Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136739 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sjarifuddin Shaleh
"ABSTRAK
Negara kita adalah negara Kesatuan Republik Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perkawinan Nasional semenjak tahun 1974. Enam belas tahun berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974 ini, sampai saat ini belum berlaku secara efektif. Hal ini terbukti masih adanya perkawinan yang dilakukan tidak mematuhi peraturan yang berlaku. Antara lain adalah perkawinan di bawah tangan, yaitu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang Islam Indonesia, memenuhi baik rukun
rukun maupun syarat-syarat perkawinan menurut Islam, tetapi tidak didaftarkan pada pegawai pencatat nikah. Perkawinan di bawah tangan ini walaupun telah memenuhi ketentuan yang diatur Pasal 2 ayat (1) tetapi tidak memenuhi ketentuan pasal 2 ayat (2). Bahwa penjelasan Undang-undang No.1 tahun 1974 mengatakan pencatatan perkawinan hanya bersifat administratif belaka, maka ada pendapat bahwa perkawinan itu walaupun tidak dicatatkan adalah sah. Namun walaupun perkawinan di bawah tangan itu dianggap sah, tetapi karena para pihak yang terlibat dalam perkawinan itu tidak mempunyai petikan surat nikah, maka sukar membuktikan adanya pernikahan itu bagi generasi penerus atau untuk pihak ketiga. Karena
perkawinan di bawah tangan itu dianggap sah dengan sendirinya menimbulkan akibat hukum, baik terhadap isteri, anak anak maupun harta bersama. Tapi ada pendapat yang mengatakan bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan itu tidak sah,
karena itu perlu adanya usaha-usaha agar setiap perkawinan itu selalu dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanthy Prio Utomo
"Seperti diketahui pokok tujuan dari perkawinan adalah bersama-sama hidup pada satu masyarakat dalam suatu ikatan perkawinan. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa ikatan perkawinan akan membawa akibat pada suami-isteri, yaitu timbulnya hak dan kewajiban suamiisteri, harta benda perkawinan, kedudukkan anak, hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.Pada prinsipnya dalam hukum Islam tidak mengenal adanya istilah harta bersama. Harta benda dalam perkawinan bagi suami-isteri merupakan suatu masalah yang pokok. Hal itu karena harta benda mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan keluarga. Harta benda suami-isteri dalam perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 35, 36, dan 37. Sedangkan menurut hukum Islam, suami dan isteri mempunyai kekayaan masing-masing, misalnya barangbarang yang mereka dapat dari hibah dan warisan. Dalam hal ini kekuasan terhadap barang-barang tersebut tetap berada di pihak yang mempunyai barang-barang tersebut. Mengenai harta kekayaan suami-isteri tidak saling beban membebani, yang artinya dalam hukum Islam harta bawaan masing-masing, tetap menjadi milik dan dibawah kekuasaan masing-masing. Dalam hal kedua belah pihak akan mengadakan penggabungan harta bawaan tersebut, maka penggabungan harta itu diperbolehkan dan sangat dianjurkan. Bentuk penggabungan dan penyatuan harta itu dilakukan dengan syirkah (perkongsian)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Yanto
"Skripsi ini membahas mengenai Gugatan atas Harta Bersama Akibat Perceraian Menurut KUHPerdata dan UU No. 1 Th. 1974. Menurut KUHPerdata dengan perkawinan terjadi percampuran harta secara bulat, kecuali adanya perjanjian perkawinan. Harta bersama menurut KUHPerdata termasuk aktiva dan passiva. Apabila terjadi perceraian harta bersama dibagi dua antara suami-isteri. Isteri mempunyai hak eksklusif untuk melepaskan hak atas harta bersama. Menurut UU No. 1 Th. 1974 harta bersama adalah harta yang diperoleh selama dalam proses perkawinan. Apabila terjadi perceraian harta bersama dibagi menurut hukum masing-masing, yaitu hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya. UU No. 1 Th. 1974 tidak mengatur detil mengenai harta perkawinan dan mengenai mekanisme pelepasan hak atas harta bersama tidak diatur, ini berbeda dengan KUHPerdata. Skripsi ini juga menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Bogor No. 73/Pdt/G/2003/PN.Bgr.

This thesis discusses The Join Property lawsuit Due to Divorce According to The Book of the Civil Law and Act Number 1 of 1974 on Marriage. According to The Book of Law Civil Law by mixing marital property occurs as a whole, unless the marriage covenant. Matrimonial property according to The Book of Law Civil Law including assets and liabilities. In case of divorce joint property divided between husband and wife. Wife has the exclusive right to release the right to join property. According to Act Number. 1 of 1974 on Marriage join property is property acquired during the marriage process. In case of divorce join property is divided according to their respective laws, namely the religious law, customary law and other laws. Act Number 1 of 1974 did not set up details about the marital property and mechanism of waiver of join property is not set, this is different from The Book of Civil Law. This thesis also analyzes The Bogor District Court Decision No.73/Pdt/G/2003/PN.Bgr."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1320
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Budisarwono
"Perkembangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini banyak terjadi ikatan perkawinan yang dilaksanakan cenderung cukup hanya memenuhi persyaratan hukum agamanya saja dengan mengabaikan pencatatan perkawinan pada lembaga yang berwenang yaitu di KUA ataupun di KCS. Perkawinan yang tidak dicatatkan ini dikenal dengan istilah perkawinan di bawah tangan. Perkawinan di bawah tangan ini tidak sesuai dengan apa yang terdapat pada ketentuan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perkawinan yang berlaku. Pencatatan perkawinan ini bukan semata-mata tindakan administratif saja, akan tetapi pencatatan perkawinan sangat penting untuk mendapatkan bukti otentik berupa akta perkawinan yang dapat menjelaskan selengkap-lengkapnya tentang perkawinan sehingga akan memperoleh jaminan kepastian hukum. Dengan tidak dicatatkannya perkawinan, maka menurut pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dianggap tidak sah yang berdampak hukum terhadap status perkawinan, terhadap istri dan anak serta harta kekayaan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan. Selanjutnya untuk melakukan analisa dipergunakan metode pendekatan kualitatif yang akan menghasilkan sifat deskriptif analisis yang memberikan gambaran atas masalah yang terjadi dengan mengurai data seteliti mungkin dan menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan di bawah tangan yang selanjutnya penulis akan memberikan upaya-upaya hukum terhadap perkawinan di bawah tangan dengan mengajukan itsbat nikah bagi yang beragama Islam ataupun melakukan perkawinan ulang secara resmi bagi yang beragama bukan Islam. Pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan status perkawinan dan berguna untuk menuntut hak-hak dari istri dan anak yang dilahirkan. Diperlukan kesadaran bagi kaum wanita untuk mencatatkan perkawinannya secara resmi pada pejabat yang berwenang agar memperoleh akta perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21133
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suryati Ananda
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nashir Achmad
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S20011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Yasin
"Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil. (Penjelasan Umum,; angka 4 huruf a. UU No. 1 Tahun 1974).
Kesejahteraan materiil yang sering juga disebut dengan "ekonomi keluarga" merupakan hal yang kongkrit karena terkait dengan kebendaan, sedangkan hukum tentang kebendaan itu berhubungan langsung dengan hukum kepemilikan.
Pokok permasalahannya, bagaimana UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam masing-masing mengatur permasalahan hukum harta kekayaan perkawinan serta dalam hal apa sajakah perbedaan diantara keduanya.
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif normatif dengan cara menganalisis peraturan perundan-gundangan dan buku-buku didukung oleh data primer, sekunder serta bahan hukum tertier dengan didukung oleh penelitian lapangan melalui observasi dan wawancara. Hasilnya ditemukan bahwa Pasal 35 UU Perkawinan mengatur bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama sedangkan harta bawaan, hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain, meskipun perjanjian perkawinan tetap dimungkinkan.
Pengaturan tentang itu diatur lebih lengkap dan jelas dalam Buku I tentang Hukum Perkawinan; Kompilasi Hukum Islam pada pasal-pasal 85 sampai dengan 97. Pasal 87 ayat (1) sangat jelas menunjukkan sebagai upaya lebih memperjelas isi pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan, dengan cara melengkapi kata "tidak menentukan lain" menjadi"tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan".
Perbedaan lain yang cukup- mendasar adalah dalam hal pembagian harta bersama bagi suami isteri yang bercerai atau salah satunya meninggal dunia. Jika dalam UU Perkawinan disebutkan bahwa harta bersama diserahkan kepada hukum masing-masing (Pasal 37) sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan dengan tegas bahwa harta bersama dibagi sama besar (Pasal 96 dan 97) serta ketentuan-ketentuan lainnya yang sangat mungkin terjadi pada kasus-kasus harta perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enita Safitri
"Melalui penelitian kepustakaan dan metode perbandingan serta atas analisa Perundangan. Penulis hendak membahas kedudukan saksi dalam Perkawinan yang ditinjau dari segi Hukum Islam dan UU. NO. 1 Th. 1974 JO.PP. 9/1975. Menurut Hukum Islam setiap Perkawinan harus dihadiri oleh dua orang saksi yang telah memenuhi syarat, sebagai salah satu rukun Perkawinan. Suatu Perkawinan yang tidak dihadiri oleh dua orang saksi maka nikahnya dianggap tidak sah. Sedangkan menurut UU. NO. 1 Th. 1974 Perkawinan di-lakukan menurut masing-masing Agama dan Kepercayaan,tetapi-harus dilengkapi dengan dua orang saksi dan pegawai penca-tat sesuai dengan ketentuan Pasal 2 (1) UU NO.1 Th. 1974 JO.PP. 9/1975. Oleh karena itu jika terjadi Perkawinan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh Pihak yang berkepentingan kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam & yang beragama lain. (bukan beragama Islam) ke Pengadilan Negeri. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisza Nurchayatie
"Perkawinan adalah merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini memberikan sikap landasan tegas bahwa untuk menentukan sahnya suatu perkawinan adalah bila perkawinan tersebut telah dilakukan menurut hukum masing -masing agama dan kepercayaannya. Ada juga asas dalam perkawinan, yaitu asas kekal abadinya perkawinan, penyimpangan dari asas tersebut selain perceraian adalah pembatalan perkawinan yang merupakan tindakan pengadilan berupa keputusan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan itu tidak sah sehingga dianggap tidak pernah ada. Ada syarat dan alasan untuk melakukan pembatalan perkawinan dan hanya orang-orang tertentu yang diberikan hak untuk mengajukan pembatalan perkawinan dengan memenuhi batas waktu pengajuannya. Pembatalan tersebut berakibat terhadap kedudukan (status) anak. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan melakukan tanya jawab spontan kepada instansi yang terkait untuk mencari jawaban terhadap masalah yang ada.
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa pembatalan perkawinan dilakukan bila perkawinan tidak memenuhi syarat materi dan formil, dan diajukan dengan memenuhi alasan sebagaimana ditetapkan undang-undang. Adanya batas waktu pengajuan hanya bila perkawinan dilakukan di bawah ancaman dan adanya salah sangka terhadap diri suami atau isteri sebelum perkawinan, sedangkan untuk alasan lain tidak ada batas waktu. Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan, sehingga mereka tetap berkedudukkan (berstatus) sebagai anak sah dan tetap mendapat haknya sebagaimana anak sah."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>