanya PAKTO-27 bank-bank lainnya juga telah menawarkan kepada nasabahnya jenis Kredit Pemilikan Rumah seperti yang diberikan oleh pihak Bank Tabungan Negara. Dengan semakin meningkatnya persaingan antar bank, maka jalan satu-satunya bagi Bank Tabungan Negara agar tidak kehilangan para nasabahnya adalah dengan mengeluarkan berbagai jenis produk perbankan yang salah satunya adalah Kredit Upakara (KUPARA) pada tahun 1990. Kredit Upakara adalah kredit yang diberikan oleh Bank Tabungan Negara untuk keperluan perbaikan/perluasan bangunan rumah tinggal dan keperluan lainnya yang sifatnya akan menambah nilai rumah tersebut. Setiap pemberian kredit oleh suatu bank maka bank yang bersangkutan selalu mensyaratkan adanya suatu jaminan. Di dalam perjanjian Kredit Upakara antara pihak Bank Tabungan Negara dengan debitur ditentukan bahwa yang menjadi jaminan adalah tanah dan bangunan yang akan diperbaiki/diperluas dengan menggunakan fasilitas Kredit Upakara tersebut yang akan diikat sebagai jaminan kredit berupa Hipotik. Menjelang dilakukan realisasi kredit, PPAT juga akan mempersiapkan/membuat akta pemasangan hipotik yang akan ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan perjanjian kredit. Berdasarkan akta otentik pemasangan hipotik tersebut, oleh PPAT yang bersangkutan didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Seksi Pendaftaran Tanah. Dengan pendaftaran di Kantor Badan Pertanahan Nasional, maka hipotik tersebut dianggap telah lahir. Apabila pihak Bank menganggap bahwa debitur telah melakukan wanprestasi, maka penyelesaiannya pertama-tama akan dilakukan somasi sebanyak tiga kali dalam jangka waktu tiga kali angsuran dan apabila. tidak berhasil maka Bank Tabungan Negara sebagai bank milik pemerintah menyerahkan pengurusan piutangnya kepada PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara). Jika piutang yang dijamin dengan hipotik telah dibayar lunas, maka hipotik menjadi hapus. Kemudian atas permohonan pihak-pihak yang bersangkutan harus dilakukan pencoretan/roya hipotik tersebut dari buku tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20539
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>