Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125696 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Nugroho
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrina Primadewi Yowono
"Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu prinsip yang dianut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu calon suami istri harus matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur batas usia kawin bagi laki-laki 19 (sembilan belas) tahun dan perempuan 16 (enam belas) tahun. Perkawinan di bawah umur dapat dilakukan dengan mengajukan dispensasi ke pengadilan namun melanggar hak-hak anak. Anak adalah generasi penerus bangsa yang harus dilindungi hak-haknya. Anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif. Sehingga data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan dengan alat studi dokumen dengan cara penelusuran bahan-bahan hukum yang bersifat primer, sekunder dan tersier. Keseluruhan data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang timbul pada perkawinan di bawah umur menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan sejauh apa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 mengatur mengenai perlindungan anak khususnya anak yang mengalami eksploitasi secara ekonomi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 belum dapat memberikan perlindungan hukum bagi anak yang melakukan perkawinan di bawah umur. Penerapan sanksi pun tidak di atur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 berbeda dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 yang sudah memberikan perlindungan bagi anak yang menjadi korban eksploitasi secara ekonomi. Selain itu, Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 sudah memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam eksploitasi anak secara ekonomi. Perlunya penyuluhan hukum kepada masyarakat pedesaan mengenai perlindungan anak terhadap perkawinan di bawah umur.

Marriage is a body and soul bond between a man and a woman as husband and wife in purpose to make a happy and permanent family (house hold) based on belief in one an only God. One of the principal which is followed by Law of Marriage, Number 1 Year 1974, a future husband and wife have to be mature body and soul so they can accomplish the aim of a marriage in a proper way, and don't have to ended in divorcement, and have well children. Article 7 Clause (1) Law of Marriage Number 1 Year 1974 set the limit of age for having a marriage, 19 (nineteen) years old for men and 16 (sixteen) years old for women. Under age marriage can be held when we propose an exemption to the court, but of cours, it is againts the juvenile rights. Children are the future hope of a nation and we have to protect their rights. Children have rights to live and grow up and protected from any violence and discrimination.
This research is a desktop study with judicial and normative characteristic.
The aim of this research in to figure how far the Law of Marriage Number 1 Year 1974 and the Law on Child Protection Number 23 Year 2002 set about the child protection, especially a children with economic exploitation. The research itself uses the data which is gained by interviewing resources and desktop study. Also, it uses a qualitative method to restate the collected data for being analyzed.
The conclusion is that the Law of Marriage Number 1 Year 1974 hasn?t been able to give enough protection for children who have under age marriage. The application of the sanction even is not set in the law itself. It is different from the Law on Child Protection Number 23 Year 2002 which has given the protection for the victim of economic exploitation. In addition, the Law of Child Protection Number 23 Year 2002 has set the sanctions to all of the parties who get involved in economic exploitation againts children. It is clear that we need to give a law elucidation to rural society about under age marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25321
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Lestari
"Tujuan suatu perkawinan pada intinya adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Walaupun begitu, dengan alasan-alasan tertentu perkawinan dapat putus karena perceraian. Perceraian menimbulkan beberapa akibat, antara lain terhadap hubungan orang tua dengan anak di bawah umur. Dengan bercerainya kedua orang tua, harus ditentukan dengan orang tua yang manakah anak akan tinggal. Pasal 41 butir a Undang-Undang no. 1 tahun 1914 tentang Perkawinan menentukan bahwa apabila terjadi berselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi putusannya. Putusan ini menentukan siapa yang berhak mengas uh anak, semata-mata didasarkan pada kepentingan anak. Pada kenyataannya, putusan mengenai penguasaan anak didasarkan pada permohonan para pihak, sehingga kepentingan anak belum tentu benar-benar terwakili. Untuk itu, dirasa perlu untuk melibatkan pihak tertentu yang dapat memperhatikan dan mewakili kepentingan anak dalam proses pemeriksaan mengenai penguasaan anak ini. Selain itu hak penguasaan dalam prakteknya diberikan oleh hakim dalam bentuk perwalian, padahal dalam Undang Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diatur bahwa kekuasaan orang tua beralih menjadi perwalian setelah Grang tua bercerai. Pemakaian "perwalian" oleh hakim ini menimbulkan ketidak seragaman dan kerancuan dalam bidang hukum Seharusnya, berdasarkan pengaturan yang ada, penguasaaan terhadap anak tidak diberikan dalam bentuk perwalian. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan pengaturan yang ada ini mungkin akibat tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penguasaan anak. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk membentuk peraturan yang mengatur lebih lanjut mengenai penguasaan anak. Peraturan ini harus meliputi: 1. dalam bentuk apa penguasaan anak diberikan, 2. hal-hal apa saja mengenai kepentingan anak yang harus diperhatikan, dan 3. bagaimana proses pemeriksaan dan penentuan hak penguasaan anak dilangsungkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rimala Meylda
"Dalam perkara perceraian, sering kali para orang tua memohon untuk ditetapkan sebagai pemegang kuasa asuh atau wali atas anak-anaknya yang masih di bawah umur. Lalu apa perbedaan antara kuasa asuh dan perwalian? Seolah dapat saling dipertukarkan, banyak para orang tua dalam perkara perceraian yang memohon untuk ditetapkan hak perwalian terhadap anak kandungnya.  Melalui gugatan perceraian dalam Putusan No. 39/PDT.G/2020/PN.TIM dan Putusan No. 383/Pdt.G/2018/PA.SMG Penulis akan membahas mengenai apakah perceraian mengakibatkan perwalian berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia? Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis data deskriptif-analitis sehingga simpulan yang diperoleh berupa penjelasan eksplanatif. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam Putusan Nomor 39/PDT.G/2020/PN.TIM dan Putusan Nomor 383/Pdt.G/2018/PA.SMG tidak tepat jika dikabulkannya permohonan untuk ditetapkan hak perwalian anak terhadap Penggugat (selaku orang tua kandung dari anak yang belum dewasa). Berdasarkan Pasal 41 UU Perkawinan, Pasal 45 UU Perkawinan, Pasal 98 KHI dan Pasal 105 KHI, Penggugat masih memiliki kekuasaan untuk memelihara anaknya, putusnya perkawinan akibat perceraian tidak menyebabkan kekuasaan orang tua berakhir karena kedua orang tua tetap memiliki kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai ia dewasa atau mampu berdiri sendiri. Selain itu, Berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU Perkawinan dan Pasal 1 huruf h KHI suatu perwalian belum dapat timbul atas anak-anak tersebut karena tidak terpenuhinya salah satu unsur yaitu Anak tersebut tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Dengan demikian, putusnya ikatan perkawinan karena perceraian tidak menyebabkan perwalian melainkan adanya penguasaan hak asuh atau pemeliharaan anak.

 


In the divorce case, parents propose a plea to be the guardian of their under age child. What is the distinction between child custody and guardianship? Through a divorce lawsuit, this thesis explain about Does divorce will caused the guardianship to their children? The author will do a legal analysis based on Indonesian Law and case study of the decision of Timika District Court Number 39/PDT.G/2020/PN.TIM and The Decision of Semarang Religious Court Number 383/PDT.G/2018/PA.SMG. This thesis is written by the author using a normative-juridical approach with descriptive-analytical data analysis methods so that the conclusions obtained in the form of explanatory explanations. In this research based on the Decision of Timika District Court Number 39/PDT.G/2020/PN.TIM and The Decision of Semarang Religious Court Number 383/PDT.G/2018/PA.SMG, the author find out that it is inappropriate to grant a request for guardianship to the Plaintiff (as biological parents of under age child). Based on Article 41 and Article 45 of Marriage Law, Article 98 and Article 105 of Compilation of Islamic Law, The Plaintiff still has the power to look after his child, the breakup of marriage due to divorce does not cause parental power to end because both parents still have the obligation to care for and educate their children until he is an adult or able to stand alone. Based on the provisions of Article 50 of the Marriage Law and Article 1 letter h of Compilation of Islamic Law, a guardianship cannot yet arise from such children because one element is not fulfilled namely The child is not under the authority of the parent. Thus, the breaking of the marriage ties due to divorce does not cause guardianship but rather the possession of custody and child care."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yudhi Huang
"Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi terkadang tujuan membentuk suatu keluarga yang kekal tidak dapat di laksanakan karena terdapat perbedaanperbedaan yang tidak dapat lagi di tolerir, sehingga ikatan perkawinan tersebut harus terputus. Ketika suatu ikatan perkawinan terputus terdapat akibat-akibat yang mengikuti di belakangnya, salah satunya ialah mengenai pengasuhan anak. Faktorfaktor apa saja yang menyebabkan hak asuh terhadap anak yang masih di bawah umur tidak diberikan kepada pihak ibu dan upaya apa yang dapat dilakukan oleh pihak ayah untuk mendapatkan hak asuh terhadap anak di bawah umur jika teijadi perceraian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian hukum yuridis normatif (penelitian kepustakaan). Data yang digunakan adalah data primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keluarga dan anak, selain didukung dengan data sekunder berupa literatur buku dan tulisan yang di dalamnya membahas mengenai keluarga dan anak. Yang kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asuh anak yang masih dibawah umur yang diberikan kepada pihak ayah sehingga dapat diketahui kesesuaian peraturan dengan kenyataan. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan hak asuh terhadap anak yang masih di bawah umur tidak diberikan kepada ibu karena kebiasaan ataupun tabiat ibu yang tidak baik, kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga dapat menyebabkan anak tersebut tidak nimbuh dengan baik. Hal yang dapat dilakukan seorang ayah untuk mendapatkan hak asuh anaknya yang masih di bawah umur ialah dengan cara membuktikan ketidak patutan ibu dari anak yang masih di bawah umur tersebut untuk mengasuh, ataupun juga dengan cara melakukan persetujuan dengan mantan istri untuk mengasuh anaknya yang masih di bawah umur. Sebaiknya perceraian yang teijadi tidak menyebabkan perselisihan antara suami-isteri agar kondisi yang tidak harmonis tersebut berdampak buruk terhadap anak, selain itu dalam memutuskan kasus perceraian hakim dapat meminta bantuan kepada komisi perlindungan anak agar kondisi kejiwaan anak lebih terperhatikan.

A marriage according to Article 1 of the Marriage Act, Act Number 1 o f 1974 is an internal and physical bond between a man and a woman as the husband and wife to form a happy and lasting family based on a faith to God Almighty. Sometimes the objective to form a lasting family can not be fulfilled because o f unsolved differences, therefore the matrimony bond can be broken. When the bond is broken there are consequences, among other things is child custody. In the researched factors that can cause child custody for minor to the father instead o f the mother, and guidelines for the father to get the legal custody for a child in a divorce. This research?s methodology is Yuridis Normative (Library research) focus on marriage laws. The data sources are from secondary data that has been analyze qualitatively which are regulations related to child custody right for minor children compare with the regulations applied in reality. The result o f this research for child custody, there are factors that make child custody not to be given to the mother, such as bad behavior, unsupported residential environment, etc. in order to get the child custody, the father should prove that the mother is not suitable to raise the child, or making an arrangement on the child custody. A divorce should not be worsen by conflict in court, so it will not add the negative effect to the children, and in deciding a divorce case, the judges can ask assistant from Child Protection Commission for the best interest o f the child psychology."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37006
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mugia Suwantari
"Suatu perkawinan akan membawa akibat bagi hubungan suami isteri dengan anak yang dilahirkan dimana suami isteri harus memelihara anaknya serta membiayai kehidupannya hingga dewasa dan kewajiban itu berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua terputus. Hal ini ditegaskan dalam Hukum Islam, UU Perkawinan No. 1/1974 Pasal 41, juga dalam Pasal 105 dan Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam. Walaupun telah diatur dengan jelas masalah akibat perceraian terhadap pemeliharaan dan pendidikan serta biaya hidup anak, akan tetapi dalam prakteknya kewajiban tersebut sering tidak dilaksanakan. Akibatnya anak hidup terlantar dan berada dibawah pemeliharaan dan penguasaan orang yang tidak seharusnya. Dalam hal terjadi perceraian timbul masalah mengenai hak pemeliharaan anak dan nafkah (biaya pemeliharaan anak). Pada umumnya hak pemeliharaan anak jatuh pada pihak isteri dengan kewajiban memberi nafkah atau biaya pemeliharaan anak pada suami. Dalam praktek sering terjadi walaupun Pengadilan sudah memutuskan hak asuh anak pada isteri dan memerintahkan suami untuk memberi biaya pemeliharaan anak, suami tidak melaksanakan kewajibannya tersebut sehingga isteri hanya menang diatas kertas. Untuk mengatasi masalah tersebut UU No. 1 /1974 maupun KHI telah mengatur mengenai permohonan untuk meminta pada Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Pengadilan Negeri yang memutuskan proses perceraian untuk mengeluarkan surat perintah sita esekusi. Upaya ini hanya bisa dilakukan jika suami adalah orang yang punya penghasilan lain halnya jika suami adalah orang yang tidak punya penghasi1an maka tuntutan isteri atas nafkah anak akan sia-sia UU No. 1 /1974 dan KHI juga memberikan perlindungan bagi hak anak atas nafkah, baik pada masa perkawinan maupun pasca perceraian. Tetapi dalam pelaksanaanya kadang terjadi penyimpangan yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya kurangnya kesadaran hukum suami mengenai tanggung jawabnya terhadap anak, faktor budaya, kurang sempurnanya Undang-undang, dan lain-lain ."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Regina Sari
"Dalam suatu perkawinan terkadang timbul permasalahan yang bisa mengakibatkan terjadinya perceraian pada pasangan suami istri. Setelah perceraian, timbul permasalahan hak asuh anak pada pasangan yang mempunyai anak dalam perkawinannya. Hak untuk mengasuh anak yang masih di bawah umur biasanya jatuh kepihak ibu. Namun dalam kasus tertentu, hak asuh tersebut bisa jatuh kepihak ayah. Penelitian ini akan membahas mengenai pemberian hak asuh atas anak di bawah umur kepada orang tua laki-laki (Ayah) yang terjadi akibat perceraian. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tinjauan hukum dalam menentukan hak asuh bagi anak di bawah umur yang jatuh kepada orang tua laki-laki (ayah) akibat perceraian dan aspek hukum yang ditimbulkan dari putusan perceraian yang telah berkuatan hukum tetap dan hak asuh anak yang telah diputuskan kepada orang tua laki-laki (ayah) (studi kasus) putusan Pengadilan Negeri Nomor 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatifdengan tipologi penelitian deskriptif evaluatif. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Hakim memberikan hak asuh anak di bawah umur kepada sang ayah, dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah ibu tidak merawat dan mengurus anak-anaknya. Hakim memutuskan perkara ini dengan memperhatikan hal-hal yang bertujuan mementingkan lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tersebut dikemudian hari.

In a marriage, sometimes problems arise that can lead to divorce for married couples. After a divorce, child custody issues arise for couples who have children in their marriage. The right to care for a minor usually falls on the mother's side. However, in certain cases, the custody may fall on the father's side. This study will discuss the provision of custody of minors to male parents (father) which occurs as a result of divorce. The problem raised in this study is the legal review in determining custody of minors who fall to male parents (father) due to divorce and legal aspects resulting from divorce decisions that have permanent legal force and custody of children who have it was decided to the male parent (father) (case study) District Court decision Number 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. To answer this problem, a normative juridical research method with a descriptive evaluative typology was used. The results of the study concluded that the Judge gave custody of underage children to the father, due to several factors, one of which was that the mother did not care for and take care of her children. The judge decided this case by taking into account things that were aimed at promoting the environment, growth and development of these children in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Regina Sari
"Dalam suatu perkawinan terkadang timbul permasalahan yang bisa mengakibatkan terjadinya perceraian pada pasangan suami istri. Setelah perceraian, timbul permasalahan hak asuh anak pada pasangan yang mempunyai anak dalam perkawinannya. Hak untuk mengasuh anak yang masih di bawah umur biasanya jatuh kepihak ibu. Namun dalam kasus tertentu, hak asuh tersebut bisa jatuh kepihak ayah. Penelitian ini akan membahas mengenai pemberian hak asuh atas anak di bawah umur kepada orang tua laki-laki (Ayah) yang terjadi akibat perceraian. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tinjauan hukum dalam menentukan hak asuh bagi anak di bawah umur yang jatuh kepada orang tua laki-laki (ayah) akibat perceraian dan aspek hukum yang ditimbulkan dari putusan perceraian yang telah berkuatan hukum tetap dan hak asuh anak yang telah diputuskan kepada orang tua laki-laki (ayah) (studi kasus) putusan Pengadilan Negeri Nomor 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatifdengan tipologi penelitian deskriptif evaluatif. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Hakim memberikan hak asuh anak di bawah umur kepada sang ayah, dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah ibu tidak merawat dan mengurus anak-anaknya. Hakim memutuskan perkara ini dengan memperhatikan hal-hal yang bertujuan mementingkan lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tersebut dikemudian hari.

In a marriage, sometimes problems arise that can lead to divorce for married couples. After a divorce, child custody issues arise for couples who have children in their marriage. The right to care for a minor usually falls on the mother's side. However, in certain cases, the custody may fall on the father's side. This study will discuss the provision of custody of minors to male parents (father) which occurs as a result of divorce. The problem raised in this study is the legal review in determining custody of minors who fall to male parents (father) due to divorce and legal aspects resulting from divorce decisions that have permanent legal force and custody of children who have it was decided to the male parent (father) (case study) District Court decision Number 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. To answer this problem, a normative juridical research method with a descriptive evaluative typology was used. The results of the study concluded that the Judge gave custody of underage children to the father, due to several factors, one of which was that the mother did not care for and take care of her children. The judge decided this case by taking into account things that were aimed at promoting the environment, growth and development of these children in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermin Budisetyasih
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>